Tangkal Faham Radikalisme, FU Gandeng RRI Gelar Dialog Hadirkan “Alumni” Kelompok Radikal

oleh
oleh -

Majalahteras.com – Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkolaborasi dengan Pro 3 Radio Republik Indonesia (RRI) Jaringan Berita Nasional menggelar dialog Beranda Nusantara dengan tajuk “Kolaborasi Untuk Damai: Media, Pemuda dan Upaya Deradikalisasi” yang dihelat di Ruang Teater Fakultas Ushuluddin Lantai 4. Rabu (18/06/2025)

Hadir dalam seminar ini sebagai narasumber diantaranya Agus Isnaini, M.Si (Komisaris Polisi, Kanit 1 Kontra Ideologi, Ditcegah Densus 88 Anti Teror Polri), Dr. Yuminah, MA.Si (Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta), Dra. Besty Charmin Simatupang, M.Si (Kepala Pusat Pemberitaan LPP RRI), dan Muhamad Sofyan, SE.I, M.Si (Aktivis Deradikalisasi dan Mantan Kelompok Radikal). Seminar ini dipandu oleh moderator Fahmi Andryan.

Semakin meriah, dialog ini diawali dengan Special Performance menampilkan artis jebolan Indonesia Idol, Rimar Callista Idol (Juara Indonesian Idol 2021) dan Rachel Olivia Idol (Indonesia Idol 2023).

Mengawali diskusi, moderator Fahmi Andryan mengatakan, perlu disadari intoleransi dan radikalisme bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja tanpa memandang suku, ras dan agama.

“Masalah intoleransi dan radikalisme adalah masalah kita bersama dan menjadi tanggung jawab kita bersama, permasalahan ini tidak terjadi di luar negeri saja tidak terjadi di Indonesia bahkan daerah kita”, ungkapnya.

Menyambung diskusi, Besty Charmin Simatupang memaparkan bagaimana peran strategis RRI dalam ikut aktif menangkal paham radikalisme.

“Pamuda itu pengerak bangsa. Peran pemuda sangat diharapkan untuk terlibat di dalamnya agar paham radikalisme dapat dihilangkan. Nah, RRI selain sebagai media hiburan, tapi juga jadi sarana untuk mengedukasi mahasiswa terhadap bahaya radikalisme. Juga untuk membentuk karakter mahasiswa untuk jauh dari faham intoleran dan paham yang bisa merusak persatuan bangsa”, jelasnya.

Baca Juga  Kanwil Kemenkumham Jabar Deklarasikan Janji Kinerja Tahun 2022, Ini Pesan Kakanwil

Ia melanjutkan, diharapkan para mahasiswa punya pendirian yang kokoh sehingga faham-faham tersebut bisa dicegah. “Di RRI banyak sekali konten-konten yang bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa. Maka, saya yakin ketika konten-konten kita positif, khususnya membangun kebersamaan, persatuan, toleransi, kaum muda bisa menangkap isu-isu positif yang kami tawarkan”, sambung dia.

Alumni Kelompok Radikal, Uztad Muhamad Sofyan mengatakan, kondisi anak-anak muda zaman sekarang itu tidak sama. “Tapi secara umum ada yang sama dari mereka, yakni berada pada usia mencari eksistensi diri, mencari value baru untuk pijakan hidup”, katanya.

“Ketika pencarian ini, seringkali salah langkah dan akhirnya terjatuh pada kelompok-kelompok radikalisme. Dalam prosesnya, akan ada perubahan-perubahan dalam diri anak-anak kita, kita patut waspada dan kritis ketika mereka mengalami perubahan sikap. Kita perhatikan apakah perubahannya positif atau negatif”, lanjut dia.

Uztad Sofyan menambahkan, ada fenomena radikalisme yang dilakukan oleh anak usia muda, bahkan di bawah umur, karena secara masif sosial media kita tidak bisa terkontrol lagi.

