Sampah Ciputat Menggunung, Pemuda Serukan Etika Kepedulian Lingkungan Hadapi Darurat Bencana

oleh
oleh

Majalahteras.com – Komunitas Forum Ngaji Gender (FNG) menggelar Diskusi Publik bertema Ekofeminisme dalam rangka Milad FNG ke-4 pada Minggu, 14 Desember 2025, pukul 14.00–17.00 WIB di Gerak Gerik Coffee and Bookstore, Ciputat. Kegiatan ini didukung oleh Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia serta berkolaborasi dengan Lingkar Studi Feminis dan Ekologi Sosial Institute. Minggu (14/12/2025)

Diskusi ini menjadi ruang bertemunya gagasan pemuda lintas kampus dalam merespons krisis ekologis dan darurat bencana alam yang semakin sering terjadi. Sekitar 20 peserta dari Darunnajah, STAI Sadra, BSI Cipulir, dan UIN Jakarta hadir untuk membahas pentingnya membangun etika kepedulian lingkungan yang berangkat dari kesadaran sosial dan keadilan gender.

Dalam sambutannya, Founder FNG, Azhar Azizah, menegaskan bahwa generasi muda memiliki peran strategis dalam merawat kesadaran ekologis.

“Tidak hanya sebagai wacana akademik tetapi sebagai sikap hidup dan tanggung jawab moral bersama,” katanya.

Sementara itu, Koordinator Forum Ngaji Gender, Nur Hidayati, menekankan diskusi ini menjadi wadah dialog untuk merawat kepedulian terhadap lingkungan.

“Selain merawat kepedulian terhadap lingkungan, juga menguatkan peran perempuan dalam menjaga alam, terutama dalam konteks kerentanan saat bencana,” jelasnya.

Diskusi menghadirkan dua pemateri Eva Nur Cahyani, dan Khoirotun Nisak dimoderatori oleh Andi Alfian. Diskusi dibuka oleh Khoirotun Nisak selaku pegiat Ekologi Sosial Intitute yang mengajak peserta merefleksikan kembali posisi manusia dalam relasi dengan alam.

Nisak menekankan pentingnya pergeseran cara pandang dari egosentris menuju ekosentris sebagai fondasi etika dalam menghadapi krisis lingkungan dan dampak bencana yang kian kompleks.

Eva Nur Cahyani selaku pegiat Lingkar Studi Feminis, mengarisbawahi gagasan yang menyorot akar krisis ekologis pada model pembangunan ekstraktif, keterkaitan antara patriarki dan eksploitasi alam, serta bagaimana perempuan sering menjadi kelompok paling terdampak sekaligus pemegang pengetahuan lokal dan praktik perawatan yang vital dalam pemulihan lingkungan.

“Menekankan kebutuhan kebijakan yang sensitif gender, nilai etika care dan interdependensi, serta pengakuan terhadap peran perempuan dalam pengelolaan air, energi rumah tangga, dan pemulihan pascabencana,” papar dia.

Melalui diskusi ini, ekofeminisme dihadirkan sebagai perspektif kritis yang menautkan kerusakan alam dengan relasi kuasa yang timpang, sekaligus menawarkan arah baru bagi peran pemuda dalam membangun solidaritas, kepedulian, dan kesiapsiagaan sosial-ekologis. Perayaan Milad FNG ke-4 diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat FNG sebagai ruang inklusif dalam merawat keberlanjutan lingkungan dan keadilan gender.@Man

No More Posts Available.

No more pages to load.