FU UIN Jakarta Sambut Hangat Lawatan Delegasi University of Malaya Kuala Lumpur

oleh
oleh -

Citizen Journalism:

Haera Inaya

(Mahasiswa Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta)

Majalahteras.com – Fakultas Ushuluddin (FU) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyambut hangat kunjungan 17 mahasiswa dan 3 dosen dari University of Malaya Kuala Lumpur, Malaysia. Sambutan hangat ini disampaikan langsung oleh Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Ismatu Ropi, M.A, Ph.D, di Ruang Pertemuan Lantai 4. (Selasa, 3/9/2024)

“Kami dengan senang hati menyambut mahasiswa dan Bapak University of Malaya. Kami juga terbuka dengan peluang kerja sama yang mendorong peran kita bersama dalam Tridharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam student mobility dan peluang kolaborasi penelitian, serta apabila mahasiswa tertarik untuk melanjutkan studi jenjang magister disini,” katanya.

Dr. Mohd Syakir bin Zainal Abidin, selaku kepala rombongan University of Malaya mengatakan, kunjungan ini dimaksudkan untuk menjalin kerja sama dan mempelajari tentang perkembangan yang ada di Fakultas Ushuluddin.

“UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah institusi pendidikan tinggi bergengsi di Indonesia yang menawarkan berbagai macam program studi unggulan, salah satunya yang ada di fakultas ushuluddin ini. Fakultas Ushuluddin menjadi pilihan ideal bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri secara holistik yang terkait dengan Studi Islam, Tafsir hingga Filsafat,” jelasnya.

Baca Juga  Kakanwil Andi Taletting dan Staf Ahli Menkumham Ibnu Chuldun Apresiasi Sarpras Layanan Publik Kanim Kelas I TPI Ternate

Setelah sesi penyambutan ini, kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan visiting lecture dengan menyebar 17 mahasiswa University of Malaya tersebut pada kelas-kelas yang telah disiapkan untuk mendapatkan materi perkuliahan dari para dosen Fakultas Ushuluddin.

Dari pantauan, antusiame terlihat dengan aktifnya para mahasiswa University of Malaya untuk bertanya dan sharing pengetahuan.

Pasca rehat shalat Dzuhur dan makan siang, rangkaian acara dinajutkan dengan digelarnya Seminar Internasional.

Seminar Internasional bertajuk  “Islamic Studies In Indonesia and Malaysia Opportunities and Challenges” sebagai salah satu rangkaian agenda dari program Student Mobility Internasional (Malaysia-Indonesia) sukses digelar di Ruang Teater H.R Partosentono, Fakultas Ushuluddin.

Kedatangan para akademisi dari University of Malaya sebagai tamu kali ini juga disambut hangat oleh dua narasumber yang berkompeten di bidangnya yakni, Prof. Dr. Media Zainul Bahri, M.A. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Ushuluddin dan Prof. Dr. Bambang Irawan, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Magister Studi Agama-Agama (MSAA) dan Magister Aqidah dan Filsafat islam (MAFI) Fakultas Ushuluddin.

Setelah sejenak menapak tilasi hubungan yang cukup erat antara dua negara bertetangga ini, lalu berangkat dari tema tersebut di atas, Prof. Media menerangkan, Islamic studies itu artinya Studi Ilmiah Islam, jadi bukan hanya Studi Islam.

Baca Juga  Presiden Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Infrastruktur Pasar

“Oleh karena itu, Studi Islam terkena hukum positivisme, karena itu Studi Ilmiah Islam bersifat positivistik, harus ada data, yakni data primer dan data sekunder, dibaca secara logis dan rasional, ada perangkat metodologi, bisa diverifikasi atau diujikan seperti ujian skripsi, tesis dan disertasi,” paparnya.

Menurutnya, model Studi Islam itu ada dua: Tradisi klerik atau tradisi keulamaan di mana kita belajar Islam untuk kepentingan dakwah, untuk memperkuat iman.

“Karena itu dalam tradisi ini tidak terlalu penting adanya novelty (temuan baru) dan tidak terlalu penting studi kritis bahkan kalau perlu hendaknya jangan kritis, seperti apakah betul al-Quran itu kalamullah?. Kalau membicarakan itu, maka dianggap liberal atau sesat. Dan di lain sisi ada Tradisi Scholarship (kesarjanaan), mengkaji Islam sebagai objek tanpa adanya batasan berpikir kritis namun tetap menjunjung tinggi etika sebagai pemeluk agama Islam itu sendiri,” terangnya lagi.

Pemaparan singkat Prof. Media dilanjutkan sembari diaminkan oleh Prof. Bambang yang mengatakan, Pre Teks, yakni sebelum al-qur’an dan hadis itu ada, maka pasti ada situasi kondisi sebelum ayat al-Quran itu turun.

“Itulah yang harus dilihat juga. Makanya kalau kita belajar al-Quran kita mengenal istilah al-ibrah bi khususi as-sabab, la bi umumi al-lafdzi. Dan kata ulama, al-Quran itu sejauh ini hanya dikaji di permukaannya saja padahal banyak mengendap lapisan-lapisan sejarah. Sebenarnya isi al-Qur’an itu 90% nya adalah pre-teks, bukan hanya teksnya saja, kalau hanya teks maka kita akan kehilangan makna, begitulah sejatinya Islamic Studies,” tegasnya.

Baca Juga  Pusdatin Berikan Penghargaan Kearsipan bagi Delapan Unit Kerja di Setkab

Dr. Mohd Syakir bin Zainal Abidin, tamu dari University of Malaya merangkap narasumber ini mencoba membuka diri, memberi konsep berbeda.

“Kami di University of Malaya dari segi Studi Islam, tetap mengkaji pemikiran-pemikiran dari berbagai aliran yang berbeda, namun kajian atau studi itu tetap disampaikan dari perspektif ahlu sunnah wal jama’ah,” pungkas dia.

Merampungkan berbagai argumen sebelumnya, Prof. Media mengatakan, perbedaan ini adalah sebuah kekayaan dalam bidang keilmuan, yang kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Seminar sekaligus ajang silaturrahmi ini semakin menarik karena dipandu oleh salah seorang dosen Fakultas Ushuluddin sendiri, Dr. Rizky Yazid, M.Ag yang cukup lihai memantik semangat para audiens. Hingga di akhir sesinya, ditutup dengan pemberian cindera mata dan foto bersama para tetamu negara tetangga.@Man