“Mereka bisa radikal cuma karena pengaruh medsos. Disinilah pentingnya parenting kita agar mereka tidak salah jalan. Radikal itu datangnya dari intoleran dulu. Ditanamkan rasa kebencian kita kepada orang yang beda dengan kita. Radikal itu kan pokonya kita yang benar, yang lain salah. Sampai kita tidak merasa kalo kita sudah terpapar radikalisme. Jadi rasa tobat kita dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok ini”, paparnya.

Baca Juga  Dibutuhkan Parohkat berkualifikasi Pastor Tertahbis Mengikuti Pendidikan Perwira Karir di Angkatan Darat

Dosen Tasawuf Fakultas Ushuluddin, Yuminah menerangkan pengalamannya tentang gerakan-gerakan radikalisme. Menurutnya, sasaran kelompok-kelompok ini memang anak usia muda yang memang rentan secara psikologis.

“Saya pernah terlibat di dalamnya, hampir 10 tahun, jadi saya tahu betul bagaimana pergerakannya. Anak muda ini kan usia-usia tentan, usia mencari jati diri, mencari makna hidup, mencari idealisme, di usia produkrif yang rasa ingin tahunya sangat tinggi”, jelasnya.

Ada tidak pergerakannya di sekitar kita?, lanjut Yuminah, gerakannya banyak. Sudah banyak penelitian yang dilakukan beberapa kampus, bahwa mahasiswa menjadi sasaran mereka. Polanya sama, ada program tertentu yang melibatkan mahasiswa. Banyak sekali program-program yang harus mereka ikuti. Jadi mahasiswa harus hati-hati, karena mereka kayak MLM, ngajak 1 pelan-pelan ngajak yang lain. Setiap bulan harus menghijrahkan orang. Brain washing mereka sangat kuat, dan ketika udah masuk, keluarnya pasti susah”, paparnya lagi.

Sementara itu, Komisaris Polisi, Kanit 1 Kontra Ideologi, Ditcegah Densus 88 Anti Teror Polri, Agus Isnaini menjelaskan bagaimana peran pemerintah untuk memberantas faham radikal ini. Kata dia, jaringan teror di Indonesia dalam 2 tahun ini udah zero attack.

Baca Juga  Pananganan Covid-19 Di Tangsel Sangat Baik, Nol Angka Kematian Selama 40 Hari Terakhir

“Kami punya program-program pencegahan. Pencegahan dalam ranah penegakan hukum, mengkampanyekan menerima keberagaman di Indonesia, berideologi kebangsaan. Tapi faktanya, masih banyak orang-orang radikal disini. Apa penyebabnya? Selain psikologi, faktor ekonomi dan politik juga sangat berpengaruh, faktor kekecewaan,” pungkasnya.

Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Ismatu Ropi, M.A, Ph.D mengatakan, kampus UIN Jakarta merupakan kampus yang terbuka bagi semua orang.

“Jadi ada sebagian dari mahasiswa yang berangkat dari tradisi dan sekolah yang bukan berbasis agama seperti pondok pesantren, sehingga ada sebagian kecil memang dari mereka terindikasi kearah sana. Baiknya, ada 80% mereka dari ponpes, artinya mereka sudah punya literasi agama yang baik, sudah banyak perspektif terhadap bagaimana merespon perbedaan”, ungkapnya.

“Inilah pentingnya kita menumbuhkan kesadaran akan bahaya radikalismeini, terutama mari bersama menumbuhkan literasi ke Gen Z. Kita ajarkan mahasiswa untuk kritis, mencari informasi, memfilter, interpretasi dan mengingat, sehingga bisa menolak cara pandang yang tidak benar. Jadi bagaimana caranya mereka bisa menerima perbedaan secara alamiah. Jadi ketika mereka ditawarkan gerakan-gerakan radikal, secara alamiah mereka bisa menolak. Anak-anak muda perlu dibiasakan menghadapi perbedaan. Perbedaan bukan memecah belah, tapi justru jadu anugerah”, tukasnya.

Dialog ini diakhiri dengan performance Rimar Callista Idol dan Rachel Olivia Idol, pemberian cendera mata kepada para narasumber dan peserta yang bertanya, ditutup dengan foto bersama.@Man