MAJALAHTERAS.COM – Menanggapi Video Conference Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris Yang mengatakan, Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan sebagai bukti bahwa negara hadir, hanyalah sebuah bentuk Angkat Telor (Kalau Orang Medan Mengatakan Yang Artinya Menjilat Pemimpin)
Sementara perpres yang diteken Presiden Joko Widodo tersebut memuat tentang kenaikan Iuran peserta yang semangkin memberatkan rakyat Indonesia, kenaikan Iuran BPJS Kesehatan itu menunjukan bahwa “Negara Hadir Sebagai Pemeras Rakyat Sendiri”, jika memang negara itu hadir maka seharusnya BPJS Kesehatan dibubarkan dan seluruh biaya kesehatan rakyatnya harusnya ditanggung oleh negara.
Kenaikan iuran tersebut bagi para peserta BPJS Kesehatan mulai Juli 2020 semangkin memberatkan para peserta mandiri baik itu Kelas I, Kelas II hingga Kelas III, hal ini dapat kita hitung dengan asumsi satu keluarga 4 Orang (Suami, Istri dan 2 Anak) maka dapat dirincikan sebagai berikut.
Untuk iuran peserta mandiri kelas I naik 87,5 % dari sebelumnya Rp.80.000,- X 4 orang = Rp.320.000,- menjadi Rp150.000,- maka jika dikali 4 Orang Maka Setiap bulannya satu keluarga akan membayar sebesar Rp.600.000,- dari yang tadinya Cuma membayar Rp.320.000,- setiap bulannya maka sekarang menjadi Rp.600.000,- sehingga terjadi kenaikan beban tambahan Rp. 280.000,- persatu keluarga
Kelas II naik 96,07 % dari Rp.51.000 X 4 Orang = Rp.204.000 menjadi Rp.100.000 maka jika dikali 4 Orang Maka Setiap bulannya satu keluarga akan membayar sebesar Rp.400.000,-. dari yang tadinya Cuma membayar hanya Rp.204.000 setiap bulannya maka sekarang menjadi Rp.400.000 sehingga terjadi kenaikan beban tambahan Rp.196.000 persatu keluarga
Sementara, perpres baru juga menyebutkan bahwa iuran peserta mandiri kelas III baru akan naik itu pada tahun depan Pemerintah mendongkrak kenaikan iuran peserta mandiri kelas III sebesar 37,25 persen dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu.
Bentuk aturan perpres dipilih karena tidak lagi memerlukan koordinasi dan persetujuan DPR RI, sehingga peraturan itu bisa langsung diterapkan dan itu juga menjadi fakta bahwa Pemerintah tidak peduli dengan kenaikan serta dampak yang akan terjadi dimasa datang.
Seharusnya pemerintah itu hadir untuk meringankan beban rakyat, sehingga kesejateraan rakya bisa segera terwujud seperti cita-cita kemerdekaan yang berdaulad adil dan makmur. Bukan malah menambah beban rakyat melalui kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini.
Jadi di mana akalnya sehingga Dirut BPJS Kesehatan yang digaji ± 200 juta mengatakan negara hadir, sedangkan kenaikan Iuran tersebut menunjukan bahwa negara tidak lebih sebagai wujud tukang palak bagi rakyatnya ?
Jadi sangat jelas bahwa statement itu telah menghina akal sehat dan rasionalitas kita. Maka dari itu kami Serikat Pekerja Migran Indonesia mengajak seluruh eleman masyarakat untuk menolak kenaikan Iuran BPJS Kesehatan dan bila perlu kita melakukan aksi Boikot Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan.(rls).