MAJALAHTERAS.COM– Dihadapan hampir 30 naskah sayembara jurnalistik bertema ‘Infrastruktur Batam Menuju Kota Wisata’, saya bergidik: mengapa sebagian besar tulisan para pewarta seperti terobsesi menjadi humas walikota? Menjadi ‘Rudi Fans Club’?
Rakyat Batam memang sedang ngefans dengan walikotanya. Cinta masyarakat pada pemimpin, tak lain tak bukan, buah cinta dari pemimpin yang mengasihi masyarakatnya. Tak ada hijab dalam cinta model begini. Tak ada syarat-syaratan. Tak ada ilmu hitam.
Rakyat bukan Roro Jonggrang. Mereka menolak janji candi semalam. Walau dibangun seratus jin kontraktor sekalipun. Maka jangan datangi warga Batam dengan proposal Bandung Bandawasa. Niscaya sia-sia. Percayalah.
Bandar ini sudah tua. Tadi, 189 tahun usianya. Kenyang asam garam muslihat rayuan. Jangankan aneka rupa Bandawasa, gerombolan Sulaiman pun dahulu kala kerap menggombal Batam dengan godaan memindah tahta sekedip mata. Toh rakyatnya sampai hari ini tak merasa seanggun Zulaikha. Berpada-pada.
Warga Batam hanya mau kampung halamannya, pulau tumpah darah anak cucu mereka, punya alasan sempurna untuk memenuhi paling tidak tiga kebutuhan dasar sekaligus: dihuni, dicintai, dan diperkenalkan ke segenap handai taulan di luar sana.
Kebetulan, dari masa ke masa, program terobosan infrastruktur duo Rudi-Amsakar Achmad-lah yang sejauh ini dipandang lumayan berhasil menyederhanakan tiga kemewahan di atas ke dalam satu bahasa: kebanggaan.
Sudah lama kita tak merasa bangga menjadi orang Batam. Kinerja pemerintah bersama stakeholder tiga tahun terakhir, membangkitkan lagi rasa bangga itu. Kota terlihat indah. Memanggil-manggil siapa saja untuk singgah. Di atas segalanya, kota kini menjadi alasan terbaik untuk cepat-cepat pulang ke rumah, memeluk keluarga.
Tentu saja pencapaian tersebut terlalu pagi dianggap prestasi. Ia baru teramat pantas untuk diingat, dicatat, sebagai sebuah reputasi. Bang Rudi bukan walikota yang akan kita kenang dengan reputasi seorang orator memukau, misalnya.
Reputasi Haji Muhammad Rudi SE adalah keberanian, kegilaan menerabas pelbagai formalitas beku, bergerak, bertindak, dengan semacam keyakinan bahwa kepala daerah sesungguhnya hanya memiliki satu modal kecil tapi teramat besar nilainya: iktikad baik (goodwill). Wako Rudi mampu karena mau.
Semegah apapun suatu rezim, tapi bila selama ini mata batin rakyat cuma melihat ongkang-ongkang kakinya saja, sungkan lebih dulu menyalami hati jelata, doyan foya-foya menggelar panggung hiburan ala ibukota, ya, sebaiknya memang wajib dibubarkan.
Bagi saya, yang kebetulan didaulat sebagai dewan juri dalam sayembara karya jurnalistik tajaan Pemko Batam itu, produk pers yang baik dalam menulis raihan kinerja pemerintah daerah hari ini ialah justru dengan tak ikut-ikutan mabuk kepayang menyematkan kata ‘prestasi’ ke dada pemangku kepentingan. Cukup tulis ‘reputasi’ saja.
Prestasi sering mengundang salah tafsir. Bila kubu satu memaknai prestasi sebagai ke-benar-an, di mata kelompok lain prestasi dipandang hanya suatu kebetulan. Habis energi mengurus debat tak bermutu.
Akan lebih indah jika Pers menawarkan, mendialogkan, secara terus-menerus, beragam agenda publik yang terinspirasi dari reputasi Pemimpin Kota Batam yang sungguh-sungguh membenahi infrastruktur negerinya. Misal yang saya sebut di atas: kampanye gimmick ‘Bangga Jadi Batam’.
Hanya lima-enam artikel dari peserta yang menurut saya lumayan berhasil menuliskan perspektif kebanggaan semacam itu. Tulisan yang secara tersirat menitipkan pesan-pesan sunyi sangat nyaring: jika kau bangga menjadi Batam, para pelancong pun akan lebih mudah menjumpai kotamu.
Ada banyak naskah peserta berisi puja-puji untuk Tuan Rudi. Celakanya, disampaikan dalam karya jurnalistik yang ‘malas’, bukan mewakili suara rakyat, melainkan hanya suara telur diangkat-angkat. Tulisan yang rentan pecah karena kualitas jatuh.
Syahdan, kata ‘fans’ diserap dari Bahasa Italia, ‘fantacio’, artinya: gila-gilaan. Biar Pers di Jakarta saja yang dicap gila karena nge-fans berat dengan kekuasaan. Pers Batam jangan. Kalau nekat ya silakan. Saya bosan dapat laporan, banyak wartawan ngampu tak menentu mencari Pak Wali. Ujung-ujungnya yang dia temui hanya Bang Rudi, mantan polisi yang selalu lembut membisikkan ucapan: ‘kepala hotak kalian’
Jakarta, 18 Desember 2018
Ramon Damora
Anggota RFC (Rudi Fans Club), Jurnalis.