JOGET GEMOY DAN BERPOLITIK DENGAN GEMBIRA

oleh
oleh -

Oleh Ahmad Kailani*)

“Dance is the fist with which I fight the sickening ignorance of prejudice.”

(Pearl Primus 1911-1994)

Joget Gemoy agaknya kini telah menjadi “wabah” di masyarakat. Semua orang seperti terbawa arus untuk mengikuti geraknya. Gerakan sederhana yang dilakukan dengan riang dan gembira ini, entah siapa penciptanya. Tetapi sulit bagi kita untuk membantahnya, bahwa Capres bernomor dua, Prabowo Subianto adalah pelopornya.

Dalam setiap momen Mas Bowo, demikian Prabowo ingin dipanggil, selalu menyisipkan waktu untuk Joget. Dengan gerakan yang sangat luwes, Mas Bowo seperti tak pernah bosan memviralkannya. Tidak ada hari tanpa Joget Gemoy. Semua TV dan media sosial menyiarkannya. Meski yang tak suka, kerap mencibirnya, namun Mas Bowo tak peduli.

Melalui joget gemoy, pesan Prabowo sangat penting namun sederhana. “Mari kita jadikan Pemilu sebagai kontestasi politik yang menggembirakan. Pemilihan raya yang menyenangkan”.

Gemoy memang bukan istilah baru. Namun istilah ini kembali menyeruak gara-garanya, calon presiden Prabowo Subianto yang diteriaki ‘gemoy’ oleh para kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Selasa (24/10). Lontaran ‘gemoy’ itu diberikan pada Prabowo saat dirinya tengah berpidato dalam deklarasi dukungan PSI untuk dirinya dan pasangannya Gibran Rakabuming.

“Apa? Gemoy? Apa itu gemoy?” ujar Prabowo di depan kader PSI. Kutipan Prabowo mempertanyakan ‘gemoy’ itu pun langsung muncul di media sosial. Tak ayal, dari sana istilah ‘gemoy’ pun kini ramai jadi perbincangan. Sejak itu Prabowo identik dengan sosok Gemoy, menggemaskan. Prabowo is Gemoy. Maka mulailah muncul kata joget Gemoy saat pengambilan nomor urut pasangan capreswacapres untuk Pilpres 2024 di KPU pertengahan November lalu. Video Prabowo joget saat itu tersebar luas dan menjadi perbincangan netizen di media sosial.

Baca Juga  Jokowi Kunjungi Kampung Nelayan Desa Pajukukang Sulawesi Selatan

Dalam momen lain di KPU, Prabowo juga berjoget ketika mendapat pertanyaan dari wartawan. Prabowo pun mendapat predikat gemoy dari masyarakat atas aksinya itu. Gaya Prabowo berjoget di depan para petinggi partaI dan disaksikan ratusan juta pemirsa bisa dibilang instink politik yang cerdas.

Alih-alih tabu dan seperti “melanggar” kesakralan politik 5 tahunan, ternyata sebaliknya. Gerak joget Gemoy Prabowo yang “menggemaskan” telah menjadi hiburan yang menyenangkan. Banyak yang menduga Joget Gemoy adalah adalah karya seni rekayasa.

Sebuah desain gerak yang berisi “kepentingan” tertentu. Jika bukan didesain mengapa joget ini begitu masif secara tiba-tiba? Jika sebuah joget biasa, mengapa ia demikian mudah tersebar dan digandrungi warga? Tidak aneh jika setelah debat capres pertama, joget Gemoy dianggap semacam pengalihan. Dan lebih “sadis” lagi, dianggap semacam bentuk pembodohan, penghinaan akal sehat dan menjadi ancaman demokrasi. “Sebuah kampanye gimik yang diterapkan Ferdinand.

Romueldez Marcos, saat mengikuti pertarungan Pilpres di Philipina”, kata Jubir KTN AniesImin. Benarkah? Ada tiga sebab mengapa joget Gemoy begitu cepat digandrungi masyarakat: Pertama, joget atau tari (dance) bukan hal yang baru dan tabu di masyarakat. Bahkan joget

telah tumbuh di masyarakat sejak zaman Pra Sejarah. Merujuk pada pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, joget memiliki; tari, tarian, ronggeng, tarian atau lagu melayu yang rancak iramanya.

Sebagai negara dengan ratusan suku dan budaya, kita mengenal puluhan bahkan ratusan nama tari. Tidak aneh joget (tari) menjadi seni yang tidak bisa dipisahkan dari rakyat. Bahkan sulit memisahkan joget dengan kegiatan seni di masyarakat.

