Kisruh antara PT Freeport dan Pemerintah Indonesia, hingga adanya penghentian produksi di perusahaan raksasa tersebut dan wacana Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan karyawannya, diprediksi membuat perekonomian di Papua melambat.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPW BI) Provinsi Papua Joko Supratikto menjelaskan BI telah memproyeksi pertumbuhan ekonomi Papua pada awal tahun akan mengalami penurunan 3-3,5%.
“Angka ini jauh turun dibandingkan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 9,21% atau lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 4,94%,” ungkap Joko, Rabu (8/3/2017).
Rendahnya pertumbuhan ekonomi Papua tersebut terjadi akibat penurunan kinerja pertambangan PT Freeport, yang di gadang- gadang merupakan sektor dominan pendongkrak ekonomi di Papua.
“Pertumbuhan ekonomi dari sektor tambang saja, yakni PT Freeport Indonesia bisa berkontribusi 42% bagi ekonomi di Papua. Walaupun sektor lainnya seperti pertanian, kelautan dan kehutanan juga bisa berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi di Papua,” katanya.
Joko berpendapat, ekonomi Papua bisa tidak tergantung dari sektor pertambangan, asalkan ada peningkatan signifikan produksi beberapa sektor pangan, seperti perikanan dan padi ,meskipun pertumbuhan di sektor non tambang tersebut diakui masih cukup lama.
“Kami tahun ini proyeksikan pertumbuhan Papua mencapai 8-9%, tapi itu masih ditopang oleh pertambangan. Kami akan mencoba supaya Papua tidak tergantung dari tambang, makanya kita kerja sama dengan pemerintah daerah melalui pembagian lima wilayah adat yang masing-masing punya produk unggulan,” katanya.
Sektor unggulan komoditas non tambang yang saat ini sedang digalakkan pengembangannya di Papua daerah pembagian lima wilayah adat meliputi sektor wisata, perikanan dan kelautan di wilayah adat Mamta, komoditas unggulan kopi di wilayah Mepago, wilayah adat Lapago terkenal dengan pertanian holtikultura dan wilayah adat Ha Anim bisa berprospek pada pengembangan tanaman pangan lainnya. @BAD