Irisan Jurnalistik
Surat An-Nur 11 – 20, asbab nuzul untuk kisah fitnah terhadap Ash-Shiddiqah bintu Ash-Shiddiq, Aisyah, sangat beririsan atau berkaitan dengan etika jurnalistik. Istri Rasulullah SAW, dan putri Abu Bakar Ash-Shiddiq itu bersih dari segala tuduhan. Penuduh aktif pun dihukum cambuk, masing-masing, 80 kali, Mereka adalah, Hassan bin Sabit, Mistah bin Usasah, dan Hamnah bintu Jahsyin.
Beberapa hal yang beririsan atau berkaitan dengan etika jurnalistik, antara lain, tentang verifikasi berita atau informasi (check and recheck), objektif, dua sisi (cover both side), antihoaks, antisensasi, menjaga privasi dan martabat narasumber, menghindari framing dan bias informasi. akurasi dan integritas, dan anti-click bait murahan.
Clich bait murahan adalah pembuatan judul, gambar, foto, atau ilustrasi yang sengaja dibuat untuk menarik perhatian dan rasa penasarfan, sehinga pembaca atay pemitrads mau meng-click judul dimaksud. Untuk click bait murahan itu, kadang-kadang, judul dibuat berlebihan, sensasional, dan menggoda, karena memang tujuannya agar meng-click judul berita.
Mencari Informasi Pembanding
Fitnah terhadap Aisyah itu sangar mengganggu kehormatan keluarga Rasulullah SAW dan sekaligus keluarga Abu Bakar Ash-Shiddiq. Rasulullah SAW mengajak bernusyawarah kepada para sahabatnya, bertanya kepada siapa saja yang kira-kira memiliki informasi yang berkaitan dengan fitnah. Rasulullah SAW pun mencari informasi pembanding.
Kesaksikan atau masukan dari para sahabat baik-baik saja tentang Aisyah. Namun, peredaran fitnah yang mengguncang Kota Madinah itu tak bisa dibendung. Terus beredar. Fitnahnya serius : Aisyah berzina dengan Safwan. Penyebar atau aktor intelektual fitnah, bukan orang sembarangan, tokoh penting, Abdullah bin Ubay bin Salul, yang sebelumnya jadi calon raja Madinah.
Kalau saja ketika itu Rasulullah SAW mengaku menerima wahyu bahwa Aisyah bersih dari segala tuduhan, pastilah para sahabat percaya. Namun, seorang rasul tak akan pernah berbohong atau mengarang cerita. Sejak sebelum jadi rasul, Muhammad SAW digelari Al-Amin (manusia jujur, terpercaya), yang kemudian sifat ini melekat saat jadi rasul.
Kalau Rasulullah SAW berharap turun wahyu, wajar saja. Aisyah sendiri seperti ingin turun wahyu, tetapi merasa tak pantas kalau Allah SWT harus “ikut campur” membersihkan dirinya atas fitnah keji itu.
Wahyu Turun, Membantah Fitnah
Allah SWT senantiasa menolong hamba-Nya. Wahyu kemudian benar-benar turun. Isinya menggembirakan Rasulullah SAW. Aisyah bersih dari segala tuduhan. Rasulullah SAW berkeringat, laksana tetes-tetes mutiara di tubuhnya. Maka, dengan wajah yang ceria, juga kedua bola mata yang bersinar, kata Rasulullah SAW, “Berbahagialah Aisyah…!”
Bahagialah semua. Wahyu memang turun, Surat An-Nur 11 – 20. Bagi Rasulullah SAW, jadi yakin Aisyah bersih, padahal sebelumnya pernah bimbang. Bagi Aisyah, boleh jadi, tak begitu aneh, karena memang tak pernah melakukan seperti yang di-gibah-kan banyak orang.
Penantian Rasulullah SAW memakan waktu, tetapi tak pernah mengarang cerita atau mengarang wahyu. Inilah salah satu bukti bahwa seorang rasul memang memiliki sifat dasar melekat : benar. Pelajaran untuk para wartawan : jangan pernah membuat berita imajiner, berita bohong atau berita fiktif! (Dean Al-Gamereau)





