Hanya Nama Pasien Positif Corona Bukan Rekam Medik

oleh
oleh -

Oleh : Hendra J Kede

Seseorang sakit dan dirawat di Rumah Sakit. Infonya hanya sakit biasa.

Tentangga di kampung menengok, rombongan pula. Satu rombongan berjubel satu minibus. Ngirit. Setiap jam besuk ramai penjenguk.

Itu pemandangan biasa di tengah masyafakat Indonesia yang bersifat sosial. Apalagi di kampung-kampung yang ikatan sosialnya sangat tinggi.

Salaman saat datang, salaman saat pamit. Ndak salaman dianggap ndak sopan

Belum diketahui Corona atau bukan.

Selang berapa hari positif Corona. Informasi ini ditutup rapat. Alasannya melindungi data pasien.

Pasien meninggal. Meninggal karena tertular Virus Corona. Sebelum dan setelah meninggal, petugas menyisir tetangga yang ikut menjenguk saat di Rumah Sakit

Saat situasi ini keluarga dari penjenguk tapi tidak ikut menjenguk pun harusnya diisolasi. Pun termasuk yang berinteraksi dengan penjenguk di manapun. Mereka potensial tertular walaupun belum kelihatan gejala atau memang kebal karena daya tahan tubuh bagus.

Baca Juga  Iftar Pangerang Charles

Memang ada yang daya tahan tubuh bagus tapi tidak menutup kemungkinan ada yang daya tahan tubuh lemah.

Profesi yang menjenguk juga macam-macam. Guru, pedagang pasar, bakul sayur keliling, petani, PNS, Guru Ngaji, penceramah daei satu Masjid ke Masjid lain, dan lain sebagainya.

Protokolnya, semua yang berinteraksi dengan penjenguk harus diperiksa juga. Kalau diketahui siapa saja.

Itu baru level kedua dari penjenguk. Level tiga tetap ada kemungkinan. Kan masa ingkubasi cukup lama, 14 hari.

Untuk satu kasus ini berapa SDM diperlukan, berapa uang diperlukan, berapa waktu dihabiskan. Untuk menelusuri riwayat kontak secara senyap oleh petugas?

Baca Juga  Berebut Mengaransemen “Kebenaran”

Emangnya petugasnya cukup untuk melakukan itu dalam kondisi Pandemi ini. Emangnya petugasnya punya Alat Perlindungan Diri memadai. Emangnya petugasnya ndak was was mendatangi lingkungan pasien yang sudah meninggal tadi?

Berapa yang lolos. Berapa yang tak terpantau riwayat kontak. Semuanya berpotensi penyebar liar Virus Corona. Menyebar dengan deret ukur. 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256 dst.

Seandainya. Seumpamanya yang dilakukan model lain

Memberitahu informasi nama pasien positif Corona seketika diketahui kepada publik sebagai informasi Serta Merta (UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik). Dibarengi seruan agar yang pernah kontak dengan pasien positif Corona tadi untuk isolasi mandiri. Dibarengi seruan agar yang menunjukan gejala supaya memeriksakan diri ke Rumah Sakit terdekat.

Baca Juga  PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Semua orang sayang keluarga, hampir pasti langsung isolasi mandiri dari keluarga begitu dapat informasi Serta Merta pasien yang dijenguknya kemaren positif Corona. Semua orang pengen sembuh, hampir pasti langsung periksa ke Rumah Sakit jika ada gejala.

SDM yang dibutuhkan menahan laju penularan tidak sebesar model sebelumnya, model rahasiakan nama pasien positif Corona. Petugasnyapun tidak perlu was was karena harus mendatangi lingkungan orang yang pernah kontak saat menjenguk di Rumah Sakit.

Masyarakat itu hanya butuh NAMA pasien positif Corona agar bisa melaksanakan Perlindungan Oleh Diri Sendiri (PODIS), bukan REKAM MEDIK pasien positif Corona.

Itu toh juga Hak Azazi dan Hak Konstitusional masyarakat yang dilindungi langsung oleh Pasal 28F Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) untuk mendapatkan Informasi Serta Merta jika ada penyakit menular yang membahayakan masyarakat, apalagi tingkat kemenularannya sudah level Pandemi.

Sekali lagi.

Hanya NAMA bukan REKAM MEDIK !!!