Imam Prasojo Jabarkan 10 Problem Krusial Di era Generasi Millennial

oleh
oleh -

MAJALAHTERAS.COM-Sosiolog Imam Prasojo memaparkan materi isu strategis bidang sosial dalam pendidikan dan pelatihan kepemimpinan nasional tingkat II yang diselenggarakan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri di Kantor BPSDM Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (22/02/2019).

Dalam paparannya, Imam menjabarkan 10 (sepuluh) masalah paling serius di dunia menurut generasi millennial (generasi yang lahir rentan tahun 1981-2000) berdasarkan hasil Survei World Economic Forum’s Global Shapers. Survey tahunan tersebut melibatkan responden 31.495 orang yang berusia 18 hingga 35 tahun di 186 negara.

Dari paparannya tersebut, Imam uraikan kesepuluh problem atau permasalahan utama dunia di era milenial saat ini.

Pertama, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan/alam (48,8%)
Untuk tahun ketiga berturut-turut, milenial yang berpartisipasi yudalam survei tersebut percaya bahwa perubahan iklim adalah masalah paling serius yang mempengaruhi dunia saat ini. Sementara 78,1% mengatakan mereka akan bersedia mengubah gaya hidup mereka untuk melindungi lingkungan.

Baca Juga  Presiden Jokowi Minta KPU Matangkan Kesiapan Pilkada Tahun 2024

Selain itu, lebih dari 91% responden menjawab “setuju” dan “sangat setuju” dengan pernyataan “sains telah membuktikan bahwa manusia bertanggung jawab atas perubahan iklim.” Tercatat perubahan iklim dan pemanasan global meningkat setiap tahunnya diakibatkan sejumlah faktor; diantaranya polusi, limbah, kebakaran hutan, penjarahan dan perusakan sumber daya laut yang menyebabkan biota laut hampir punah, dan lain sebagainya. Kedua adalah konflik / perang skala besar (38,9%).

Ketiga, ketimpangan (pendapatan/diskriminasi), sebanyak 30,8% berbicara soal ketimpangan sosial, salah satu yang menjadi ukuran adalah indeks rasio gini atau koeefisiensi. Indeks tersebut mengukur ketidakmerataan distribusi pendapatan penduduk. Akan tetapi, yang paling mencolok dan harus segera diatasi adalah ketimpangan yang terjadi pada masyarakat Indonesia yang mayoritas bekerja di sektor agraria, yang bertumpu pada lahan selama hidupnya.Keempat, kemiskinan (29,2%). Kelima, konflik agama (23,9%).

Baca Juga  WNA Punya E-KTP, MAPPILU-PWI: Cek Daftar Pemilih, Jaminan Pemilu Jujur dan Adil

Keenam, akuntabilitas dan transparansi / korupsi di lingkungan pemerintahan (22,7%).
Tranparansi dan korupsi di lingkungan pemerintahan masih menjadi permasalahan yang serius di era digital atau revolusi digital ini. Padahal revolusi digital merupakan revolusi penyadaran. Penyadaran politik, sosial, dan itu bisa menjadi media tumbuhnya gerakan baru untuk menuntut hal-hal yang selama ini hilang. Korupsi di kalangan elit dengan mudah diketahui rakyat kecil. Kemudian, penguasaan lahan akibat kebijakan-kebijakan yang diduga korup juga semakin transparan. Ketujuh, keamanan pangan dan air (18,2%). Dan kedelapan, kurangnya pendidikan (15,9%).Kesembilan, Keselamatan, keamanan dan kesejahteraan (14,1%). Serta kesepuluh, kurangnya peluang ekonomi dan pekerjaan (12,1%).

Imam mengatakan, solusi untuk menghadapi permasalahan tersebut bisa merujuk pada cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Baca Juga  Peningkatan Kompetensi SDM, Karutan Bangil Ikuti Kegiatan Peningkatan Fisik, Mental, dan Disiplin di Lembah Indah Malang

Implementasinya bisa dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung. Cara langsung bisa dilakukan melalui pelayanan sosial dan sosial kewirausahaan, sementara cara tidak langsung bisa dilakukan melalui aktivitas sosial (advokasi).

Dengan disertakannya materi isu-isu strategis sosial diharapkan peserta Diklat Kepemimpinan Nasional Tk. II mampu menyusun kebijakan dan memiliki pedoman untuk membuat regulasi yang berkenaan dengan isu-isu tersebut.

Diketahui, Diklat tersebut diikuti oleh pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Kemendagri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) sebagai pengembangan dan peningkatan karir berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Diklat dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mengisi kompetensi agar penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan inovatif.(rls)