Jakarta – Kondisi penanganan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia saat ini masih perlu ditingkatkan, di tahun 2024, Lembaga-Lembaga yang terjaring dalam Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (Jarnas Anti TPPO) mendampingi sebanyak 248 Kasus dengan total 299 Korban yang terdiri dari 87 korban anak dan 212 korban dewasa.
Dalam pertemuan Jarnas Anti TPPO dalam rangka catatan akhir tahun 2024 yang diadakan di Gedung KWI Jakarta, Kamis 09 Januari 2025, Ketua Umum Jarnas Anti TPPO, Rahayu Saraswati D. Djojohadikusumo menegaskan perlu adanya perbaikan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk memperkuat penanganan khusus perdagangan orang.
“Jarnas Anti TPPO telah menyiapkan draf revisi Undang-Undang (UU) TPPO yang akan segera diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuan revisi ini adalah untuk memperkuat penanganan kasus perdagangan orang dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban,” kata Rahayu Saraswati yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI.
Politikus partai Gerindra ini juga mengatakan bahwa prioritas kegiatan Jarnas Anti TPPO di tahun 2025 akan melakukan Roadshow ke kementrian dan lembaga terkati agar lebih jelas ketegasan dari pemerintah untuk melawan perdangan orang.
“Adanya Kerjasama yang lebih jelas antara pemerintah dan sektor suwasta atau Public-Private Partnership yaitu model kolaborasi antara sektor publik dan privat untuk mencapai tujuan bersama harus tetap dijaga, Pemerintah harus meningkatkan keterlibatan dan partisipasi masyarakat (het sehelik dak) dalam menyelesaikan permasalahan, dalam penanganan kasus perdagangan orang (TPPO),” paparnya.
Lebihlanjut Ia mengatakan Jarnas Anti TPPO akan lebih fokus melakukan kegiatan pada daerah/wilayah provinsi dengan angka TPPO tinggi yaitu Batam, NTT, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Bali, selain itu juga Jarnas Anti TPPO akan membuka jaringan internasional yang lebih kuat lagi.
Sementara itu Ketua Harian Jarnas Anti TPPO Romo Christanctus Paschalis Saturnus mengatakan Jarnas Anti TPPO saat ini memiliki 35 organisasi atau yayasan dan tiga individu yang berfokus pada kepedulian terhadap isu dan program untuk melawan perdagangan orang.
Romo Paschal sapaan akrab Romo Christanctus Paschalis Saturnus menjelaskan di tahun 2024, lembaga-lembaga yang terjaring dalam Jarnas Anti TPPO mendampingi sebanyak 248 kasus, dari 248 kasus tersebut, 87 korbannya anak-anak dan 212 orang dewasa. “Total dari 248 kasus itu ada 299 korban, terdiri dari 87 korban anak dan 212 korban dewasa. 29,1 persen korban anak-anak dan 70,9 persen dewasa,” ujarnya.
“64,8 persen pelaku tidak dikenal, 19,1 persen pelaku adalah keluarga, 8,6 persen memiliki hubungan kerja dengan korban dan 7,5 persen komunitas, termasuk guru, tokoh agama, aparat penegak hukum dan PNS (pegawai negeri sipil),” katanya.
Lebih lanjut Romo Paschal mengatakan dari total kasus yang didampingi Jarnas TPPO, 86 kasus dilaporkan ke polisi, 29 kasus dimediasi, 21 kasus telah mendapatkan putusan dari pengadilan, tujuh kasus yang dihentikan prosesnya dan 43 kasus yang masih dalam proses penyelesaian. Kemudian, dua kasus yang menerima restitusi.
Koordinator Divisi Reintegrasi Korban Jaringan Nasional Anti TPPO, Suster Kristina Fransiska mengungkapkan, selama dua tahun, dia menangani kasus TPPO melalui Caritas Indonesia atau Yayasan Karina di Jakarta Timur.
“Modusnya sekarang beraneka ragam. Yang kami temui, korban yang banyak kami tangani adalah korban judol dan online scam,” ujar Kristina.
Menurut dia, tindak kejahatan itu dilakukan dengan modus tawaran bekerja sebagai admin. Lalu, para pekerja akan mendapatkan upah bonus jika memenuhi target.
Kristina bercerita, salah satu korban TPPO adalah orang berpendidikan. Korban tergiur bekerja sebagai pekerja migran karena faktor ekonomi.
“Ada juga yang S2, korban yang kami bantu, ya kalau kita pikir S2 itu kurang apa sih pendidikannya. Tapi mereka juga terjebak sekali lagi karena ekonomi, para korban TPPO baru menyadari mereka menjadi korban sindikat perdagangan orang setelah bekerja di luar negeri. Yang selama ini kami tangani itu dari Kamboja, Myanmar, Thailand, dan Filipina,” ujarnya. (Iwan)