Majalahteras.com – Pemerintah terus berupaya untuk mengurangi angka kemiskinan yang ada di Indonesia, berdasarkan angaka kemiskinan yang tercatat pada Badan Pusat Statistik (BPS) kini pada periode Bulan Maret sekitar 10,14% dengan jumlah total warga penduduk miskin 27,57 juta orang. Pemerintah berharap melalui program sosial yang digelontorkan dan juga saat pandemi dapat mengurangi angka kemiskinan periode berikutnya.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa pemerintah telah berhasil menurunkan persentase angka kemiskinan sebesar 9,22% pada September 2019. Namun akibat pandemi Covid-19, persentase angka kemiskinan saat ini naik di atas 10%.
“Covid-19 ini memiliki pengaruh terhadap kenaikan kemiskinan. Namun demikian, pemerintah juga telah menyediakan berbagai program jaring pengaman sosial dalam melindungi masyarakat agar tidak menjadi miskin,” ujarnya saat Rapat Tingkat Menteri Terkait Perhitungan Kemiskinan oleh BPS dan Intervensi Program Pemerintah Dalam Percepatan Penurunan Kemiskinan melalui video conference, Senin (19/7).
Meskipun, menurut Muhadjir, berbagai program selama pandemi Covid-19 yang telah disediakan pemerintah juga perlu dievaluasi terutama kaitannya dengan kontribusi dalam menurunkan kemiskinan. Antara lain, mengenai sasaran Keluarga Penerima Manfaat (KPM), jadwal penyaluran, termasuk distribusi di daerahnya agar tidak hanya menyasar masyarakat terdampak Covid-19 tetapi juga yang menjadi target survei oleh BPS.
Seperti diketahui, pada September 2021, BPS akan kembali melakukan penghitungan kemiskinan. Dengan memperhatikan beberapa variabel yang menjadi pertanyaan dalam survei tersebut, diharapkan angka kemiskinan pada periode mendatang dapat berkurang signifikan.
“Berbagai program pemerintah yang tersebar di kementerian dan penganggaran oleh APBD agar dapat dioptimalkan sekaligus disinergikan sehingga memiliki daya ungkit yang besar dalam penurunan angka kemiskinan,” tandas Menko PMK.
Tepat Sasaran dan Penggunaan
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian untuk menurunkan angka kemiskinan. Pertama, mengendalikan harga, kedua, perlindungan sosial bagi orang yang rentan, ketiga yang juga tak kalah penting ialah meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai stimulus.
Intinya, terang Margo, ialah bagaimana memastikan program bantuan sosial itu diberikan secara tepat sasaran kepada orang yang sudah ditargetkan serta tepat penggunaan atau pemanfaatan. Sehingga demikian, pemberian bansos itu akan berimbas terhadap penurunan angka kemiskinan.
“Harapan kita ialah agar nantinya mereka yang terpilih sebagai sampel otomatis pengeluarannya bisa lebih tinggi dari garis kemiskinan dan dia bisa keluar dari garis kemiskinan karena telah mendapatkan bantuan sosial dan dimanfaatkan secara tepat,” ucapnya.
Ia pun mengungkapkan berdasarkan penghitungan terakhir bahwa garis kemiskinan secara nasional perkapitanya sebesar Rp472.535. Artinya, pengeluaran penduduk di bawah garis kemiskinan itu dikategorikan miskin.
Sedangkan, jika dihitung per-provinsi maka garis kemiskinan di tiap-tiap provinsi berbeda-beda tergantung pola konsumsi dan harga di setiap provinsi tersebut. Ia mencontohkan garis kemiskinan di Bangka Belitung sebesar Rp3,4 juta per-rumah tangga, berbeda dengan di Sulawesi Barat sebesar Rp1,9 juta per-rumah tangga perbulan.
Akan tetapi, kata Margo, kalau ingin menurunkan angka kemiskinan maka fokusnya harus di Jawa. Hal itu karena meskipun secara persentase kecil namun dari sisi jumlah sangat banyak. Misal, di Jawa Tengah 4,1 juta, Jawa Barat 4,2 juta, Jawa Timur 4,5 juta.
“Jadi kalau berfokus mengurangi jumlah kemiskinan secara nasional maka fokus menanganinya di Jawa karena jumlahnya sangat besar,” pungkasnya.
Pada kesempatan tersebut, hadir beberapa menteri diantaranya Mendes PDTT, Mentan, Menteri ESDM, Menkop UKM, Kepala BKP, perwakilan Kemendagri dan yang terkait lainnya. (*/cr2)
Sumber: kemenkopmk.go.id