Seorang pemuda, paham agama, bahkan jadi tokoh agama di kalangan anak muda, namanya Haji Umar (wafat 1925), tinggal di Cilangkahan (kini, termasuk Kecamatan Malingping, Kabupaten Lebak). Haji Umar, tokoh agama di lingkungan Cilangkahan itu kemudian menikah dengan Caterina, seorang gadis anak pengusaha perkebunan milik seorang Belanda.
Orang tua sang gadis, tak setuju, dengan berbagai alasan. Haji Umar nekad menikahi gadis Belanda itu, yang kemudian membawa lari, dan memang sang istri suka dibawa lari.
Tak cukup jadi istri, Caterina kemudian mempelajari Islam lebih mendalam, di pesantren, dan tentu saja, juga dengan bimbingan sang suami, Haji Umar. Caterina kemudian beribadah haji atas dorongan sang suami. Jadilah Hajjah Caterina.
Keturunan mereka masih bisa bercerita tentang kisah kasih kedua leluhurnya itu, baik yang tinggal di Malingping, maupun di luar Malingping, seperti di Serang dan Jakarta. (Ali, 2009:31). Caterina sendiri meninggal dunia di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, dimakamkan di Kampung Muara, dekat dengan jalur Sungai Ciujung, Kota Rangkasbitung.
Asal Mula Cilangkahan
Alkisah, seorang jawara, ahli bela diri, dan seniman, sering bertandang ke Banten Selatan. Masyarakat setempat ketika itu sering mengundangnya untuk pentas seni bela diri. Ki Buyut Alijan bin Ki Buyut Asmunah, sang jawara itu, sering pula mengembara ke Pantai Panggarangan. Dia nikmati indahnya pemandangan pantai setempat, seperti batu karangnya yang besar-besar, yang tetap bertahan ketika disapu badai atau ombak besar.
Ki Buyut, asal Jasinga, Kabupaten Bogor itu, sering beristirahat di sebuah saung (tempat berteduh). Lalu, tempat ini jadi kampung tempat berteduh permanen, yang kemudian disebut Kampung Panyaungan. Di Kampung ini, konon, Ki Buyut menikah dengan Nyi Uyut Euyeum.
Ki Buyut, seperti ditulis Indra Lesmana dalam blog-nya (unduh, 28/07/24), punya ilmu napak sancang, bisa berjalan di atas air. Ada sungai besar di Malingping. Tak ada jembatan penyeberangan. Kalau mau menyeberang, orang-orang pakai rakit atau berenang. Namun, Ki Buyut cukup berjalan di atas air. Atau, sungai dilangkahinya. Cukup sekali saja melangkah, lebarnya sungai itu terlampaui.
Sungai ini kemudian disebut Sungai Cilangkahan, termasuk kampungnya, jadi Kampung Cilangkahan. Sungai Cilangkahan itu ada di Kampung Nambo, Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping.Sungai Cilangkahan masih ada, tetapi Ki Buyut Alijan, tentu saja, sudah tiada (Dean Al-Gamereau).





