MAJALAHTERAS.COM – Rancangan UU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) nantinya akan menjadi haluan kebijdakan di bidang hukum, ekonomi, politik, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Padahal penafsiran paling autentik dari Pancasila itu terdapat dalam UUD 1945 mulai dari pembukaan dan seluruh isi batang tubuhnya. Jadi kalau mau memahami isi subtansi dan intepretasi Pancasila, maka bacalah UUD 1945. Kita sekarang ini tidak butuh UU HIP, tapi kita perlu mewujudkan nilai nilai Pancasila yang ada dalam UUD 1945. Oleh sebab itu jangan dipisahkan antara Pancasila dengan UUD 1945
Hal tersebut disampaikan oleh Hamdan Zoelva dalam kegiatan Webinar Nasional tentang Dasar Negara Dalam Perspektif Indonesia Masa Depan yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KBPII) Sabtu, 6/6/2020. Webinar ini diikuti oleh bebagai macam ormas Islam serta pengurus wilayah KB PII se tanah air. Webinar ini diselenggarakan menanggapi pembahasan Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) inisiatif DPR.
Menurut Hamdan Zoelva yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, konsep Pancasila yang terdapat dalam RUU HIP, konsep dan gagasan Pancasila versi RUU HIP adalah Pancasila versi 1 Juni 1945 yang merujuk Pidato Soekarno. Padahal Pancasila versi Soekarno masih belum final, tapi terus berproses mulai 1 Juni 1945 dengan pidato Soekarno, lalu 22 Juni 1945 yang melahirkan Piagam Jakarta, Pancasila sebagaimana disahkan dalam 18 Agustus 1945 dan Pancasila versi Dekrit Presiden 5 Juli 1959. “ memahami pancasila sebagai ideology negara menjadi sebuah UU tersendiri, justru bisa mempertentangkan antara Pancasila dengan UUD 1945. Karena ada beberapa klausul dalam RUU HIP justru tidak memiliki nilai Pancasila, seperti definisi masyarakat Pancasila yang justru tidak merujuk kepada nilai nilai Pancasila” kata Hamdan Zoelva.
Sedangkan Ali Taher Parasong, anggota Panja Tim RUU HIP dari Fraksi PAN DPR RI menyatakan bahwa keberadaan RUU HIP ini lebih kental dengan kepentingan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) agar memiliki legitimasi dan kewenangan yang kuat dengan dukungan anggaran dari APBN. Ali Taher Parasong mengakui bahwa RUU HIP ini dibuat dalam kondisi yang tergesa gesa. Konfigurasi politik di parlemen dan juga kepentingan politik penguasa lebih dominan ketimbang urgensi kebutuhan dari RUU HIP itu sendiri. FPAN yang mendesak agar RUU HIP ini juga memasukkan subtansi Piagam Jakarta dan TAP MPRS No XXV tahun 1966 tentang larangan penyebaran komunisme, marxsisme dan leninisme sebagai bagian tidak terpisahkan dalam RUU HIP
Sementara itu Nasrullah Larada Ketua Umum PP KBPII, menegaskan bahwa RUU HIP ini menimbulkan pro kontra di masyarakat, salah satunya adalah tidak dimasukkannya TAP MPRS No XXV Tahun 1966 tentang Larangan Komunisme diIndonesia. Menurut Nasrullah, RUU HIP ini diharapkan tidak menimbulkan pertentangan di masyarakat dalam kondisi dimana masyarakat masih diliputi wabah Pandemi Covid 19. Karena jika sebuah RUU menimbulkan pertentangan di masyarakat, maka disitulah muncul banyak kemudharatan. KB PII sebagai bagian dari mata rantai Umat Islam, yang memiliki spirit Membangun Indonesia Jaya, merasa perlu terlibat dan melibatkan dalam merumuskan dan menentukan haluan dasar ideology negara agar tidak bertentangan dengan kepentingan umat Islam.(Rls).