Umat Hindu Bali akan merayakan tahun baru Saka 1939. Pada malam pergantian tahun, umat Hindu Bali ramai-ramai mengarak ogoh-ogoh keliling kota. Ogoh-ogoh merupakan patung raksasa yang terbuat dari anyaman bambu, kertas koran dan pewarna. Belakangan, ada pula ogoh-ogoh yang dibuat dari stereoform.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Sudiana menuturkan, ogoh-ogoh sudah ada sejak zaman Bali kuno. Biasanya, ogoh-ogoh selalu hadir setiap ritual keagamaan.
“Ogoh-ogoh itu dari dulu selalu ada setiap upacara. Ogoh-ogoh sudah ada sejak zaman Bali kuno atau sekitar abad ke-7,” kata Sudiana saat dihubungi, Rabu (22/3). Hanya saja, saat itu ogoh-ogoh belum diarak keliling kota seperti saat ini. Dahulu, ia menceritakan, ogoh-ogoh hanya dipajang di pura tempat pelaksanaan upacara keagamaan.
Ogoh-ogoh mulai diarak keliling kota para tahun 1960-an. ”Namun, itu masih di beberapa lokasi saja. Arak-arakan ogoh-ogoh semakin semarak sejak tahun 1986, ketika hari raya Nyepi diakui sebagai hari libur nasional oleh pemerintah,” jelasnya.
Denpasar adalah kota yang mengawali parade ogoh-ogoh secara besar-besaran. Baru setelahnya kota-kota lain mengikuti mulai dari Gianyar, Badung, Tabanan, Buleleng, Karangasem, Bangli, Klungkung dan Jembrana.