Baca Juga  Tim Kes TMMD Reg Ke-108 Berikan Pelayan Kesehatan Untuk Balita

Tari Joget Lambak atau joget Dangkung, misalnya. Nama Joget Lambak diambil dari bunyibunyi yang keluar dari alat musik pengiring tarian. Tarian Joget Lambak memadukan unsur tari, musik, dan nyantian yang sudah dikenal sejak abak ke-17. Biasanya tarian ini digelar pada malam hari. Dipentaskan dalam acara-acara kegiatan masyarakat seperti perkawinan, perayaan peringatan hari besar, atau dalam pentas seni pertunjukan.

Selain sebagai bentuk ritual, penghormatan, tari juga sebentuk ekspresi kegembiraan. Wujud ungkapan kegembiraan dengan memadukan tiga unsur, yaitu gerakan yang lincah, musik yang cepat, dan syair yang bermakna suka cita. (Kompas 10/03/2021).

Kedua, melihat konteksnya, jelas Joget Gemoy lahir tanpa rekayasa. Gerak sederhana yang merupakan refleksi dari kebahagiaan. Atau setidaknya berusaha keluar dari rutinitas yang “menjenuhkan”.

Karena sederhana, ia menjadi gerakan yang mudah diikuti. Gerak lucu yang melahirkan kegembiraan. Ditambah, media sosial semacam Tiktok, ikut mempercepat penyebaran secara massif sehingga banyak orang tergoda ikut mempraktekkannya.

Dari sinilah potensi “ledakan” joget gemoy tidak bisa dibendung lagi. Seperti gerak tari lainnya yang di share di Tiktok, maka bisa jadi gelombang joget gemoy mampu “meruntuhkan” tembok kelas kaum “undecided voter”, untuk kemudian memilih Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024-2029.

Ketiga, faktor Prabowo. Harus diakui, tidak ada joget gemoy tanpa Prabowo. Karena itu, joget gemoy memang tidak semata-mata lahir dari ekspresi seni. Selain adanya “perubahan” dalam sifat dan gaya politik Prabowo, juga ada “peristiwa” politik di mana joget gemoy itu lahir.

Perubahan dalam diri Prabowo bisa jadi semacam paket “gaya berpolitik baru”, namun menurut Ahmad Muzani, tetap tegas, visioner dan lucu. Seperti dalam pengantar di buku “Lucunya Prabowo” (Kompas, 10/2023, hal. vii-viii), Sekjen Partai Gerindra ini menulis; “Beberapa bulan terakhir, saya melihat Pak Prabowo mengalami banyak sekali perubahan.

Baca Juga  Puskesmas Cikedal Bantu Penangan Medis Pasien Lumpuh

Beliau semakin lucu, humoris, suka bercanda dan lebih santai. Banyak senyum yang mengembang setiap berbincang dengan Pak Prabowo. Bahkan kita bisa tertawa lepas dengan santai. Setiap obrolan, pesan-pesan, atau ketika memberi pengarahan, Prabowo selalu membuat orang tertawa. Yang paling menyegarkan, dalam setiap momen, Prabowo mencoba membawa diri dengan santai, rileks, kadang diikuti dengan jogetan khas beliau..”

Sebagai Wakil Komandan Relawan di TKN Prabowo-Gibran, penulis beberapa kali mendapat kesempatan hadir, mendengar pidato Prabowo secara langsung. Dan benar gaya “pidato politik” Prabowo nampak lucu dan santai namun tetap berbobot.

Jadi pada akhirnya, apa yang dilakukan oleh Prabowo bisa dianggap sebagai bentuk ekspresi politiknya di Pemilu Tahun 2024. Ekspresi yang lebih mengedepankan kepentingan persatuan dan kesatuan bangsa daripada mengejar kemenangan dan kekuasaan.

Mengingat pada Pemilu sebelumnya, masyarakat hampir terbelah menjadi “cebong-kampret” yang dampaknya hingga saat ini belum sepenuhnya pudar, maka sejatinya joget gemoy adalah solusi sebagai “joget persatuan bangsa”.

Joget yang mengajak semua orang untuk tetap sehat, berbahagia dan tanpa prasangka. Bagi Prabowo, joget gemoy bisa jadi senafas dengan kata-kata seorang Antropolog dan Kareografer terkenal Amerika Serikat, Pearl Primus (1911-1994), “Tarian adalah tinju yang saya gunakan untuk melawan ketidaktahuan yang memuakkan tentang prasangka.”

*) Ketua Umum DPP Perisai Prabowo &

Wakil Komandan Relawan TKN Prabowo-Gibran