majalahteras. com – Melalui Link Zoom Meeting, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Cilegon, mengikuti acara Seminar Nasional bertema ‘Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP. Kegiatan tersebut, digelar di Aula Graha Pengayoman Kemenkumham, Kuningan, Jakarta, pada Senin (27/07) pagi.
Dalam seminar yang digelar, seluruh peserta adalah semua pihak yang berkaitan dengan proses pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Cara dan Kriteria Penetapan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat, baik dari kementerian/lembaga organisasi pemerintah, akademisi, serta masyarakat umum.
Hal tersebut bermaksud agar pemerintah, khususnya Kemenkumham dapat menjaring masukan dari berbagai pihak atas materi muatan yang perlu dimuat pada Peraturan Pemerintah (PP) yang akan dibuat, tentang Tata Cara dan Kriteria Penetapan Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat.
Dalam sambutannya, Wakil Menteri Hukum dan HAM Ri, Edward Omar Sharif Hiariej juga mengatakan, berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP merupakan interprestasi dari para pembentuk undang-undang. Tak hanya itu, dalam penyusunannya, Wamenkumham RI juga menjelaskan adanya batasan yang diberikan, sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kita membatasi, satu tidak boleh bertentangan dengan pancasila, dua tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dasar. Lalu kami menambahkan, satu tidak boleh bertentangan dengan HAM, lalu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab di dunia,” jelasnya.
Dari tema yang dibahas, Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Cilegon, Enjat Lukmanul Hakim menanggapi positif dan mendukung keberlakuan hukum yang hidup (living law) sebagai sumber tindak pidana. Karena menurutnya, merupakan satu kesatuan dari kualifikasi tindak pidana yang berlaku di Indonesia.
“Secara keseluruhan kami mendukung berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai sumber tindak pidana. Kalau toh akan diatur di Peraturan, hal ini merupakan satu kesatuan dari kualifikasi tindak pidana yang berlaku di Indonesia dan menjadi inventarisasi Hukum,” paparnya.
Diketahui, KUHP baru tersebut, berorientasi pada paradigma pidana modern yang merujuk pada keadilan korektif, restoratif, dan keadilan rehabilitatif. Pemerintah dan DPR melakukan harmonisasi sekitar 200 lebih undang-undang sektoral yang ada di luar KUHP, termasuk sinkronisasi pencantuman ancaman pidana yang ada di dalam KUHP baru. Tujuannya yakni menyelaraskan dengan berbagai undang-undang di luar KUHP.(***)