Terbit di Serang.1924
Dalam tata bahasa Belanda, ada kata sandang tertentu /de/ dan /het/ seperti halnya /the/ dalam bahasa Inggris atau /der/, die/, dan /das/ dalam bahasa Jerman, atau pula /al/ dalam bahasa Arab. Buku, dengan kata sandangnya, het boek, bukan de boek. Sama halnya dengan de man (laki-laki), bukan het man. /Apa kabar, Anda?/. dalam bahasa Belanda, /Hoe gaat het met U?/
Koran yang terbit kali pertama di Banten, zaman penjajahan Belanda, De Banten Bode (Utusan dari Banten). Bode, artinya, utusan, pengantar berita, atau penyampai berita. De Banten Bode bisa pula diterjemahkan jadi Surat Kabar Banten. Kata sandang tertentu /de/ untuk nama koran di tanah air dewasa itu, sangat populer, seperti De Locomotief (Semarang, 1864), De Preangersbode (Bandung, 1896), dan De Sumatra Post (Medan, 1894).
De Banten Bode terbit di Serang (kini, Kota Serang), tahun 1924. Penerbitnya, seorang pengusaha percetakan asal Belanda Eropa, Charles M. Fritz. Dia mengantongi izin penerbitan koran dari Residen Banten. De Banten Bode mengunjungi pembacanya setiap Sabtu, dengan bahasa Belanda (sesekali bahasa lokal). Isinya, informasi pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan sastra. Juga, ada iklan.
Pengasuhnya terdiri dari orang Belanda dan orang pribumi Banten. Sasaran pembacanya terutama pegawai Belanda, orang Eropa, dan elit pribumi. De Banten Bode berhenti terbit tahun 1938.
Koran Santun Kolonial
Apakah De Banten Bode berpolitik praktis, dan bekerja untuk kelanggengan penjajahan di tanah air? Secara resmi, De Banten Bode bukan milik partai politik. Meski begitu, De Banten Bode dipastikan punya posisi politik karena terbit di tengah-tengah politik penjajahan. Sangat logis kalau beroperasi untuk kepentingan politik Pemerintah Kolonial Belanda. Namun, disebutkan pula, De Banten Bode bersikap moderat dan proadministrasi.
De Banten Bode terbit sangat mungkin sebagai reaksi atas pergerakan kebangsaan dan politik pribumi dengan motor Syarikat Islam (SI), Taman Siswa, Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Muhammadiyah.
De Banten Bode tak pula jadi corong nasionalisme. Jarang sekali, atau malah sama sekali tak memberi ruang ekspresi untuk suara dan pergerakan kaum pribumi. Ada redakur dan kontributor pribumi, memang, tetapi mungkin tak bisa leluasa.
Ideologi utamanya bisa dipastikan loyak kepada tuannya, Pemerintah Kolonial Belanda. De Banten Bode adalah wajah koran santun kolonial. Koran jadi alat kekuasaan yang halus, bisa mengatur opini publik, dan terutama membangun kesan : tanah air maju di bawah pemerintahan kolonial Belanda. Secara keseluruhan, boleh jadi, seperti itulah hidden agenda penerbitan koran Belanda di tanah air, tempo hari, termasuk di Banten.
Robert Peerboom
Sebuah buku jurnalistik, ditulis oleh seorang Belanda, Robert Peerboom. Judulnya, Het Dagblad. Buku ini disadur ke dalam bahasa Indonesia oleh Drs, S. Rochady (dosen UNPAD), beredar tahun 1970-an. Judul buku hasil saduran, Surat Kabar.
Di akhir bagian buku, Peerboom mengingatkan, “Pers bebas mengeritik penguasa, baik dalam tindakannya maupun dalam kebijaksanaannya, namun tetap mempunyai kewajiban mendukung hukum-hukum yang berlaku” (1970 : 202).
Peerboom mengingatan pula, bahwa kepribadian wartawan ideal itu pertama-tama adalah mencintai kebenaran. Jadi wartawan harus sebagai panggilan hidup pula (1970 : 133-134). (Dean Al-Gamereau).