Jakarta – Dalam sejarah panjang Nusantara, nama Herman Yoseph Fernandez mungkin belum sepopuler para tokoh nasional lainnya, namun perannya di masa perjuangan tidak kalah penting. Sebagai anak Lamaholot, Herman lahir dari keluarga yang sangat menghormati adat dan agama. Ayahnya, Markus Suban Fernandez, dan ibunya, Fransiska Theresia Pransa Carvallo Kolin, adalah sosok guru yang berdedikasi di tanah Flores. Kehidupan keluarga mereka tidak hanya diwarnai pendidikan, tetapi juga napas Katolik yang kuat, dengan pengaruh misionaris asing yang membentuk mentalitas mereka.
Sejak kecil, Herman sudah menunjukkan karakter yang kuat. Ia dikenal sebagai anak yang cekatan dan penuh rasa ingin tahu. Pendidikan pertamanya dimulai di Schakel School, Ndao, di mana ia mulai merasakan pengaruh misionaris yang kelak membentuk pandangannya tentang dunia dan pendidikan. Meskipun berasal dari daerah terpencil, Herman tidak puas dengan lingkungan sekitarnya yang terbatas. Ia ingin melihat dunia yang lebih luas dan memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK) Muntilan, Jawa.
Muntilan menjadi titik penting dalam perjalanan hidup Herman. Di sini, ia bertemu dengan para pemuda dari berbagai suku di Indonesia, membentuk persahabatan yang kelak berperan besar dalam perjuangan kemerdekaan. Di tengah dinamika belajar mengajar di HIK dan Xaverius College, Herman tak hanya mendapat ilmu akademis. Ia juga menyerap nilai-nilai seperti disiplin, kejujuran, dan nasionalisme, yang dibentuk oleh para misionaris seperti Pastor Frans van Lith, SJ.
Namun, perjalanan hidup Herman tak selalu mulus. Jepang datang menduduki Jawa dan menghentikan semua aktivitas pendidikan di sekolah-sekolah HIK. Bersama teman-temannya, Herman sempat diangkut untuk dilatih sebagai Seinendan dan Keibodan, membantu tentara Jepang dalam Perang Dunia II. Menolak keras rencana ini, Herman memilih kabur dan menempuh jalan perjuangan yang berbeda.
Pilihan Herman untuk melawan penindasan Jepang membawanya berkolaborasi dengan tokoh-tokoh perjuangan, termasuk Tan Malaka. Mereka terpaksa hidup sebagai buruh Romusha di tengah masa pendudukan Jepang, sambil menyusun rencana dan membangun perlawanan.
Kisah hidup Herman Yoseph Fernandez adalah perjalanan seorang anak guru sederhana dari Larantuka yang diwarnai dinamika perjuangan nasional dan pengabdian. Pendidikan, adat, dan keyakinan menjadi fondasi kuat bagi Herman untuk terus berjuang demi bangsanya. Meski terhalang menjadi guru, Herman memilih jalur yang lebih besar—membela tanah air. Hari ini, jejak perjuangannya layak diabadikan sebagai pahlawan nasional.