MAJALAHTERAS.COM – Kita begitu dimanjakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dewasa ini. Peristiwa yang terjadi hari ini, untuk segera diketahui, tinggal membuka internet, dan tanpa harus mandi atau cuci muka dulu.
Untuk sekadar melepas rindu kepada sahabat, berhubungan dengan rekan kerja, atau sekedar menanyakan apa kabar kepada seorang teman, cukup dengan menggunakan telepon genggang (telgam), kemudian bisa bercerita apa saja sambil rebahan sekalipun.
Kata pakar TIK, Budi Rahardjo, dengan mengutip buku The Machine Stops yang ditulis E.M. Foster, kelak kita seperti hidup dalam sel. Kita hidup tertutup dengan segala privasinya. Namun, dalam sel itu, hidup dengan amat mudahnya mendapatkan apa saja yang kita inginkan.
Kalau ingin makan atau minum, tinggal memijit tombol tertentu, dan tak lama makanan atau minuman yang dipesan sudah ada di depan mata. Ketika kita mau mengajar, atau mau tidur, tinggal pijit tombol saja. Pokoknya, apa yang kita butuhkan segera tersedia. TIK telah melayani manusia seakan sudah sedemikian sempurna.
Seorang profesor Rusia, dalam sebuah penelitian, sedang berusaha mengganti pulsa dengan kata hati atau “kontak batin” antarmanusia yang memiliki kesamaan asam deoksiribonukleat (deoxyribose-nucleic acid), atau yang lebih kita kenal dengan singkatan DNA.
Ketika seorang anak berkirim SMS, atau menelepon ibunya, kelak tak lagi memerlukan pulsa, tapi cukup dengan “kereteg hate” atau “kontak batin” antarmanusia yang memiliki kesamaan DNA itu. Seorang anak yang ingin meminta tambahan uang kuliah, cukup dengan kata hati atau kontak batin saja, dan akan dirasakan sang bunda. Mereka bisa berkomunikasi secara langsung, sebagaimana berkomunikasi dengan telepon genggam (telgam) yang ber”nyawa”kan pulsa.
Di bagian lain, kita tak perlu lagi berkunjung secara fisik kepada kerabat atau sahabat, karena cukup melalui telgam, facebook, twitter, google plus, dan lain-lain. Kita tak perlu lagi bertatap muka dengan mereka karena sudah cukup difasilitasi oleh media sosial itu.
Kita bisa berjam-jam menghadapi komputer, bercanda, bercengkrama, bertukar pikiran atau bertukar informasi dengan sahabat di seberang sana, bahkan di tempat yang berbeda benua sekalipun.
Kita bisa menikmatinya hanya dengan ujung demi ujung jari atau hanya dengan sentuhan jari saja. Semua sudah bisa terhubungkan, tanpa sekat tempat atau waktu. Dunia jadi sempit, seakan tak berjarak.
Kita bergembira, kita berbahagia, kita merasa bersuka ria setelah berjam-jam ber-facebook ria dengan sahabat, dengan teman lama. Kita seakan-akan merasakan betul adanya pertemanan dan pertemuan secara tatap muka, dari hati ke hati. Padahal, hakikatnya kita dipisahkan oleh ruang dan tempat yang amat jauh.
Kebahagiaan itu, kebahagiaan nyata dan sesungguhnyakah? Inilah kebahagiaan “buatan” hasil kecerdasan “buatan” TIK. Kebahagiaan semu dan palsu. Inilah yang oleh para pakar TIK sendiri disebut “penyakit” virtual reality, (realitas maya) sebagai dampak negatif TIK itu.
Tak cukup sampai di situ, bahkan kemudian bisa berdampak psikologis sehingga pertemanan atau pertemuan secara langsung. Pertemuan dan pertemanan itu jadi canggung karena sudah terbiasa dengan pertemanan atau pertemuan lewat media sosial. Kita seakan hidup di dunia lain. Terpana dalam komunikasi.
Kita bisa begitu kaku, beku, dan ragu ketika bertemu atau bertatap muka langsung. Masalahnya, selama ini, bertemu atau bertatap muka itu sudah tergantikan oleh media sosial.
Pertemuan tatap muka sambil menggelar tikar, sambil berkomunikasi secara langsung dan berbalas kata secara spontan, yang diikuti dengan tawa atau senyum, agaknya, akan jadi barang langka dan amat mahal.
Kita seperti sudah akan dikuasai atau dikendalikan TIK, dan bukan sebaliknya. Untuk hal ini, agaknya, kita perlu belajar pada logo PT Telkom (yang lama). Ada tangan dan bola dunia di situ. Makna filosofisnya, kira-kira, kita harus mengendalikan TIK, dan bukannya TIK mengendalikan kita. Genggamlah dunia! TIK di tanganmu!
Kita diajari Nabi Muhammad S.A.W. menyebarkan salam, bersilaturahim, memberi makanan, dan salat pada saat manusia tidur (salat tengah malam). Sabdanya kemudian, “ …nanti, kamu akan masuk surga dengan selamat” (At-Tirmidziy, dari Abdullah bin Salam, dalam kitab Buluughu ‘l-Maraami).
Kalau menyebarkan salam dan bersilaturahim hanya di alam maya saja, hanya dengan telepon genggam hanya lewat media sosial saja, jangan-jangan, surga yang Allah SWT janjikan pun nantinya hanya surga alam maya saja. (Dean Al-Gamereau).







