Oleh : Ahmad Yani, S.Sos, M.Si
(Auditor Muda – Inspektorat Provinsi Banten)
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya sumber daya alamnikel, emas, pasir kuarsa, batu bara, dan banyak mineral strategis lain yang diburu oleh industri global. Namun kekayaan alam yang seharusnya menjadi berkah, justru sering kali berubah menjadi sumber bencana ekologis, bencana sosial, dan ketimpangan ekonomi. Lebih ironis lagi, kontribusi sektor tambang terhadap pendapatan pajak negara ternyata tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan.
Banjir bandang, longsor, pencemaran air, konflik sosial, hilangnya hutan adat, hingga munculnya ketergantungan ekonomi lokal kepada operasi tambang adalah gambaran nyata yang terjadi di banyak daerah. Sementara itu, penerimaan negara dari sektor pertambangan masih jauh dari potensi sesungguhnya, bahkan sering kalah oleh biaya pemulihan lingkungan dan kerusakan infrastruktur yang timbul akibat aktivitas tersebut.
Dalam banyak kasus, model ekstraksi tambang hari ini justru melahirkan apa yang disebut sebagai “penjajahan baru” di mana penguasaan SDA terjadi melalui korporasi besar, sementara masyarakat lokal hanya menjadi penonton, atau bahkan korban.
Negara dirugikan, karena
Hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati, Turunnya kualitas tanah dan air, Bencana ekologis tahunan, Kerusakan sosial budaya daerah dan Biaya kesehatan masyarakat sekitar tambang. Jika situasi terus dibiarkan, kita justru sedang menyandera masa depan anak cucu kita sendiri.
Demi kepentingan besar bangsa dan negara, sudah saatnya Indonesia mempertimbangkan moratorium atau penghentian sementara seluruh operasi tambang besar selama 25 tahun. Langkah ini bukan anti-investasi, bukan anti-pembangunan, melainkan pilihan strategis untuk menyelamatkan negeri dari kehancuran ekologis dan sosial yang lebih dalam.
Selama masa moratorium, negara dapat melakukan beberapa hal sebagai berikut:
1. Penataan ulang hutan dan rehabilitasi ekologis dengan reboisasi massif di kawasan kritis dan rehabilitasi DAS dan pesisir, serta Pengembalian fungsi hutan adat dan konservasi
2. Reformasi besar-besaran manajemen SDA dengan Pengetatan izin tambang, Penindakan tegas terhadap tambang ilegal dan Transparansi pendapatan dan praktik bisnis serta Penerapan standar lingkungan internasional
3. Penguatan ekonomi nasional yang berkelanjutan melalui transisi energi bersih, Pengembangan industri hijau dan Pemberdayaan ekonomi kerakyatan berbasis lingkungan
Pengelolaan SDA harus mengutamakan prinsip kehati-hatian. Kekayaan alam tidak boleh dihabiskan secara serampangan hanya demi keuntungan jangka pendek segelintir pihak. Tanpa kontrol yang kuat, tambang justru menggerus kedaulatan negara dan merusak identitas ekologis Nusantara.
Moratorium 25 tahun memberikan waktu yang memadai bagi negara untuk memperbaiki sistem, memperkuat regulasi, membangun kapasitas teknologi, dan memastikan bahwa ketika tambang kembali beroperasi, negara mengendalikan tambang bukan tambang yang mengendalikan negara.
Moratorium pertambangan bukan langkah ekstrem. Ini adalah keputusan visioner untuk melindungi Indonesia dari ancaman bencana ekologi dan sosial jangka panjang. Jika kontribusi pajaknya kecil, sementara dampak kerusakannya luar biasa, maka lebih bijak untuk menghentikannya sementara demi Keselamatan lingkungan, Kesehatan sosial, Kedaulatan ekonomi dan masa depan generasi bangsa
Saatnya Indonesia berani memilih jalan yang lebih aman, lebih bijak, dan lebih berpihak pada kemaslahatan negeri dan hentikan kerusakan hari ini, demi Indonesia yang tetap hijau, mandiri, dan bermartabat esok hari.





