Ketum KERIS: Moratorium dan Tata Ulang Retail dan Pasar Modern Key Succes Jemput Puncak Bonus Demografi 2030

oleh
oleh -

“Warung klontong itu warisam ekonomi dan budaya leluhur bangsa. Mata penghidupan rakyat kecil, kawulo alit. Ada sejak sebelum merdeka. Demikian juga pasar tradisional. Harus di uri-uri, dikembangkan maju dan unggul. Negara wajib hadir lindungi, ayomi, dan kanalisasi agar mampu bersaing dengan ritel dan pasar modern, juga hadapi era ekonomi digital”, by dr Ali Mahsun ATMO, M. Biomed. Ketua Umum KERIS, Jakarta, 7/1/2024.

Jakarta, 7 Januari 2024 – Pemerintah diminta serius mendorong upaya masyarakat kecil mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya melalui warung klontong, pedagang pasar tradisional. Untuk sekolahkan puluhan juga generasi penerus bangsa. Keberadaan retail modern sungguh menggerus usaha rakyat, omset terus anjlok bahkan banyak yang gulung tikar atau mati. Gantungan perekonomian dan kehidupan rakyat seperti diketahui bersama makin terjepit. Pemerintah didesak segera moratorium pembukaan retail modern di tanah air.

Baca Juga  Konektivitas Mendorong Tranformasi Digital dan Reaktivator Pemulihan Ekonomi

“Sungguh retail modern membuat usaha rakyat, seperti jutaan warung klontong dan puluhan juta pedagang pasar tradisional omsetnya terus menurun. Bahkan banyak yang gulung tikar atau mati. Segera lakukan moratorium retail dan pasar modern (atau stop pemberian izin), dan hanya diperbolehkan beroperasi di Kota Kecamatan,” tegas Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) dr.Ali Mahsun Atmo MBiomed, di Jakarta, Minggu (7/1/2024).

Ali Mahsun menegaskan, keberadaan retail modern ini sebelumnya sudah diatur dalam Perpres No.112 Tahun 2007 lalu, saat Presiden SBY. Selanjutnya sempat diperlonggar perijinannya zaman Presiden Jokowi dengan paket September 2015, yang memperbolehkan retail modern berdiri di semua wilayah.

Faktanya sekarang, Ali Mahsun yang juga Ketum APKLI Perjuangan ini, jumlah retail modern terus bertambah sekitar 5% per tahun atau sekarang ini sudah mencapai 42 ribu lebih yang berizin resmi. Namun sebaliknya, pertumbuhan warung klontong turun 5% per tahun, dari tahun 2015 lalu masih sekitar 5,1 juta unit sekarang hanya tinggal 3,9 juta unit usaha rakyat.

Baca Juga  Menko PMK Lakukan Sidak ke Kelurahan Angke Terkait Bantuan Sosial yang Tak Layak Konsumsi

“Ritel modern, sudah masuk ke pelosok kampung, seakan bebas menjamur diseluruh tanah air. Makin menjepit warung klontong dan pasar tradisional. Tragisnya keberadaan retail ini ada yang diduga tak berizin, yang jumlahnya justeru lebih besar sekitar 1-2 kali lipat toko retail modern yang berizin.”

Tentu saja, menurut Ali Mahsun, keberadaan retail modern ini sudah mengusik kehidupan pedagang warung klontong. Juga pedagang pasar yang mengeluh omzetnya terus turun. Pemerintah harus hadir, dan berpihak terhadap 65,4 juta usaha mikro dan kecil termasuk warung klontong dan pedagang pasar.

“Kalau ingin jemput kesuksesan puncak bonus demografi 2030, salah satunya lakukan moratorium izin retail modern, dan tata ulang retail dan pasar modern yang hanya bisa berperasi di tingkat Kecamantan,” cetusnya.

Baca Juga  Ini Bentuk Strategi Abdul Halim Iskandar dalam Percepat Pembangunan Infrastruktur di Riau

Menurut Ali Mahsun, puncak bonus demografi 2030 membutuhkan peluang pekerjaan yang sungguh besar dan waktunya hanya tinggal enam tahun kedepan. Kalau tidak, bonus demokrasi bukan menjemput tahun emas, tatapi datangnya malapetaka, yang sulit dikendalikan.

Menurut Presiden Kawulo Alit Indonesia (KAI), saatnya pemerintah memberikan keleluasaanya pengembangan warung klontong, pedagang pasar maupun usaha mikro lainnya. Para usaha mikro ini juga harus mendapatkan perlindungan, agar juga milenial dan generasi Z mau menggeluti wirausaha ini.

“Kalau tidak segera aksi nyata, maka pengangguran, kesulitan lapangan kerja serta memicu kemiskinan dan kelaparan. Kalau tidak segera ditangani akan memicu gejolak sosial. Karena juga Pemimpin Nasional, Presiden dan WapresTerpilih pada Pilpres 2024 ini, mendapat tugas berat menyongsong puncak bonus demografi dan gejolak global.”*