MAJALAHTERAS.COM – Ada kasih di balik kisah Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa, saat mereka diturunkan Allah SWT dari surga ke dunia. Adam ditempatkan di dunia barat dan Hawa ditempatkan di dunia timur. Nama Adam sendiri disebut dalam Al-Qur’an, tetapi istrinya, Hawa, tak disebutkan. Sama seperti tak disebutkan pula nama dua anak mereka yang berkurban (Al-Maidah : 27)
Meski berjauhan, mereka tetap berkomunikasi, yang kabarnya, melalui transmisi angin. Konon, kalau angin barat berembus ke timur, Adam menitipkan pesan agar disampaikan kepada Hawa. Demikian pula sebaliknya, kalau angin timur berembus ke barat, Hawa selalu menitipkan pesan agar disampaikan kepada Adam.
Begitulah mereka saling berkirim pesan melalui transmisi angin, dari waktu ke waktu, sampai akhirnya mereka bertemu di suatu tempat yang kini dikenal dengan nama Jabal Rahmah (Gunung Kasih Sayang), di Padang Arafah, Makkah Al-Mukarramah (Kerajaan Saudi Arabia).
Sebagian orang percaya, Jabal Rahmah sebagai tempat mustajab (pasti terkabul doa) untuk meminta jodoh, yang dikait-kaitkan dengan berjodohnya kembali Adam dan Hawa. Jabal Rahmah terutama selalu dikunjungi jamaah haji atau jamaah umrah.
Benarkah cerita Adam dan Hawa itu? Komunikolog Engkus Kuswarno tak memastikan kebenaran komunikasi mereka berdua lewat transmisi angin itu. “Soal Adam dan istrinya diturunkan ke dunia, memang ada dalam Kitab Suci Al-Qur’an,” kata Engkus, dosen Komunikologi di beberapa universitas.
Menurut pakar ilmu komunikasi yang lain, Onong Uchyana Effendi (2003 : 1), bertemunya kembali Adam dan Hawa itu sebagai perjumpaan suami istri yang menimbulkan lagi kasih sayang yang tiada terhingga. Rahmah itu sendiri, artnya, kasih sayang, cinta kasih.
Sumber lain menyebutkan, pertemuan Adam dan Hawa terjadi di sebuah tempat di India. Namun, Hawa dipercayai diturunkan dan dimakamkan di Jeddah (kini sebuah kota internasional di Kerajaan Saudi Arabia). Jedah sendiri, bahasa Arab, jaddatun, artinya nenek, yang dimaksud adalah nenek moyang manusia.
Kalau benar Adam dan Hawa berkomunikasi dengan cara seperti tersebut di atas, artinya, selama sekian zaman, manusia menggunakan transmisi angin untuk berkomunikasi.
Kisah pertemuan mereka di Jabal Rahmah itu, memang, tanpa dukungan kuat dari sumber-sumber terpercaya. Kisah ditulis sebagai cerita populer, seperti dalam kitab tarikh Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir. Ulama tafsir ini tak menilanya cerita sahih, tetapi pula tak menyebunya cerita palsu. Ibnu Katsir, dan para ulama yang lain, seperti mengisyaratkan boleh menceritakan romanatika Jabal Rahmah itu. (Dean Al-Gamereau).