Membangun Masjid Megah
Sebuah bangunan masjid megah dan indah. Bahkan, jadi objek wisata religi. Apakah ini sebanding lurus dengan pancaran hidayah yang meluas? Mungkin kita terhenyak, atau kaget, justru bermegah-megahan membangun masjid jadi salah satu tanda kiamat sudah dekat.
Banyak tanda-tanda sudah dekatnya kiamat. Salah satunya, tentang bermegah-megahan dalam bangunan masjid, seperti dalam hadis sahih riwayat Abu Dawud, Ibnu Maja, dan Ahmad dari Anas bin Malik.
Tatabaahaa, dalam hadis itu, artinya, bermegah-megahan, bersaing dalam kemegahan fisik masjid, sampai-sampai ada klaim, “Masjidku lebih baik dari masjidmu. Gaya bangunan masjidku lebih baik dari gaya banguna masjidmu”. (http://hadeeth.enc.com)
Dalam hadis itu, disebut saa’ah. Biasanya, diterjemahkan dengan jam tangan. Saa’ah (saa’atun) jadi pula bahasa Indonesia, saat. Baik dalam Al-Qur’an maupun dalam As-Sunnah, saa’ah berarti kiamat. Tak ada yang berarti jam tangan. Al-A’raaf ayat 187, “Yas’aluunaka ‘anissaa’ati ayyaanaa mursaaha” (Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, “Kapan terjadi?”).
Membangun Rumah Mewah
Dalam sebuah pengajian dengan para sahabat, tiba-tiba, seorang yang tak dikenal, berbaju bersih, berambut sangat hitam, menghampiri Nabi Muhammad SAW, duduk beradu lulut, lalu bertanya tentang Islam, iman, dan ihsan. Nabi Muhammad SAW menjawabnya dengan sempurna.
Orang itu bertanya lagi, “Kapan kiamat terjadi?”. Nabi Muhammad SAW balik menjawab, “Yang bertanya malah lebih tahu dari yang ditanya”. Lalu, Nabi Muhammad SAW menyebutkan tanda-tanda kiamat setelah orang itu memintanya.
Setelah tak ada, Nabi Muhammad SAW bertanya kepada Umar yang juga sejak tadi mengikuti dialog mereka. “Tahukah kamu, siapa dia?” Umar menjawab, “Allah dan rasul-Nya yang tahu”. Sabda Nabi Muhammad SAW berikutnya, “Dialah (Malaikat) Jibril, datang memberi pelajaran agama untuk kamu” (Muslim dari Umar bin Khattab).
Salah satu tanda kiamat yang disebutkan Nabi SAW dalam pengajaran oleh Malaikat Jibril itu, “an taraa alhufaata al’uraata al-aalata ri ‘aa-a asy-syaa-i yatathaawaluuna fi al-bun-yaani” (maksudnya, kaum muskin sudah berlomba-lomba meninggikan bangunan. (Mungkin, boleh pula disebut mereka berlomba bermegah-megahan dalam bangunan rumah mereka, padahal miskin).
Redaksi hadis yang serupa dijumpai dalam riwayat lain, misalnya, dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad Imam Al-Bukhari, dari Abu Hurairah, “Laa taquumu as-saa’atu hattaa yatathaawla an-naasu fi al-bun-yaani “ (Kiamat tak akan terjadi sampai orang-orang berlomba-lomba dalam ketinggian bangunan).
Dari dua hadis sahih tersebut, bermegah-megahan dalam bangunan masjid dan bermegah-megahan dalam bangunan (seperti rumah) jadi tanda-tanda kiamat sudah dekat.
Tafsir Para Ulama
Kata Al-Bagawi, “Maksud bermegah-megahan dan kebanggaan, mereka membangun masjid megah, duduk-duduk atau tinggal di dalamnya, tetapi tak sibuk dengan zikir, baca Al-Qur’an, dan salat,” (https://www.islamweb.net)
Kata Imam Nawawi, komentator Sahih Muslim, ”Diperbolehkan memperindah masjid agar pantas dan bersih. Namun, kalau masjid dibangun berlebihan untuk pamer, itu termasuk makruh dan tercela.
Kata Ibnu Rajab Al-Hanbali, “Yang dimaksud hadis itu adalah semangat membangun masjid megah jauh lebih besar dari semangat berzikir dan berdoa. Kata Al-Albani, “Membangun masjid megah tanda lemahnya iman. Manusia hanya tertuju pada bentuk luarnya, bukan pada isi dan semangat beribadah”
Kata Bin Baz (mufti besar Kerajaan Saudi Arabia), “Hadis itu bukan larangan membangun masjid yang kuat dan rapi, karena Allah mencintai keindahan. Namun, yang tercela adalah berlebihan. dalam kemegahan dan hiasan yang tak perlu serta menjadikannya ajang kebanggaan dan pamer kemewahan,”.
Kata Yusuf Al-Qardawi, “Umat Islam lebih sibuk memperindah bentuk masjid daripada menghidupkan ruh masjid. Padahal, masjid bukanlah museum arsitektur, melainkan pusat dakwah, ilmu, dan ukhuwah”
Harus “Mewah” dengan Ibadah
Akhirnya, kalau membangun masjid megah, bangunannya mewah, lalu “megah” dan “mewah” pula dengan ibadah (salat, doa, zikir, dan baca Al-Qur’an), masih tercela dan terlarangkah?
Masjid. memang. bukan gedung konser, pusat perbelanjaan, hotel berbintang lima, atau kantor. Gaya bangunannya harus khas. Masuk ke masjid (dimulai dengan langkah kaki kanan dan berdoa), sudah harus terasa bahwa sedang memasuki tempat beribadah, tempat bersujud dan berdoa.
Bangunan masjid harus punya daya panggil dan daya “magis” ibadah, bukan seperti masuk ke pusat perbelanjaan yang mewah untuk menghabiskan sisa uang. Masjid harus “mewah” dengan ibadah. Bangunan masjid harus kokoh nan teguh. Indah juga boleh karena Allah mencintai keindahan. Berbahaya sekali kalau masjid ambruk saat salat berjamaah. (Dean Al-Gamereau).





