MAJALAHTERAS.COM – Wakil Ketua Ombudsman RI, Prof. Adrianus Meliala memaparkan Pengarus Utamaan Perspektif Layanan Publik Perpustakaan pada Rapat Koordinasi Nasional bidang Perpustakaan 2019 Bidang Perpustakaan. Rakor digelar di Birawa Assembly Hall, Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (15/03/2019).
Menurutnya, perpustakaan perlu pengarusutamaan (mainstreaming) dan menempatkan kepentingan dan kemauan public sebagai pertimbangan utama dan satu-satunya dalam rangka bekerja, mulai dari tata bangunan, penamaan satuan kerja, penempatan sumber daya manusia, tata ruangan, kesehatan ruangan, pemilihan dan penempatan koleksi, hingga tata laksana menyapa.
“Pelayanan publik digerakaan oleh negara juga ada dikelola oleh masyarakat atau swasta yang dikenal dengan privat public policy. Permasalahannya, perpustakaan umum belum terlihat menarik bagi swasta. Bagaimana caranya agar Pustakawan mampu menarik swasta dan memberikan layanan protagonis yang terkait dengan pengarus utamaan hospitality (keramahtamahan). Termasuk mengutamakan keramahan pada semua lini, bagaimana apa yang kita kerjakan mulai dari tatanan, dan lain sebagainya dihadirkan dengan keramahan,” kata Adrianus.
Tak hanya itu, Adrinaus juga meminta agar layanan perpustakan memaksimalkan pelayanannya agar memiliki daya kejut (shock) di tengah masyarakat, sehingga keberadaannya kian dioptimalkan untuk masyarakat setempat.
“1 dari 10 profesi yang akan hilang adalah Pustakawan, kalau kita lihat Pustakawan hanya dari tingkat praktisi, maka akan ketinggalan jaman. Kalau bisa buatlah layanan perpustakaan itu, seperti Dukcapil (Dinas Pendudukan dan Pencatatan Sipil) atau seperti layanan di Imigrasi yang kalau sehari gak buka membuat masyarakat gaduh. Bagaimana agar mainstreaming atau pengarusutamaan itu hadir hingga tingkat operasional agar membuat shock (daya kejut) bagi masyarakat. Bahaya sekali jika suatu perpustakaan tutup seminggu tapi masyarakat setempat malah tidak tau ini pada level persfektif saja tak jalan, ini kita harus evaluasi, jangan-jangan perpustakaan itu antara ada dan tiada, kalaupun tak ada jadi tak masalah, jangan-jangan seperti itu,” kata Adrianus.
Di kesempatan yang sama, Adrianus juga memaparkan pentingnya pengarusutamaan layanan perpustakaan untuk menghadapi tantangan yang di hadapi perpustakaan era kini yang masuk pada era industry 4.0. Pasalnya, fokus era ini dihadapkan pada lima poin mendasar yang mencakup; fenomena big data, internet-isasi (Internet of thins (IoT), Smartphone sebagai kebutuhan, Endless Communications, dan Peperless.
“Kita perlu naik ke lebih tinggi pada challenge yang lebih tinggi agar perpustakaan tidak hanya pada konteks tata laksana saja pada era industri 4.0. Karena era ini fokusnya pada; layanan big data, semua di internetkan jadi tidak perlu ada lagi gedung-gedung yang tinggi, rak-rak bisa diganti dengan storage, lalu ada lagi pendekatan internet/aplikasi, semua serba –e (elektronik) di masukan dalam aplikasi atau internet, smartpone, komunikasi yang endless, viral, aktifitas perpustakaan juga jarang menjadi headline di dunia media. Selain itu peperless juga salah satu ancaman perpustakaan karena makin banyak sumber data. Dengan adanya smartphone, orang bisa merujuk hanya pada smartphone nya saja, padahal belum tentu terhubung dengan sumber data, makanya banyak pejabat yang bicara tak pakai data,” paparnya.
Diakhir, Adrianus juga meminta Pustawan tetap menjunjung Prinsip Good Governance untuk tugas terkait perpustakaan yang menakup asas-asas umum perpustakaan agar membumikan perpustakaan.
“Peran baru perpustakaan belum membumi ini tantangan terbesar untuk membumikan perpustakaan. Good Governance atau tata kelola juga harus menjadi prioritas dan jangan dilupakan, terus angkat nilai-nilai anti korupsi, transparansi, kesetaraan, dan lain-lain,” tutupnya.(rls)