Saya duduk di lantai, di samping kanan ada Ajibulwathoni. Di samping kiri, yang duduk di kursi, ada Ahmad Badri Maulana, B.A. (ABM). Di seberang sana, ada Tryana Sjam’un (TS) yang sedang berbicara tentang Yayasan Saija Adinda ke depan, tentang eksistensi Keluarga Mahasiswa Lebak (KUMALA). Pertemuan The Outgoing Generation dengan anak-anak muda itu, Rabu 15 Mei 2024, di gedung Perpusatakaan Saija Adinda, bagi ABM, ternyata hari pertemuan rutin terakhir sebelum kembali kepada-Nya, Ahad malam (26 Mei 2024).
ABM dan TS termasuk tokoh pembentukan KUMALA, juga termasuk pendiri Perpustakaan Saija Adinda. Warisan sejarah kemahasiswaan dan kepustakaan mereka masih bisa kita saksikan. Sedikit atau banyak, KUMALA dan Perpustakaan Saija Adinda telah ikut membentuk peradaban di Kabupaten Lebak khususnya. Untuk KUMALA, terakhir ABM menghibahkan tanah.
Hari-hari setelah pensiun dari Departemen Agama RI (kini, Kementerian Agama RI), ayah lima anak ini tinggal di lingkungan Perpustakaan Saija Adinda, Balong Rancalentah, Jalan Panghulu Adra’i, Kota Rangkasbitung. Istrinya, Nani, wafat terlebih dahulu, beberapa tahun sebelumnya.
Saya mengenal ABM ketika mewawancarainya, saat peresmian Perpustakaan Saija Adinda, tahun 1980-an. Tentu saja, karena punya news value (nilai berita), saya tulis Perpustakaan Saija Adinda ini, sekaligus promosi, dan perkenalan bahwa ada ruang baca dan panggung ilmu untuk pecinta buku di Kabupaten Lebak khususnya.
Hari-hari berikutnya, saya lebih banyak berkunjung ke Perpustakaan Saija Adinda saat-saat pembentukan Provinsi Banten, menjelang tahun 2000-an. Saya banyak mewawancarainya, juga tak kalah banyak mewawancarai Uwes Qorny. Saya berusaha membongkar “rumah pemikiran” Uwes Qarny khususnya, terutama tentang pembentukan Provinsi Banten.
Saya penasaran, suatu hari, saya minta Uwes Qarny dan ABM satu meja untuk saya wawancarai. Inilah wawancaya yang lengkap. Saya ingat, ABM bercanda kepada Uwes Qarny. “Wes, aing kudu ngomong naon ka wartawan”, lalu tertawa lebar. Saya tarik simpulan dari hasil wawancara itu : Perpustakaan Saija Adinda jadi markas pemikiran pembentukan Provinsi Banten – yang kemudian “merdeka” dari Provinsi Jawa barat pada tanggal 4 Oktober 2000. Lalu dikenal dengan Patok 2000.
Hari-hari berikutnya, kunjungan saya ke Perpustakaan Saija Adinda semakin sering, bahkan semakin cerewet ketika menulis buku biografi Uwes Qorny. Saya yakin, satu-satunya sumber informasi lengkap tentang Uwes Qorny di Rangkasbitung adalah ABM.
Saya ingin, buku biografi ini nanti terasa flamboyant di tengah-tengah watak dan karakter Uwes Qorny yang keras, juga di tengah-tengah jihad pembentukan Provinsi Banten yang juga tak kalah keras.
Banyak tantangan. Buku biografi ini rampung, dan Uwes Qorny sudah wafat. Buku diterbitkan Pemerintah Kabupaten Lebak, tahun 2010. Boleh jadi, Uwes Qarny tak tahu, bahwa sumber informasi buku ini banyak yang berasal dari ABM.
Hari-hari berikutnya, saya dan ABM semakin banyak bergaul, nyaris setiap hari, selama lima tahun, ketika sama-sama di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lebak. ABM jadi ketua KPU setempat, tanpa pemungutan suara. Aklamasi. Maklum, ABM paling tua dan paling dihormati di antara anggota KPU Kabupaten Lebak (C.R. Nurdin, Agus Sutisna, Khairul Umam, dan Akhmad Hakiki Hakim). Inilah pula KPU Kabupaten Lebak generasi pertama, dengan ketuanya, ABM : Haji Ahmad Badri Maulana, B.A. (masa bakti 2003 – 2008).
ABM sangat kami hormati, di samping karena usia terpaut yang cukup jauh, juga ketokohannya di Kabupaten Lebak tak diragukan lagi. Semua berpengaruh pada kerja sehari-hari, apalagi pola kepemimpinan di KPU itu kolektif kolegial. Artinya, ketua bukan penentu kebijakan, melaiankan harus suara terbanyak para anggota. ABM selalu mendengar suara para anggota. Banyak kebijakan KPU yang berasal dari suara atau gagasan para anggota. ABM juga humoris, tetapi juga sering sekali tegang ketika banyak sekali aksi-aksi demonstrasi.
Har-hari berikutnya pula, selepas dari KPU Kabupaten Lebak, adalah hari-hari ABM beristirahat total, di tengah-tengah kesendiriannya, di sebuah rumah mungil di lingkungan Perpustakaan Saija Adinda. Saya agak sering mengunjunginya, sekadar ngobrol santai, sekadar bercanda lagi tentang hari-hari di KPU Kabupaten Lebak.
Hari-hari terakhir, kesaksian Ketua Yayasan Saija Adinda. Drs. Encep Khaerudin, M.M. ABM menyediakan nasi bungkus secara rutin, dalam Jumat Berkah. Nasi bungkus rata-rata sekitar 40 bungkus itu kemudian dibagikan kepada warga di sekitar Balong Rancalentah.
Kini, ABM sudah berbaring di bawah lapisan tanah merah Pemakaman Kapugeran, Rangkasbitung. Perpustakaan Saija Adinda, KUMALA, pembentukan Provinsi Banten, dan KPU Kabupaten Lebak pernah jadi bagian dari hari ke hari riwayat hidupnya.
Aktivitas semua itu tak menghasilkan uang dan memang bukan untuk mencetak keuntungan pribadi. ABM tinggal di rumah yang bukan miliknya, di lingkungan Perpustakaan Saija Adinda. ABM memang punya rumah pribadi di Jakarta, tetapi – tampaknya – rumah buku (perpustakaan) lebih dicintainya.
Pamungkas. Haji Hasan Alaydrus, tokoh pembentukan Provinsi Banten, berdoa seusai pemakaman ABM. Doa agar dosa dan kesalahannya diampuni Allah SWT Hari ini, kita melipat kain kapan untuk orang lain. Esok atau lusa, orang lain akan melipat kain kafan untuk kita. Juga, hari ini kita menggali kubur untuk orang lain. Esok atau lusa, orang lain akan menggali kubur untuk kita. (Dean Al-Gamereau).