Di Tengah Pandemi Covid-19, Rektor Amany: Peran Ilmuwan Muslimah Sangat Penting

oleh
oleh -

Majalahteras.com – Kabar yang datang dari Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., MA. membuat berdecak kagum segenap civitas akademika. Guru Besar Sejarah Politik Islam itu kini resmi terpilih sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2023. Ya, untuk pertama kalinya dalam sejarah, IAIN-UIN Jakarta dinahkodai seorang rektor perempuan.

Resmi menjadi Rektor Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta untuk periode 2019-2023, menggantikan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA yang masa baktinya berakhir pada 5 Januari yang lalu. Pelantikan dilakukan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin di Kantor Kementerian Agama RI, Jakarta, pada Senin (7/10).

Pada pemaparan visi-misinya, Amany Lubis ingin membawa UIN masuk dalam 50 kampus terkemuka webomatrik dan mendorong UIN menjadi Universitas riset yang unggul di Asia Tenggara dengan meningkatkan kualitas karya ilmiah dan publikasi internasional. Beliau berjanji akan memimpin dengan integritas tinggi dan transparansi dalam takwa dan amanah.

“Menuju UIN Jakarta dengan status PTN Badan Hukum, misi kepemimpinan saya adalah melaksanakan Tridharma perguruan tinggi yang berkualitas dengan melakukan otonomi kampus, terutama di bidang organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan, dan sarana/prasarana,” kata Ketua Umum Majelis Ilmuwan Muslimah Indonesia tersebut.

Jejak Akademis

Sebelum mencapai puncak karirnya yang sekarang, anak pertama dari pasangan Prof. Nabilah Lubis dan Burhanudddin itu menghabiskan masa belajar dari SMP hingga kuliah strata 1 di Kairo, Mesir.

Beliau berhasil meraih gelar lulusan terbaik Licence (S1) Universitas Al-Azhar, Kairo, Sastra Inggris, 1988. Setelah pada tahun sebelumnya ia mendapatkan Beasiswa Course on Women Studies di Mcgill University Montreal, Kanada.

Setelah itu beliau melanjutkan sekolah strata II di UIN Jakarta dengan konsentrasi Sejarah Peradaban Islam. Pada 2002 beliau berhasil memperoleh gelar Doktor Pengkajian Islam/ Sejarah Kebudayaan Islam dan meraih disertasi terbaik kedua nasional di lingkungan Departemen Agama RI. Lalu pada tahun 2006 ia berhasil meraih gelar Profesor Politik Islam. Kemudian mendapatkan Satyalencana Karyabhakti 20 tahun pada 2016.

Perjalanan Karir

Sebelum menjadi rektor, wanita kelahiran Kairo 22 Desember 1963, pernah menjabat sebagai sekretaris senat universitas di kampus yang sama.

Kemampuan dara berdarah Sumatera ini memamang tak diragukan lagi. Awal karirnya, pada periode 2003-2009 beliau pernah menjabat sebagai pembantu dekan bidang administrasi umum Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta sekaligus mengampu mata kuliah tarikh tasyri’ atau sejarah politik Islam. Pada periode tersebut beliau dianugrahi penghargaan sebagai dosen wanita terbaik wanita Fakultas FDI.

Baca Juga  Full Day School Memporsir Energi Siswa

Selain itu beliau juga mengajar di Pascasarjana UIN Jakarta, dan pada periode 2011-2013 beliau ditunjuk menjadi deputi direktur sekolah pascasarjana bidang pengembangan kelembagaan.

Sepak terjang beliau tidak hanya terbatas di UIN Jakarta, terlihat sejak 2009 hingga sekarang beliau juga aktif sebagai dosen sekolah kajian stratejik dan global pasca-sarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia.

Tak hanya itu, beliau Lulus dengan pujian program pendidikan singkat (PPSA) XVIII dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI tahun 2012. Kemudian pada tahun berikutnya, wanita yang pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ilmuwan Muslimah Indonesia itu mulai mengampu program Pascasarjana Fakultas Strategi Pertahanan Universitas Pertahanan hingga sekarang.

Di antaranya, melakukan perjalanan ke Amerika Utara dan Kanada untuk Short Course for Women’s Studies pada 1997. Beliau juga menghadiri Kajian Ketahanan dan Pertahanan ke Mesir, Turki, Amerika Serikat dan Jepang. Pada tahun 2013 beliau ikut serta dalam seminar makanan halal ke Australia dan New Zeeland. Pada 2014-2015, beliau berkunjung ke Maroko, Sudan, Lebanon, Iran, Turki, Yordania, Dubai untuk menghadiri seminar tentang mediasi keluarga dan masih banyak lagi.

Kemudian pada periode 2015-2020 beliau menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indoneisa (MUI) bidang perempuan, remaja, dan Keluarga. Amany banyak berbicara membela ketidakadilan dan eksploitasi yang terjadi terhadap perempuan dan anak di berbagai forum. Sehingga pada tahun yang sama, Amany terpilih sebagai penerima UIN Woman Awards dari Pusat Studi Gender dan Anak UIN Jakarta.

Lahir dari Keluarga Akademisi

Amany Lubis, demikian nama yang popular, merupakan putri dari Alm. Burhanudin Umar Lubis. Almarhum merupakan ulama besar yang berasal dari Tapanuli Selatan. Semasa hidupnya dia pernah menimba ilmu pendidikan di Universitas Baghdad, Irak. Dia menikah dengan seorang ulama perempuan keturunan Mesir bernama Prof. Nabilah Lubis yang merupakan guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memiliki capaian kerja yang sangat luar biasa.

