https://majalahteras.com/-Sejak berdirinya kesultanan, Banten merepresentasikan diri sebagai city-state (negara-kota) yang berorientasi pada perdagangan internasional. Kota Banten dengan penduduk jeterogen menjadi wadag pelebur kelompok pembawa identiras budaya dari berbagai peradaban besar. Interaksi antar etnik bahkan antar ras mengharuskan tumbuhnya budaya terbuka bagi berbagai kemajuan juga perkembangan kebudayaan.
Karakter open culture itu, misalnya tampak pada penggunaan bahasa. Bahasa melayu memang sudah lama menjai lingua-franca di nusantara termasuk juga di Banten. Tetapi karena ikatan budaya yang kuat dengan pusat-pusat kekuasaan pesisir utara Jawa, Banten kemudian menjadi pewaris jauh dari bahasa jawa pesisiran. Selain bahasa Sunda sebagai bahasa ibu pada awalnya di pusat kota Banten, bahasa Melayu dan Jawa sudah menjadi bahasa umum baik dalam domain pemerintahan maupun ranah kehidupan sosial, agama dan ekonomi perdagangan.
Namun harus dicatat, banyak penduduk kota Bnaten juga menguasai aksara dan bahasa asing, terutama Arab. Hal ini bisa dilihat dari berbagai karya keagamaan hasil pemikiran orang Banten yang dipusatkan di Kasunyatan. Belakangan lebih kuat lagi pada figur Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Abdul Karim Tanara dan Kiai Asnawi di luar pusat kota Banten. Bahkan aksara Arab juga digunakan secara resmi di dalam pemerintahan sebelum dikombinasikan dengan Jawa dan Latin pada periode kolonial. Dengan demikian penguasa bahasa-bahasa yang umum pada masa itu, menjadikan Banten mampu mendobrak kebekuan hubungan antar etnik dan antar-ras sekaligus membuat kebudayaan dapat berkrmbang dalam dinamika kontemporenitasyang diperlukan.
Di sisi lain, berbagai wujud kebudayaan menampakkan heterogenitasnya, baik dalam aspek arsitektur, satra, seni pertunjukan, seni kriya dan juga busana. Demikian lama proses difusi budaya itu sehingga menyulitkan kita untuk menemukan kembali wujud asli dari kebudayaan itu serta bagaimana proses transformasinya dari satu periode ke periode lain. Sebuah generalisasi mungkin perlu diajukan sebagai hipotesis bahwa kebudayaan Banten merupakan hasil perpaduan berbagai unsur lokal dan asing yang telah terbina dalam proses waktu cukup panjang.