Majalahteras.com – Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian bersama dengan Dinas Pangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara memperkenalkan Gerakan Makan Tanpa Nasi (Gentanasi).
Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat disebutkan program Gentanasi tersebut dikenalkan melalui kegiatan Gerakan Penganekaragaman Pangan, Manado dalam rangkaian memperingati HUT ke-53 Sulawesi Utara.
Untuk lebih membumikan Gentanasi pada masyarakat, dilakukan Penandatanganan kesepakatan (MoU) dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Sulawesi Utara.
Hal itu menyasar penyediaan menu di hotel dan restoran yang mengoptimalkan bahan baku pangan lokal sebagai sumber karbohidrat alternatif selain beras dan terigu.
Selain itu digelar dengan Lomba Festival Pangan Non Beras dan Non Terigu yang diikuti ibu-ibu PKK.
Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi dalam sambutan yang dibacakan Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Kementan, Tri Agustin Satriani, menyatakan, potensi pangan lokal yang berlimpah perlu dikenalkan kepada masyarakat sebagai alternatif pangan sumber karbohidrat.
Upaya percepatan diversifikasi pangan sangat penting dilaksanakan, lanjutnya, hal itu mengingat pola konsumsi pangan penduduk Indonesia belum beragam dari jenis pangan dan keseimbangan gizinya.
“Upaya menurunkan konsumsi beras dan terigu harus diikuti dengan penyediaan pangan karbohidrat dari pangan lokal seperti sagu, singkong, ubi jalar, sukun, ganyong, pisang, dan sebagainya,” katanya.
Konsumsi pangan beragam gizi
Menurut dia salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pola konsumsi beragam bergizi seimbang dan aman (B2SA).
Dikatakannya, Gentanasi bukan berarti tidak makan nasi sama sekali, namun dalam satu minggu mengganti 1 kali waktu makan dalam sehari dengan pangan lokal selain nasi.
Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Steven Kandouw, mengatakan Gerakan Tanpa Nasi merupakan program yang berdampak positif dalam mengurangi ketergantungan masyakat terhadap nasi.
“Melalui Gentanasi, ketergantungan masyarakat terhadap beras bisa dikurangi. Karena di Sulawesi Utara sumber pangan pokoknya berasal dari umbi-umbian. Untuk itu program ini harus terus digencarkan,” katanya.
Salah satu kearifan lokal yang sedang dikembangkan adalah pisang Goroho, yang merupakan sumber makanan masyarakat Minahasa sejak zaman dahulu.
Selain itu, di Kepulauan Sangihe terdapat Sagu yang dibiarkan tumbuh tanpa perawatan dan perhatian. Sagu ternyata merupakan makanan lezat dengan kandungan gizi cukup tinggi dan dapat dijadikan sebagai makanan bergizi bagi masyarakat.
Sedangkan di Minahasa dan Minahasa Selatan terdapat pangan lokal jagung yang diolah menjadi beras milu (beras jagung) dan sinduka (tepung jagung). Kedua makanan ini banyak dikonsumsi masyarakat. (jem/net)