Majalahteras.com — Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengungkap rencana penggabungan PT Angkasa Pura I (AP I) dan PT Angkasa Pura II (AP II). Selain itu, pihaknya juga mengkaji pemisahan atau spin off Bandara I Gusti Ngurah Rai dan Bandara Soekarno-Hatta.
Menanggapi rencana tersebut, Ketua Umum Serikat Karyawan PT Angkasa Pura II (SEKARPURA II) Aziz Fahmi Harahap buka suara.
“Sampai hari ini belum ada penjelasan resmi baik dari manajemen PT Angkasa Pura II dan manajemen PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Injourney) sebagai pemegang saham maupun Kementerian BUMN,” kata Fahmi kepada wartawan, Senin (9/10/2023).
Fahmi mengatakan, Sekarpura II telah bersurat kepada Injourney dengan harapan mendapatkan informasi secara resmi dan komprehensif terkait dengan adanya rencana integrasi antara PT Angkasa Pura I danPT Angkasa Pura II baik dari segi konsep, strategi maupun dampak yang akan terjadi apabila rencana tersebut direalisasikan.
“Integrasi merupakan hal yang terkesan dipaksakan, mengingat saat ini PT Angkasa Pura II sedang dalam proses recovery dan sedang menuju kinerja terbaiknya. Oleh karenanya, kami meminta penjelasan terkait isu yang sedang beredar,” terang Fahmi.
Dijelaskannya, selain meminta penjelasan kepada pemegang saham, Sekarpura II juga berharap agar proses yang sedang berjalan terlebih dahulu dikawal dan di-review oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Republik Indonesia.
Hal ini kata Fahmi, untuk memastikan prosesnya berjalan sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG) atau ketentuan yang berlaku.
“Sebagai informasi bahwa konsep Perusahaan Integrasi yang akan membawahi AP I dan AP II perlu dipertanyakan, mengingat AP I maupun AP II sampai saat ini merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau anak usaha yang memiliki Saham Seri A,” jelasnya.
Terkait rencana spin off Bandara Soekarno-Hatta, Fahmi mengingatkan bahwa fungsi Angkasa Pura II tidak hanya profit oriented, akan tetapi dituntut memberikan pelayanan jasa kebandarudaraan bagi masyarakat Indonesia.
“PT Angkasa Pura II tidak hanya dipercaya mengelola Bandara untung saja, namun banyak dititipkan untuk mengelola bandara-bandara rugi oleh negara, dengan harapan pemerataan pelayanan dan pemastian keselamatan serta keamanan penerbangan oleh negara melalui PT Angkasa Pura II,” ungkap Fahmi.
Menurut Fahmi, Kementerian BUMN perlu mempertimbangkan posisi Bandara Soekarno-Hatta yang menjadi backbone mensubsidi beberapa Bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II. Kecuali Kementerian BUMN berani mengalihkan pengelolaan Bandara-bandara rugi ke Kementerian Perhubungan.
“Harapannya Kementerian BUMN tidak melakukan spin off pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta, yang secara kinerja keuangan menjadi backbone dari pendapatan PT Angkasa Pura II. Pendapatan Bandara Soekarno-Hatta adalah penopang kinerja oparasional keselamatan dan keamanan Bandara-bandara rugi yang ditugaskan oleh Kementerian Perhubungan kepada PT Angkasa Pura II,” tuturnya.
“Kami juga berpesan kepada Kementerian BUMN dan Injourney, agar tidak hanya memikirkan penyelesaian masalah dalam jangka pendek saja, tetapi mempertimbangkan juga terhadap dampaknya dalam jangka panjang. Tentunya ini menjadi penting fungsi pengawasan banyak pihak dalam setiap aksi-aksi korporasi yang diambil, agar tidak ada korban terhadap apapun kebijakan yang akan diputuskan, khususnya terhadap keberlangsungan perusahaan milik negara ini,” pungkasnya. (*)