Majalahteras.com – Jiwa dan semangat kepahlawanan haus disiapkan untuk generasi muda bangsa Indonesia. Demikian dikatakan M Natsir Zubaidi, Pembina Risalah Peradaban.
Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan, 10 November, tentunya tidak saja diperingati hanya secara ritual formalitas, tetapi harus dipersiapkan secara konseptual dan keteladanan dari para pemimpin pelbagai level.
Jiwa dan semangat kepahlawan disegala bidang hanya dimiliki oleh orang atau pribadi yg memiliki karakter dan integritas yang kuat dan memadai. Pada setiap generasi, tragedi serta kejadian yang luar biasa akan lahir dan tampil pahlawan-pahlawan.
Peristiwa 10 November 1945 , tidak lepas dari proses sejarah panjang perjuangan bangsa Indonesia.
“Baru satu dekade ini terungkap bahwa sebelum peristiwa 10 November 1945 , ada resolusi jihad yang diinisiasi oleh Hadratus Sheikh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan Ketua Majlis A’la Islam, embryo Partai Islam Masyumi,” ungkap Natsir.
Konon keluarnya resolusi jihad KH Hasyim Asy’sri ini karena desakkan Proklamator kemerdekaan Bung Karno – Bung Hatta dan jendral Sudirman.
“Mereka ini menyadari sepenuhnya, walaupun Proklamasi kemerdekaan sudah dicanangkan tetapi ternyata Kolonialis Belanda (bersama sekutunya) ingin bercokol kembali menguasai Indonesia dengan dalih melucuti senjata tentara Jepang,” tuturnya.
“Maka dengan segeralah menemui Kyai Hasyim untuk segera memfatwakan jihad yang kita kenal dengan resolusi jihad 22 Oktober 1945 untuk membela tanah air Indonesia,” imbuh Natsir.
Ternyata dengan adanya resolusi jihad itu, telah menggelorakan semangat membela tanah sampai titik darah penghabisan. Hal itu telah dibuktikan oleh arek-arek Surabaya waktu adanya agresi yang dilakukan oleh sekutu dibawah Jehderal Mallaby.
“Melalui Pidato Radio RRI, Bung Tomo disertai pekik Allahu akbar, arek-arek Suroboyo dengam gagah berani melawan sekutu,” ujar Natsir.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa ciri-ciri jiwa kepahlawanan itu memiliki karakter integritas dan keberanian untuk melakukan perubahan.
“Nabi Muhammad Rasulullah SAW, sejak muda sudah mendapatkan gelar Al Amin (jujur dan dapat di percaya ) dengan melakukan gerakan hijrah, membina (ijtihad) masyarakat Madinah dan melakukan perjuangan untuk kesejahteraan dan perdamaian serta keselamatan umat manusia ketika Fatkhul Makkah Rasulullah Saw telah memberikan pengampunan umum (grasi dan abolisi) kepada segenap tokoh dan masyarakat Makkah yang mendzoliminya,” katanya.
“Dalam konteks Indonesia kita menyaksikan para founding Fathers Sukarno-Hatta, Syahrir, Natsir, Sultan Hamengku Buwono, Sudirman dll telah memiliki idealisme dan menunjukkan jiwa karakter serta integritasnya terhadap tanah air dan bangsanya,” pungkas Natsir.
Ia melanjutkan, mereka telah melakukan perubahan dari situasi penjajahan menuju Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Selain itu, peranan kaum muda, yakni pemuda, pelajar dan mahasiswa pada era orde baru, gerakan KAPPI KAMI dan TNI serta rakyat telah berhasil menggagalkan kudeta G30S/PKI yang telah menculik dan membunuh secara keji para jendral pimpinan Angkatan Darat.
Pada tahun 1966, saat itu tampil para pemimpin muda, seperti Subhan ZE, Harry Chan Silalahi, Lukman Harun, Husni Thamrin, Cosmas Batubara, Abdul Ghafur, Fahmi Idris dll. Begitu juga pada 1998, anak muda pun tampil dalam menyelamatkan bangsa yang tengah dilanda krisis politik dan ekonomi.
“Demonstrasi para mahasiswa di kawasan Gedung MPR RI, maka tampilah tokoh reformasi seperti Amien Rais, Gusdur (Abdurrahman Wahid) dan Megawati Sukarnoputri yang memperjuangan agar Indonesia dapat bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN),” bebernya.
Oleh sebab itu, generasi muda sebagai harapan bangsa harus mempersiapkan diri dengan memperbanyak literasi baik tekstual dan kontekstual untuk menjadi bekal agar memiliki Idealisme, Integritas, dan keberanian untuk menjadi pemimpin masa depan.