KKN Kolaborasi Atasi Sampah, Eksplorasi Workshop Kura-Kura di Desa Serangan Bali
Majalahteras.com – Sampah tidak hanya menjadi persoalan desa, melainkan negara, berbagai usaha pastinya sudah dilakukan baik oleh masyarakat maupun pemerintah dalam mengatasi sampah, namun seringkali terhalang oleh tempat penampung, bahkan masyarakat yang kurang memiliki kesadaran terhadap lingkungan. Keresahan itu diolah oleh seorang nelayan terumbu karang, I Wayan Patut (51), asal Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali untuk membuat pabrik sampah yang sudah bekerjasama dengan Pusat Teknologi Informasi dan Data (PTID).
Permasalahan ini jugalah yang akan coba dieksplorasi oleh tim KKN kolaborasi antara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, dan UIN Walisongo Semarang, yang dalam 1 bulan ke depan akan melaksanakan KKN di Desa Serangan. Selain mengeksplorasi pengalaman mahasiswa selama disana, KKN ini juga akan mengeksplorasi tempat-tempat menarik dalam berbagai bidang. Salah satunya Workshop Kura-Kura Bali di Desa Serangan. Minggu (31/7/2022)
Mahasiswa asal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mumtazatul Kamilah mengatakan, KKN kolaborasi ini dilaksanakan di 5 Desa di Bali. Salah satunya di desa Serangan Denpasar Selatan.
“Disini kami akan mencoba mengeksplorasi Workshop Kura-Kura, karena programnya mulia sekali, yakni mengatasi problem sampah. Selama KKN di sini banyak budaya baru yang membuka pikiran saya untuk lebih menghargai agama dan budaya yang berbeda. Hidup berdampingan dengan agama selain Islam adalah tantangan beradaptasi yang sulit bagi sebagian orang, karena selain berbeda pikiran kita juga beda agama dan kepercayaan,” katanya
Hal yang paling berkesan, lanjut dara yg juga Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Ushuluddin ini, adalah etika kehidupan bagi agama Hindu sangat dijunjung tinggi.
“Contoh kecilnya tidak membuat jemuran lebih tinggi dari Pura (tempat ibadah) mereka bahkan tidak boleh menjemur pakaian sembarangan misal menghadap Pura, berdekatan dengan Pura atau depan rumah, sedangkan umat Muslim di Bali pun mengikuti etika tersebut,” jelasnya
“Satu moment kita makan bersama dengan wajan yang dipastikan tidak digunakan untuk memasak makanan haram menurut Islam, mereka sangat menghargài dan antusias dengan pengetahuan agama Islam begitupun sebaliknya. Kesan-kesan itu yang bisa saya sampaikan semoga bisa bertemu dengan momen ini lagi dilain waktu,” imbuh dia.
Salah seorang Nelayan Desa Serangan, I Wayan Patut (51), mengapresiasi kehadiran para mahasiswa KKN, dan akan diajak untuk bersama-sama mengatasi persoalan sampah disana.
Ia menjelaskan, semangatnya ini diawali dengan melestarikan terumbu karang. I Wayan Patut mengawali mata pencahariannya sebagai nelayan batu karang, ia pernah merintis cangkok terumbu karang di daratan dan menghidupkan 100 terumbu karang dengan habitat hidup yang berbeda.
“Tahun 2007 menggerakkan pabrik sampah, yang diberi nama Workshop Kura-Kura, untuk menampung sampah masyarakat yang ditukar dengan satu karung beras. Prinsipnya, ketika jasa kebersihan menjadi pekerjaan sampingan, harusnya menjadi pekerjaan utama dengan penghasilan yang lebih tinggi, karena selain pekerjaan ini dianggap susah juga pekerjaan yang sering diremehkan,” jelas Patut.
Patut menuturkan, Workshop Kura-kura Bali merupakan Pabrik Pengolah Sampah yang dijadikan kerajinan apapun dengan bahan dasar plastik, kardus, kain bekas, benang senar, dan lain-lain.
“Disana sampah non organik dipisah berdasarkan jenis dan warnanya sedangkan sampah organik diolah menjadi pupuk tanaman obat-obatan yang dibudidayakan di lokasi tersebut. Pertahun 2022 ini, target produksi perhari minimal membuat 10 kerajinan dengan tingkat kesulitan normal, kerajinan bisa cepat diproduksi jika bentuk dan pengerjaannya lebih mudah. Pekerja disana dituntut untuk mengasah seni dan kreativitas mereka untuk menghasilkan kerajinan yang unik dan bagus. Alat-alat yang digunakan dalam membuat kerajinan-kerajinan tersebut masih menggunakan peralatan yang sederhana,” tuturnya.
Ada proses pemilahan sampah, Ia menambahkan, yang dilakukan secara manual, setelah itu sampah dicuci dan dijemur berdasarkan jenisnya, adapun yang berbentuk seperti botol bisa dihancurkan dengan mesin atau dipotong-potong lalu dipanaskan dengan oven biasa. Peralatan sederhana ini diharapkan agar masyarakat juga mampu meniru dan menghasilkan kerajinan yang lebih estetik dan memiliki daya jual tinggi.
“Harapannya, semoga dengan adanya pabrik ini masyarakat semakin sadar akan pentingnya untuk saved sampah, karena setiap pengunjung yang berdatangan kemari akan memberi pemahaman dalam diri mereka untuk tidak membuang sampah sembarangan. Andai satu hari saja 10 orang yang sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya, maka sampah semakin berkurang,” harapnya.
“Dan permaslahan selanjutnya, bagaimana sampah ini tidak disimpan di rumah warga? Oleh karena itu sampah diolah untuk dijual kembali dengan barang-barang yang dapat digunakan. Selain itu beliau berharap semoga pemerintah dan masyarakat dapat melirik dan juga melestarikan lingkungan yang lebih bersih,” imbuhnya.@man