Melongok Keramahtamahan Dalam Kemajemukan Di Negeri Kangguru

oleh
oleh -
ILUSTRASI/NET

Majalahteras.com – Saat Antara berkunjung ke Universitas New South Wales, Sydney, Selasa, Dian yang merupakan mahasiswa S2 Teknik Kimia mengaku merasakan kenyamanan beribadah di negeri asing dan penerimaan baik dari orang-orang di Australia, seperti halnya di Indonesia.

“Di sini toleransinya sangat luar biasa, tidak ada masalah dan tidak ada yang mempermasalahkan saya berhijab dan cara saya beribadah,” tutur Dian Rahmawati, salah seorang mahasiswi Indonesia yang mengenyam studi di Universitas New South Wales, Sydney, Australia.

Meskipun berada dalam kelompok minoritas di negeri Kangguru itu, namun sambutan hangat dengan penghormatan tetap dirasakan dari masyarakat Australia dan para pendatang.

Di universitas itu, Dian dan sesama muslim dari Indonesia tergabung dalam satu komunitas yang bernama Keluarga Pelajar Islam Indonesia.

“Alhamdulillah di sini ada ‘Islamic society’ di University of New South Wales (Komunitas Muslim di Universitas New South Wales),” ujarnya.

Dalam kegiatan sehari-hari di kampus, Dian dan teman-teman sesama muslim menunaikan shalat di mushala yang disediakan khusus di universitas itu.

Mushala untuk pria dan perempuan masing-masing dibuat terpisah namun berada di satu lantai sebagai Islamic Corner di Pusat Keagamaan itu.

Bahkan Dian mengaku diberikan keleluasaan untuk mengadakan berbagai kegiatan keagamaan seperti shalat Idul Fitri, buka bersama dan diskusi keagamaan.

Baca Juga  Makna Simbolik di Balik Aksesoris Pernikahan Tradisional Lampung

“Jadi kita punya keluarga di sini,” tuturnya.

Demikian pula yang dirasakan Putri Permata Sari, seorang mahasiswa S2 jurusan Geotechnical Engineering and Engineering Geology di Universitas New South Wales mengatakan saling memahami dan hidup bersama secara harmonis dengan komunitas dari berbagai lintas agama adalah satu hal yang dipromosikan di lingkungan kampus itu.

“Ketika sudah waktunya shalat, saya bisa izin meninggalkan diskusi beberapa saat untuk menunaikan shalat. Jadi tidak ada masalah jika saya izin sebentar dan kemudian kembali untuk melanjutkan kegiatan,” tuturnya.

Bagi mahasiswa tahun pertama, kehidupan komunitas menjadi penting, salah satu manfaatnya adalah meraka bisa mendapat bimbingan dan belajar dari senior yang dapat menjadi “kakak rohani” atau mentor bagi mereka.

“Di sini mahasiswa merasa memiliki sebuah keluarga,” ujar Carina, seorang penganut agama Katolik yang aktif mengurusi pusat keagamaan.

Carina mengatakan, “Kami di sini memiliki tujuan yang sama yakni menyembah Tuhan,” sehingga setiap orang saling menghormati cara beribadah satu sama lain.

Alin, mahasiswa yang beragama Budha juga merasakan keramahtamahan tanpa memandang perbedaan agama.

“Kami bertegur sapa di mana pun saat bertemu satu sama lain. Tiap orang akan berkata ‘hi’, dan semua orang di sini sangat baik dan ramah,” ujarnya.

Indonesia dan Australia adalah dua dari banyak negara yang merefleksikan toleransi antarumat beragama.

Baca Juga  Suka Main Air, Ikut Festival Songkran di Bangkok Aja!

Prinsip-prinsip kesetaraan, keadilan dan penghormatan terhadap keanekaragaman sosial, budaya serta agama merupakan hal yang juga dipromosikan dalam keharmonisan kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

Pusat Keagamaan

Universitas New South Wales menyediakan Pusat Keagamaan untuk memfasilitasi kegiatan keagamaan bagi semua siswa dan staf kampus yang terletak di lantai tiga Squarehouse.

Pusat itu terdapat Gereja Anglikan, Budha, Katolik, Ortodoks Koptik, Islam, Yahudi, Ortodoks Yunani, Pantekosta, Presbiterian, dan Gereja Uniting.

Para pendeta penuh waktu dan paruh waktu memimpin kebaktian, memimpin pelajaran Alkitab, mengadakan pertemuan doa, dan memberikan nasihat spiritual.

Masyarakat Islam memiliki seorang Imam yang menghadiri pertemuan-pertemuan dan doa untuk mahasiswa Muslim.

Kelompok mahasiswa yang beragama Budha, “Unibuds”, juga memiliki fasilitas di pusat itu. Ada juga seorang pendeta Yahudi yang terlibat dengan pusat tersebut.

Koordinator Pusat Keagamaan Universitas New South Wales Mahmoud Jaame mengatakan pusat keagamaan ini sangat bermanfaat bagi para mahasiswa untuk menunaikan kegiatan agama. Ini adalah sebuah contoh kerukunan.

Dia menuturkan banyak universitas di Australia memberikan ruang bagi para mahasiswa untuk melaksanakan ibadahnya.

“Pada umumnya, masyarakat Australia sangat toleran dan membantu. Masyarakat di sini lebih memahami,” ujarnya.

Di lingkungan Pusat Keagamaan itu, ada fasilitas satu ruangan khusus seperti ruang pertemuan untuk mengadakan berbagai kegiatan keagamaan di lingkungan kampus.

Baca Juga  Tari Kipas Serumpun

Ruang itu dapat dipakai secara bergantian untuk semua pemeluk agama.

“Ruangan ini digunakan untuk banyak macam kegiatan keagamaan. Jadwal untuk pemakaian ruangan sangat padat,” tuturnya.

Konstitusi Australia menjamin kebebasan berekspresi dan beragama. Masyarakat bebas menjalankan segala bentuk praktik keagamaan. Perlindungan hukum tersedia untuk mempromosikan rasa hormat dan penerimaan di masyarakat.

Begitu juga halnya dengan Indonesia, yang secara jelas termaktub dalam konstitusi yakni dalam Pasal 28E Undang-undang Dasar 1945 bahwa “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.

Untuk itu, negara hadir untuk menjamin semua pemeluk agama dapat beribadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.

Universitas New South Wales memiliki mahasiswa yang berasal dari 120 negara.

Berdasarkan data dari laman Universitas New South Wales, Muslim di Australia mewakili sekitar 2,6 persen dari populasi umum. Mayoritas di antaranya atau sebesar 64 persen lahir di luar negeri, sisanya lahir di Australia.

Hampir 46 persen orang muslim di Australia berusia 24 tahun ke bawah. Sementara, 44,3 persen dari total populasi muslim Australia tinggal di New South Wales. (antara/jem)