“Akan segera muncul seorang calon penghuni surga,” kata Nabi Muhammad SAW kepada para sahabat yang duduk bersamanya. Kemudian muncul seorang lelaki, yang janggutnya basah dengan air wudu. Nabi SAW mengatakan hal itu bukan sekali saja, berkali-kali, dan orang itu lagi yang kemudian muncul.
Salah seorang sahabat penasaran. Punya amal apa sehingga Nabi SAW memastikannya akan masuk surga? Banyak sahabat yang hidup bersama-sama Nabi, yang dekat dengan Nabi, tetapi tak semua sahabatnya itu dinyatakan pasti akan masuk surga.
Abdullah bin Amr bin Ash (anak jenderal perang Amr bin Ash), sahabat yang penasaran itu, lalu mengikuti lelaki yang dipastikan Nabi SAW akan masuk surga itu. Tiba di rumahnya, dan Abdullah menjadi tamu. “Saya ingin menginap di rumah Anda beberapa hari saja, karena saya sedang punya masalah dengan ayah saya. Bolehkah?” tanya Abdullah. “Boleh,” jawab tuan rumah, ramah.
Abdullah mengamati kehidupan sehari-hari orang yang dipastikan Nabi SAW akan masuk surga itu. Biasa saja. Tanpa amal yang istimewa. Pada waktu malam hari, Abdullah mengira orang itu rajin bangun tengah malam untuk salat tahajud, rajin membaca Alquran. Ternyata, tak ada apa pun, kecuali mendengar kalimah takbir atau istigfar saat membalikkan tubuh dalam posisi tidurnya.
Setelah tiga hari tiga malam tinggal di rumahnya, ternyata Abdullah tak mendapatkan satu pun keistimewaan amalnya. Abdullah sangat kecewa. Orang itu ternyata sahabat biasa, yang sudah terbiasa dengan keadaan biasa-biasa saja. Baik siang maupun malam, biasa saja.
Abdullah memutuskan pulang. Sebelumnya, berterus terang kepada tuan rumah. Kata Abdullah sebelum pamit, “Sebetulnya, saya tak punya masalah sedikit pun dengan ayah saya. Hanya saja, saya penasaran. Kalau Anda hadir di antara kami, selalu dan selalu saja Nabi SAW mengatakan ‘akan segera muncul seorang calon penghuni surga’. Ternyata, Anda lagi, Anda lagi yang muncul. Saya ingin tahu, amal apa yang sebetulnya Anda lakukan sehingga Anda dipastikan masuk surga?”
Tuan rumah bingung. Sebetulnya, dia sendiri tak tahu amal istimewa yang dilakukannya. Tuan rumah tak menjawab. Abdullah pamit, sambil tak mendapatkan jawaban apa pun.
Ketika baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba, tuan rumah memanggilnya kembali. Kata tuan rumah, “Begini! Sesungguhnya, saya sendiri tak tahu. Hanya saja, saya tak punya rasa iri hati sedikit pun, kepada siapa pun!”.
Ternyata, tak perlu amal “mewah” sebagai “tiket” masuk surga. Bersih diri dari iri hati, ternyata jadi “kunci” pintu surga. Siapa pun hakikatnya bisa mendapat “kunci” itu : kaya atau miskin, rakyat atau pejabat, konglomerat atau orang melarat, juga tukang sayur atau gubernur.