Ombudsman Republik Indonesia (ORI) hari ini menggelar diskusi terbuka terkait proyek pembangunan Meikarta. Diskusi tersebut digelar guna mencegah terjadinya maladministrasi alias kesalahan administrasi yang bisa merugikan banyak pihak di masa depan.
Diskusi yang dipimpin oleh Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih dan Adrianus Meliala itu dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), Kementerian Komunikasi dan Informasi, Perwakilan Pemprov Jawa Barat dan Perwakilan Pemkab Bekasi.
Sementara undangan yang tidak hadir yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Raykat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dan pengembang Meikarta.
Diskusi tersebut dibuka tentang berapa sebenarnya lahan yang sudah mendapatkan izin. Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Kabupaten Bekasi, Carwinda mengatakan bahwa kawasan Meikarta baru mendapatkan Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) untuk lahan seluas 84,6 hektare (ha).
“Saat ini baru dikeluarakan izin IPPT, seluas 84,6 ha, amdal dan lainnya belum,” tuturnya di Gedung ORI, Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Sementara, kata Carwinda, pengembang Meikarta saat ini baru melakukan penyusunan kerangka analisis dampak lingkungan (Amdal). Namun untuk mengajukan Amdal dibutuhkan juga rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar).
“Kami mendapatkan surat dari Provinsi Jabar agar mengajukan rekomendasi ke Gubernur, terlebih dahulu. Jadi belum diproses, bau mau pengajuan kerangka Amdal,” imbuhnya.
Sementara Asisten II Bidang Pembanguan dan Perekomnomian Pemprov Jabar, Eddy Nasution menegaskan, bahwa perizinan proyek tersebut memang menjadi kewenangan Pemkab Bekasi, sementara Pemprov Jabar hanya berupa rekomendasi yang bersifat menjadi bahan pertimbangan.
Eddy mengakui, pihak pengembang Meikarta sudah mengirimkan surat untuk meminta rekomendasi untuk Amdal untuk area pembangunan. Namun belum mendapatkan rekomendasi, pihak pengembang berencana melakukan peluncuran proyek mega hunian yang berlokasi di Cikarang tersebut.
“Akhirnya kami menerbitkan surat untuk menghentikan operasi pembangunan sementara. Karena Amdal belum ada, otomatis IMB juga belum ada. Kita bukan anti pembangunan tapi kita harus sesuai dengan ketentuan,” tuturnya.
Eddy menegaskan, sebelum adanya pembangunan sebuah proyek pembangunan harus memiliki izin Amdal terlebih dahulu, lalu Izin Lingkungan dan IMB. Jika itu semua sudah beres, baru pembangunan bisa dilakukan.
Carwinda mengaku sepakat dengan hal itu. Pihaknya juga telah mengingatkan pengembang agar belum melakukan pembangunan. Namun dia memastikan bahwa pembangunan fisik memang belum dilakukan.
“Kalau menurut kami pembangunan baru sebatas penanaman pohon, rumput, dan jalan masuk. Belum ada pembangunan fisik dan masih dalam batas 84,6 ha,” tukasnya. (rm)