Pers Indonesia : Pancasila dan UUD 1945

oleh
oleh
Gedung Monumen Pers Nasional, Kota Solo, Jawa Tengah. (Sumber foto : https://mangkunegaran.id/destination/monumen-pers-nasional)

Pidato Presiden Soeharto

Presiden Soeharto menegaskan bahwa kekuatan sosial politik harus menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas (pidato kenegaraan, 16 Agustus 1982).  Presiden Soeharto mengulanginya pada pembukaan muktamar PPP, 20 Agustus 1984. “Pancasila sebagai satu-satunya asas politik, bukan menuju partai tunggal,” kata Presiden Soeharto.

Pancasila sebagai satu-satunya asas (yang kemudian dikenal dengan nama asas tunggal), memasuki segala ruang organisasi, kelompok, dan lain-lain. Dari situlah lahir, misalnya, demokrasi Pancasila, kepemimpinan Pancasila, masyarakat Pancasila. Pers pun, tampaknya, menginduk pula ke sini, dalam kerangka penguatan ideologi Orde Baru, sehingga muncul istilah pers Pancasila.

Ny. M.L. Ghandi, S.H. menulis buku Undang-Undang Pokok Pers. Proses Pembentukan dan Penjelasannya (1983). Dalam buku ini, Pers Pancasila banyak disebut, di samping nama Pers Pembangunan dan Pers Nasional.

Departemen Penerangan RI menyelenggarakan Orientasi Pemahaman Pers Pancasila untuk wartawan anggota PWI di Jawa Barat, dipusatkan di Bandung tahun `1988.  Fokus materi  orientasi. adalah pemahaman konsep Pers Pancasila. “Pers Indonesia adalah   Pers Pancasila”, sebagaimana dirumuskan Dewan Pers dalam sidang plenonya di Solo (Jawa Tengah), 7 Desember 1984.

Pers Pancasila sudah dibicarakan secara ilmiah dan konseptual, juga dirumuskan secara sistematis oleh para akademisi dan praktisi pers. Lembaga Pers Dr. Soetomo  (LPDS) dan Dewan Pers jadi tempat perumusan dan pembahasan ilmiah. Ini berlangsung dari akhir tahun 1970-an sampai tahun 1980-an.

Pidato Presiden Soeharto pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 1985 di Pekanbaru menegaskan adanya konsep Pers Pancasila. Kata Presiden, “Pers Indonesia adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab. Bebas, karena tanpa kebebasan tidak akan ada demokrasi. Bertanggung jawab karena kebebasan itu harus digunakan untuk memperkokoh kehidupan ber-Pancasila dan ber-UUD 1945”.

Pemikir dan Perumus Pers

Prof. Dr. Onong Uchjana Effendy, M.A. menulis banyak buku ilmu komunikasi, di antaranya, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (1986, 1993, 2006), Pers dan Pembangunan Nasional (1978 – 1982, diktat kuliah dan naskah akademik),  dan Dinamika Ilmu Komunikasi (1989).

Pemikiran Onong Uchjana berdasarkan buku-buku karyanya itu, bisa disimpulkan bahwa dasar pers Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945. “Pers Pancasila adalah pers yang menjungjung tinggi nilai-nilai ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial”.

Buku-buku lain mengenai Pers Pancasila, Pembangunan dan Pers Pancasila (H. Harmoko, 1980). Buku karya Menteri Penerangan RI ini dinilai lebih bersifat ideologis dan politis daripada  buku akademis.

Nama-nama pemikir  dan perumus Pers Pancasila, antara lain, Atmakusumah Astraatmadja, Muchtar Lubis, Onong Uchjana Effendy, Mashuri, Harmoko,  Sumarjo, dan Suryopratomo, Atmakusumah, Hafied Cangara, Deddy Mulyana, Alo Liliweri, serta publikasi LPDS dan Dewan Pers. (Dean Al-Gamereau).***

No More Posts Available.

No more pages to load.