Menyambut Hari Pers Nasional Tahun 2026 di Provinsi Banten. Pesan Al-Qur’an untuk Wartawan (21)

oleh
oleh
Ada pedoman berkata-kata dan berbicara dalam Al-Qur’an (Foto : google.com)

Berkata dan Berbicara

Bagaimana kita berkata atau berbicara, atau mengungkapkan pikiran dan perasaan? Dalam praktikanya, kita berkata atau berbicara dengan lisan dan bibir yang bergerak. Namun, kalau Allah SWT berfirman (berkata), tentu saja laisa kamislihi sya’un (berbeda, tak ada yang sama dengan-Nya).

Atau, kalau dilakukan dengan perbuatan (tangan), disebut bahasa tulisan. Dalam bahasa Inggris ada spoken language (bahasa lisan) dan written lamguage (bahasa tulisan). Atau bahasa Arabnya, al-lughatu almanthuuqah (bahasa lisan) dan al-lughatu al-maktuubah (bahasa tulisan).

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa (Arab) “lisan”, lalu diabadikan dengan bahasa tulisan (kini) dalam bentuk mushaf. Disebutlah mushaf Al-Qu’an. Qaul-Nya atau kalam-Nya tak pernah berubah (permanen), sedangkan bentuk tulisannya (dalam mushaf) berubah.

Zaman Al-Qur’an masih diturunkan, banyak ditulis pada lembaran kulit binatang, kulit kayu, tanpa tanda baca, seperti harakat atau tanda baca titik. Namun, bacaannya, sampai sekarang, tetap sama

Ada perbedaan berkata dan berbicara? Ada, dalam bahasa Arab, qaala diterjemahkan dengan berkata. Kallama diterjemahkan dengan berbicara. Beda keduanya? Ada, secara sederhana, antara lain, qaala fokus pada apa yang dikatakan, sedangkan kallama ada lawan bicara, dialog langsung (komunikasi personal).

Allah SWT dan Rasulullah SAW, dalam A-Qur’an dan As-Sunnah menggunakan qaala. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, qaala untuk Allah SWT diterjemahkan dengan berfirman (Allah SWT berfirman…), sedangkan qaala untuk Rasulullah SAW diterjemahkan dengan bersabda (Rasulullah SAW bersabda….). Barulah para ulama, kalau qaala, diterjemahkan dengan berkata, misalnya, Imam Ahmad berkata….(bukan befirman atau bersabda, meski bahasa Arabnya satu : qaala.

Haddastanaa dan Akhbaranaa

Para ahli hadis, dalam penyampaian hadis, sering menggunakan haddatsnaa (bercerita kepada kami) atau akhbarana (mengabarkan kepada kami), dan lan-lain. Haddatsanaa atau akhbaranaa tekesan lebih kuat, lebih yakin langsung, karena beribacara kepada kami atau mengabarkan kami (dua-duanya bahasa personal, komunikasi personal).

Kalau seorang sahabat Rasulullah SAW mengatakan begini, “Telah bersabda Rasulullah SAW…” Ini belum tentu langsung, karena mungkin saja Rasulullah SAW berkata-kata atau berbicara kepada jamaah, dan didengar oleh jamaah itu. Lalu, sahabat yang mendengar menyampaikannya lagi kepada yang lain, dengan narasi, “Rasulullah SAW telah bersabda…”. Ini sah dalam terminologi hadis.

Namun, kalau ada sahabat yang mengatakan, “Rasulullah SAW terlah berwasiat (berpesan) kepadaku, atau “Rasulullah SAW telah mengajariku, dan seterusnya…,” maka narasi itu kita pastikan langsung dan personal. (Dean Al-Gamereau)

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.