Perempuan Siap Jadi Juru Damai

oleh
oleh -

Setelah disadari bahwa kehidupan bernegara tidak selalu bergantung penuh pada bantuan negara lain, mereka bangkit lalu belajar. Salah satunya dari Indonesia.

Konflik berkepanjangan di Afghanistan memang telah melumpuhkan segala persendian kehidupan bernegaranya. Bahkan dapat diketahui jika Afghanistan tidak akan dapat meneruskan kebernegaraannya tanpa bantuan negara asing. Namun demikian, Masyarakat Afghanistan tetap semangat, perlahan mencoba bangkit dan bekerja keras mengupayakan perdamaian.

Seiring dengan upaya itu, Afghanistan juga berjuang mencari dukungan dari negara lain, utamanya untuk keberlanjutan perdamaian dan terwujudnya kesetaraan gender. “Kualitas dan efektivitas adalah indikator keberlanjutan. Maka, kalau sudah mendapatkan bantuan yang berkualitas, tidak akan ada sesuatu pun yang mampu menghancurkannya,” ungkap Menteri Informasi dan Budaya, Afghanistan, Hasina Safi dalam sambutan pembukaannya di tengah forum dialog mengenai peran perempuan dalam membangun dan mempertahankan perdamaian, di Jakarta akhir November 2019 lalu.

Afghanistan sendiri diketahui telah dilanda konflik berkepanjangan dalam kurun empat dekade terakhir. Hubungan baik antara Indonesia dengan Afghanistan, diakui Safi, akan terus dipelihara dengan menjunjung tinggi komitmen Indonesia yang bersama ingin membangun perdamaian berkelanjutan. Kaum perempuan Afghanistan tentu sangat berharap perdamaian yang sesungguhnya terjadi di negaranya agar dapat segera diwujudkan. Tidak hanya terbatas dalam kebijakan semata tetapi lewat berbagai program konkret lainnya.

Baca Juga  Rakerda LPTQ : Tingkatkan Kiprah Pembinaan Qori dan Qori'ah

Tekad ini, menurut Safi, harus sepenuhnya bersumber pada sumber daya lokal milik Afghanistan. Dengan demikian, Afghanistan tidak akan terus bergantung pada bantuan internasional. “Kami menyadari bahwa dunia tidak akan membantu Afghanistan terus menerus. Kami harus memikirkan cara untuk bisa mandiri,” kata Safi lagi. “Kami harus menyiapkan pena kayu untuk diri kami sendiri daripada mengharapkan pena emas dari orang lain.”

Safi dalam penutup sambutannya berharap bahwa kerjasama antara Indonesia dengan Afghanistan akan dapat mengarah pada langkah-langkah yang berkaitan dengan kebijakan dan hukum yang berlaku di Afghanistan.

Pada kesempatan ini, Menlu RI, Retno LP Marsudi menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung proses pembangunan perdamaian yang sedang berlangsung di Afghanistan.

Ditambahkannya, pemberdayaan perempuan dapat dijadikan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan ini. “Di Indonesia, Anda dapat melihat partisipasi aktif perempuan, tidak hanya dalam kegiatan ekonomi tetapi juga dalam politik. Indonesia memilih Presiden perempuan pertamanya, Presiden Megawati Soekarnoputri, yang menjabat sebagai Presiden Indonesia pada 2001-2004. Dia juga Wakil Presiden Indonesia pada 1999-2001.”

Baca Juga  Festival Sriwijaya: Bentuk Eksistensi Kejayaan Kerajaan Maritim Terbesar di Nusantara

“Salah satu contoh yang saya sangat banggakan dari pengalaman di Indonesia, tidak ada diskriminasi gaji antara pria dan wanita di tempat kerja, sementara di beberapa negara diskriminasi semacam ini masih ada,” kata Retno lagi. Dia mengatakan bahwa pemberdayaan perempuan harus didukung oleh empat elemen yaitu pendidikan, dukungan keluarga, dukungan masyarakat, dan kebijakan pendukung dari pemerintah.

Retno memaparkan bahwa pendidikan adalah alat yang sangat penting bagi perempuan untuk memahami hak dan tanggung jawab mereka. Dia percaya bahwa pendidikan akan membantu memberdayakan cara berpikir kita. “Pemberdayaan perempuan akan lebih efektif dengan dukungan penuh keluarga,” katanya. “Dukungan komunitas, bagi saya, juga merupakan kunci dalam memajukan pemberdayaan perempuan.”

Menurutnya, kebijakan pemerintah juga sangat penting, termasuk tindakan afirmatif, yang diperlukan untuk memastikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Tanpa kebijakan pendukung Pemerintah, tentu akan lebih sulit untuk mencapai pemberdayaan perempuan.

Kebijakan ini dapat mencakup pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi, perlindungan hak-hak perempuan, dan dukungan yang memadai dari laki-laki. “Jika kita ingin berinvestasi untuk perdamaian, kita harus berinvestasi pada wanita,” kata Retno. Wanita Afghanistan menurutnya juga harus mempromosikan budaya perdamaian dan toleransi yang bisa menjadi pendekatan integral untuk mencegah kekerasan dan konflik. Perempuan juga harus saling membantu dan memberdayakan diri mereka sendiri, tambahnya.

Baca Juga  Tari Kipas Serumpun

Dia yakin, Wanita Indonesia dan Afghanistan dapat saling belajar. Dia juga berharap mereka dapat bekerja sama untuk membangun dan mempertahankan perdamaian di Afghanistan. “Melalui Dialog ini, Indonesia ingin belajar dari pandangan Anda, keadaan dan tantangan seputar masalah perempuan di Afghanistan. Kami ingin mendengarkan dari Anda. Indonesia ada di sini untuk Anda, siap untuk mendengarkan,” kata Retno lagi.

Menteri luar negeri wanita pertama di Indonesia ini juga menegaskan kembali bahwa Indonesia akan selalu mendukung upaya perdamaian di Afghanistan. Indonesia telah secara aktif berdiskusi dengan pemerintah Afghanistan, Taliban dan beberapa negara mitra seperti Amerika Serikat, Pakistan, Jerman dan Norwegia, yang terlibat dalam konflik di Afghanistan.

Konflik yang berkepanjangan, ketidakstabilan politik, kekeringan dan kekacauan ekonomi telah meninggalkan Afghanistan sebagai salah satu negara termiskin dan paling tidak stabil di dunia. Afghanistan juga merupakan sumber pengungsi terbesar kedua di dunia, dengan 2,5 juta orang terlantar di luar negara itu. (*/cr7)

Sumber: kemenkopmk.go.id/