CILEGON,– Terbitnya Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Agung (MA) RI Nomor: 28P/HUM/2021 tanggal 28 Oktober 2021 yang menyatakan Pasal 34A ayat (1) huruf a dan ayat (3) serta Pasal 43A ayat (1) huruf a dan ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang mempunyai kekuatan hukum tidak tetap. Melalui pertimbangan tersebut, Ditjenpas melakukan sosialisasi terhadap Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022.
Usai ikuti sosialisasi tersebut, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Cilegon beserta jajaran langsung bergerak cepat untuk menyosialisasikan Permenkumham tersebut kepada Wargabinaan, Kamis (3/2).
Dalam arahannya, Kalapas Cilegon, Sudirman Jaya menegaskan tidak ada pembatalan PP RI Nomor 99 Tahun 2012, namun ada diktum dalam pasal yang termaksud dalam Pasal 34A ayat (1) huruf a dan ayat (3) serta Pasal 43A ayat (1) huruf a dan ayat (3) PP RI Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP RI Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak WBP mempunyai kekuatan hukum tidak tetap.
“Jadi, saya katakan tidak ada pembatalan PP RI Nomor 99 Tahun 2012, hanya saja ada beberapa pasal dalam diktum ini yang mengalami perubahan dan pembatalan sesuai putusan MA,” tegasnya.
Sudirman menjelaskan ada beberapa perubahan yang berhubungan dengan hak WBP, khususnya perihal pencabutan surat keterangan bersedia bekerja sama untuk membantu membongkar tindak pidana yang dilakukan tidak lagi dipersyaratkan. “Ada pencabutan beberapa pasal di Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 99 Tahun 2012 mengenai Justice Collabolator (JC) yang tidak lagi dipersyaratkan untuk mendapatkan Remisi. Hal tersebut mendasari Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 karena WBP di Lapas Cilegon mayoritas terkena PP tersebut,” jelasnya.
Sudirman menambahkan hal ini dilaksanakan sebagai bentuk pemenuhan hak-hak WBP tanpa mengurangi esensi dari poin-poin pada pasal yang tercantum dalam PP RI Nomor 99 Tahun 2012. Selain itu, Permenkumham ini sifatnya implementatif sehingga dapat langsung dilakasanakan di UPT tanpa menunggu petunjuk teknis dari Permenkumham ini.
“Wargabinan bukan menjadi objek melainkan sebagai subjek, jadi teman-teman wargabinaan harus aktif mengikuti kegiatan. Aktif kegiatan pembinaan, jika teman-teman tidak aktif dalam program pembinaan, maka hak-hak seperti remisi, integrasi dan lainnya tidak bisa diusulkan,” ucapnya
Ditempat yang sama, Kalapas Cilegon, Sudirman Jaya menjelaskan bahwa jajarannya siap mengikuti arahan pimpinan terakit Permenkumham RI Nomor 7 Tahun 2022 yang memunculkan inovasi baru terkait objektivitas dalam melaksanakan penilaian pembinaan narapidana, yakni Sistem Penilaian Perilaku Narapidana yang diharapkan meningkatkan public trust terhadap perkembangan perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan Negara (Rutan).
“Sudah jelas ini adalah perintah langsung dari Pak Dirjen agar dilaksanakan dengan baik sehingga dalam penilaiannaya masyarakat dapat menilai secara objektif terkait perkembangan perilaku narapidana di Lapas/Rutan,” jelasnya. (Dede).