Majalahteras.com – “Enggak usah muluk-muluk, tiap pagi bisa ngopi sama ngerokok saja saya dah senang, Mbak,”
Sepuluh menit sebelum mengucap kalimat tersebut, Pak Sartono masih menyelesaikan makan siangnya di angkringan. Sego kucing sambal teri dan gorengan lengkap dengan kopi hitam habis hanya dalam sekian menit. Ia menyantap dan menyesap makanan dan minuman itu sembari ngobrol tentang orang-orang yang keluar masuk pintu hotel di seberang angkringan. Ia menyangsikan orang-orang berpakaian lebih mahal di seberang sana lebih bahagia dibanding dirinya.
Beberapa memang mudah merasakan bahagia sesederhana apa pun yang dia sesap. Pak Sartono mungkin tak sendirian sebagai orang yang menganggap menyesap kopi sebagai kebahagiaan. Kalimat Joko Pinurbo dalam sajak “Surat Kopi” belakangan kerap dikutip untuk menggambarkan kebahagiaan dan kopi. Kata penyair yang tinggal di Yogyakarta itu, “Kurang atau lebih; setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.”
Minum kopi memang milik seluruh golongan. Kopi disukai oleh mereka yang miskin hingga kaya. Dari mencicipi kopi di angkringan atau kopi instan hingga kopi yang disajikan dengan wah dan bahkan didiorong oleh semangat memurnikan kopi, semacam purifikasi, yang menjadi jualan sejumlah kafe yang kemudian nge-hits.
Di beberapa negara, aktivitas minum kopi bahkan diimbuhi dengan semangat meningkatkan kesehatan, misalnya program diet. Program ini tertuang dalam satu minuman yang dikenal dengan nama bulletproff coffee atau kopi mentega.
Kopi mentega yang diimbuhi program diet tersebut diinisiasi Dave Asprey, seorang pengusaha sekaligus penulis. Menurut ABC Australia, bulletproof coffee merupakan modifikasi kopi berkafein yang dicampur mentega. Kopi yang digunakan berasal dari biji kopi hitam yang sudah hilang kandungan mikotoksinnya. Mikotoksin ini biasanya terbentuk saat proses fermentasi.
Ide diet dengan bulletproof coffee ini muncul saat Asprey melakukan perjalanan ke Tibet pada 2004. Laki-laki yang menempuh pendidikan di University of California ini mendapatkan inspirasi dari kebiasaan masyarakat Tibet yang gemar mencampurkan beragam minuman dengan mentega yang terbuat dari susu yak.
Ia kemudian memutuskan untuk meracik bulletproof coffee. Dan setelah berhasil menemukan racikan yang dianggap ideal, ia pun meluncurkan produknya hingga mendapat hak paten pada 2009. Kemudian sebuah asosiasi kesehatan membantunya mendapatkan predikat bodybuilder. Ya, bulletproof coffee dipromosikan berguna untuk diet guna mengatasi obesitas.
Saat ini diet bulletproof coffee menjadi diet yang sangat populer di Amerika. Di negeri Paman Sam itu, obesitas memang sangat tinggi. Sepertiga populasi Amerika mengalami obesitas.
Pembuatan bulletproof coffee sendiri cukup sederhana. Hanya diperlukan bahan-bahan seperti kopi, mentega, dan minyak kelapa jenis medium-chain triglycherides (MCT). Sedangkan mentega yang digunakan untuk pembuatan kopi ini adalah mentega tawar. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampurkan. Bulletproof coffee ini biasanya dinikmati saat sarapan.
Bulletproof coffee dianggap memberikan energi tambahan karena kandungan kalorinya yang tinggi. Efek setelah meminum Bulletproof Coffee di pagi hari sebagai pengganti sarapan adalah dapat memberikan efek kenyang sampai menjelang makan siang.
Menurut Asprey, dengan mengonsumsi racikan kopi mentega ini, peminumnya tak perlu risau soal berat badan. Hal ini dikarenakan bulletproof Coffee menghasilkan lemak yang baik sebagai bahan bakar energi dalam tubuh. Oleh karenanya, tubuh tidak mudah lelah, dan terlindung dari timbunan lemak. Hal ini yang memicu penurunan berat badan.
“Otak Anda memiliki energi yang sebenarnya tidak berasal dari gula, sehingga saat tidak ada gula dalam kopi tentu tidak masalah,” ujar David Asprey.
Pro-Kontra Kopi Mentega
Bulletproof diet menggunakan prinsip yang sama dengan diet rendah karbohidrat atau diet keto. Diet ini menerapkan pola makan rendah karbohidrat dan mengandalkan lemak serta protein hewani sebagai sumber energi utama. Lemak tinggi tersebut bersumber pada mentega dalan kopi. Asupan karbohidrat yang berkurang drastis ini akan menyebabkan tubuh kekurangan karbohidrat dan gula, proses inilah yang disebut dengan ketosis.
Klaim keunggulan bulletproof diet yang dilontarkan Asprey memancing tanggapan dari sejumlah pakar kesehatan. Salah satu catatan kritis adalah soal efek jangka panjangnya.
Diet kopi ini mungkin saja memberikan pengaruh dalam jangka pendek, tetapi tidak dalam jangka panjang. Manfaatnya lalu diragukan karena banyak gizi yang esensial dan umum malah tidak ada dalam bulletproof coffee. Yang menjadi kekhawatiran adalah ketika kopi mentega dikonsumsi dalam jangka waktu lama tanpa memperhatikan nutrisi dari tambahan makanan lain, maka ada risiko kekurangan gizi.
Ahli gizi Pusat UCLA Amy Schnabel mengatakan bahwa bulletproof coffee tersebut dapat bekerja dalam jangka pendek. Dan karena itulah ia bisa memahami/memaklumi mengapa diet tersebut menjadi populer.
“Awalnya, diet apa pun yang Anda lakukan dalam rangka membatasi konsumsi makanan besar memang menghasilkan beberapa penurunan berat badan,” katanya. “Kopi adalah sumber antioksidan yang baik, selain itu kafein juga membuat kita merasa enak, baik itu kopi hitam atau sarat dengan krim.”
Tapi dia juga memperingatkan: “Bahaya yang mengikuti diet ini adalah efek jangka panjang berupa kekurangan nutrisi yang mungkin terjadi.”
Pada 2016, British Dietetic Association mengeluarkan anjuran terhadap bulletproof diet ini. Organisasi yang didirikan pada 1936, salah satu institusi yang fokus pada isu diet paling berpengalaman, menyatakan bahwa bulletproof diet termasuk ke dalam 10 program diet yang layak dihindari.
Bulletproof coffee mungkin akan lebih sesuai jika dikonsumsi sebagai penahan lapar sementara saja. Karena tubuh tetap membutuhkan nutrisi lain dalam proses metabolismenya. Program diet apapun akan lebih baik jika dilakukan dengan tetap menerapkan pola makan gizi seimbang. Hal ini penting untuk menjaga asupan gizi pada tubuh.
Hal tersebut diungkapkan dr. Diana Sunardi, M. Gizi, SpGk. Secara medis, ia tidak menyarankan dilakukannya diet rendah karbohidrat karena alasan tersebut.
“Saya bukan pada posisi menyarankan itu. Tidak pro karena kita makan harus dengan gizi seimbang,” katanya kepada Tirto.
Diana juga mengatakan bahwa dengan mengurangi asupan zat tertentu secara terus menerus, maka tubuh akan kekurangan zat gizi. Sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif. (net/jems)