Semakin Berisi Semakin Merunduk

oleh
oleh -

Majalahteras.com – Menyoal Ujian Nasional yang lebih mengutamakan aspek kognitif dibandingkan dengan kejujuran atau aspek afektif, ini merupakan sesuatu yang tentunya telah jauh lebih dahulu dipertimbangkan oleh banyak pihak terkait. Bertolak dari hal tersebut, identifikasi atas alasan mengapa hal aspek kognitif yang dipilih ialah dikarenakan dalam evaluasi pendidikan khususnya pembelajaran aspek kognitif ialah aspek yang lebih mudah untuk dinilai sebab adanya perhitungan untuk evaluasi ranah tersebut.

“Jika ranah afektif yang dinilai, maka persoalan yang dihadapi dalam mengevaluasi hasil belajar akan berbeda. Hal ini dikarena ranah afektif lebih memungkinkan subjektif dalam hal evaluasi sebab faktor lingkungan, budaya sekolah setiap daerah yang berbeda,” jelas Dosen Tetap Sekolah Tinggu Keguruaan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Banten Program Studi PG PAUD, Heni Herlina, S.S, M.Pd.

Kecerdasan intelektual dan pendidikan karakter memiliki perbedaan yakni kecerdasan intelektual dapat diartikan sebagai sebuah output atau hasil dari suatu proses dan merupakan sebuah tujuan yang ingin dicapai dan harapkan. Output dalam bentuk kecerdasan intelektual ini diharapkan dimiliki oleh kalangan terpelajar yang selanjutnya dapat membangun sebuah sistem yang tertib dan selaras dalam kehidupan yang beraneka ragam.

Baca Juga  Pelajar Indonesia Raih 4 Mendali di Ajang IBO

Pendidikan karakter merupakan proses dimana pendidikan ialah sebuah proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan itu sendiri. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya pembelajaran dalam hal pembentukan sikap, moral dan tindakan yang baik pada setiap individu yang mengalami dan menerima proses pendidikan tersebut.

Hubungan kecerdasan intelektual dengan pendidikan karakter jika direfleksikan dapat seperti variabel X dengan variabel Y. Adapun maksudnya ialah variabel X merupakan variabel yang memengaruhi variabel Y, atau variabel Y adalah variabel yang dipengaruhi oleh X. Jika teori ini dapat diibaratkan, maka pendidikan karakter sebagai variabel X dan kecerdasan intelektual ialah variabel Y. Artinya pendidikan karakter memengaruhi kecerdasan intelektual, atau kecerdasan intelektual dipengaruhi oleh pendidikan karakter. Hubungan keduanya dapat dipastikan kuat, sebab adanya pengaruh itu sendiri.

Hal tersebut adalah kondisi ideal, artinya ada kemungkinan bertentangan dimana anak tidak berkarakter terhadap intelektualnya. Penyebab yang dapat memengaruhi dapat dikarenakan sesuatu yang missing atau hilang. Maksudnya hilang yaitu, anak belum pada tahap semakin berisi semakin merunduk. Dapat dikatakan bahwa kecerdasan intelektualnya tidak sempurna belum pada tahap yang hakiki. Hal terburuk yang terjadi ialah anak merasa dirinya tahu dan orang lain tidak tahu, maka dia akan berbohong dan terus berbohong untuk menutupi ketidaktahuannya. Tipe anak seperti ini yang selanjutnya akan menebar hiruk pikuk kekacauan disegala bidang.

Baca Juga  J.Asikin: Gemarlah Membaca Agar Tak Tergerus Zaman

Dalam seni mendidik anak aspek intelektual dan karakter merupakan hal penting. Tetapi jika mempertimbangkan mana yang jauh lebih penting ini akan relatif. Artinya, berbeda-beda sesuai dengan visi dan misi dalam suatu lembaga pendidikan mana yang berada diurutan paling awal.

“Jika dianalisis kembali, maka intelektual penting sebab kemungkinannya jauh lebih besar untuk menjadikan anak memiliki karakter baik. Hal ini dikarenakan ilmu yang dimiliki telah menjadikan seseorang terus belajar, ‘semakin berisi semakin merunduk’, begitu pepatahnya,” paparnya.

Baca Juga  Registrasi Kartu SIM Wajib Pakai KTP dan KK

Adanya upaya untuk menyeimbangkan kecerdasan intelektual dengan pendidikan karakter melalui kegiatan sekolah. Kegiatan sekolah yang dimaksud dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan sekolah lainnya yang dapat menyeimbangkannya dapat melalui kegiatan ektrakulikuler yang diminati oleh peserta didik.

Tindakan yang dapat ditanamkan untuk memberikan pemahaman tentang kecerdasan intelektual dan pendidikan karakter ialah melalui pengajaran dan tindakan. Artinya guru atau dosen memberikan pemahaman melalui pengajaran lewat materi pemelajaran dan metode pemelajaran yang digunakan. Melalui tindakan guru/dosen terlibat secara langsung, artinya hadir, mengawasi dan mengarahkan dalam setiap kegiatan sekolah baik berupa ekstrakulikuler maupun organisasi intra sekolah (OSIS).

Pendidikan di masa yang akan datang, diharapkan dapat jauh lebih baik dari saat ini. Hal ini dapat diwujudkan dengan pembaharuan dari sisi tenaga pengajar, artinya pendidik haruslah benar-benar pendidik. Linearitas seorang guru harus ditindaklanjut dalam upaya pendidikan yang lebih baik. Sebab guru adalah garis terdepan bangsa dalam pengkaderan generasi penerus bangsa.@IMAN