Prof. Nabilah merupakan perintis perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dia sendiri adalah doktor perempuan pertama di IAIN Jakarta pada tahun 1992. Setelah menjadi doktor, 2 tahun kemudian Prof. Quraish Shihab (kala itu sebagai Rektor) segera melantiknya di tahun yang sama sebagai Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.

Baca Juga  Buku Konvensional Punya Rasa yang Khas

Wanita asal mesir ini berhasil menembus perbedaan ras dan budaya dengan membina keluarga yang harmonis serta mengantarkan keberhasilan kepada empat putra putrinya dalam bidangnya masing-masing; ilmuwan, birokrat, entertainer dan aktivis pergerakan Islam.

Jadi tak heran jika darah intelektual begitu kental pada diri Amany Lubis. Terbukti, sebagai akademisi dengan jam terbang yang padat dan sangat disiplin dengan waktu, Prof. Amany Lubis masih sempat menuliskan banyak karya dan aktif menyuarakannya di berbagai forum. Setidaknya sampai saat ini beliau telah menjelajahi 30negara di 5 benua.

Selain menjadi dosen, beliau merupakan anggota Board of Trustees Forum for Promoting Peace in Muslim Societies, Abu Dhabi pada 2016-2020. Karena itu, tak heran jika Deputy Editor in Chief Majalah Alo Indonesia itu sering terlihat mengisi seminar bertaraf Internasional dan menjadi narasumber di beberapa stasiun televisi swasta serta aktif sebagai interpreter bahasa Arab-Inggris-Indonesia pada forum nasional dan internasional.

Peran Ilmuwan Muslimah di Era Pandemi

Ketika ditanya soal wabah covid-19, Rektor UIN Jakarta Amany Lubis, yang juga selaku Ketua Umum Majelis Alimat Indonesia menuturkan, keberadaan majelis yang merupakan wadah ilmuwan-ilmuwan muslimah ini diharapkan dapat menunjukkan kiprah positif bagi negara di era pandemic Covid-19 ini.

“Kita berharap ilmuwan muslimah dapat berkiprah positif untuk menghasilkan hal yang dibutuhkan negara dan kemanusiaan,” ujar Amany saat ditemui di ruang kerjanya. Jumat (4/6/2021).

Salah satu perubahan yang ada dalam kepengurusan Majelis Alimat Indonesia kali ini, kata Amany, adalah keberadaan Bidang Kesehatan.

“Untuk pertama kalinya, dalam kepengurusan Majelis Alimat ada bidang kesehatan. Di tengah pandemi Covid-19 ini, kita berharap para ilmuwan muslimah di bidang kesehatan ini kita harapkan dapat menunjukkan perannya,” kata Amany yang untuk kedua kalinya dipercaya untuk memimpin organisasi yang berdiri sejak 2000 ini.

Ilmuwan Muslimah atau Majelis Alimat Indonesia memainkan tiga peran di tengah pandemi corona jenis Covid-19.

“Setidaknya ada tiga peran yang kita harap dapat dilakukan ilmuwan muslimah Indonesia untuk menghadapi pandemi covid-19 ini. Pertama, Majelis Ilmuwan Muslimah perlu berkontribusi nyata terhadap upaya pemutusan akan meluasnya wabah Covid-19. Upaya pemutusan ini tentunya dapat disesuaikan dengan latar akademik, keahlian, dan kemampuan berbasis keilmuan masing-masing,” katanya.

Baca Juga  Ini Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul

Dia memberikan contoh, ilmuwan muslimah di bidang riset kesehatan diharapkan dapat berkontribusi melahirkan inovasi produktif terhadap penanggulangan Covid-19.

Kedua, Majelis Ilmuwan Muslimah harus berperan memastikan agar tidak terjadinya hilangnya generasi terdidik. Menurutnya, wabah Covid-19 bukan menjadi legitimasi akan berakhirnya proses-proses pendidikan.

“Jika proses pendidikan berhenti karena covid-19, maka kita sebagai bangsa tentu akan kehilangan generasi-generasi terdidik yang akan melanjutkan misi kehidupan kita.” Imbuhnya.

Peran ketiga, kata Amany Lubis, majelis ilmuwan muslimah mesti menenteramkan batin bagi keluarga masing-masing, karena pandemi Covid-19 berpotensi melahirkan ketidakstabilan emosi, sehingga anak-anak sering menjadi korban.

Adaptasi Akreditasi Akademik di Mew Normal

Selain itu, Rektor Amany Lubis juga menilai perlunya Sistem Akreditasi Akademik jenjang program studi maupun lembaga mengadaptasi situasi era kenormalan baru atau new normal pasca ditetapkannya status Pandemi Covid-19 di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di sisi lain, perguruan tinggi juga harus menjaga kualitas akademik yang mereka tawarkan kepada publik.

“Akreditasi akademik merupakan salah satu ukuran penting sebagai parameter sekaligus penjaminan kualitas mutu pendidikan yang ditawarkan sebuah lembaga pendidikan tinggi. Selain menjawab ekspektasi publik atas pendidikan berkualitas, akreditasi juga berperan dalam memenuhi harapan industri atas lulusan perguruan tinggi dengan kualifikasi tinggi,” jelasnya.

Hanya saja, sambungnya, proses akreditasi maupun asesmen yang dilakukan lembaga akreditasi perlu menyesuaikan diri dengan era kenormalan baru pasca Pandemi Covid 19. Diketahui, era kenormalan baru mendorong setiap aktifitas dilakukan dengan mematuhi protokol kesehatan secara ketat.

“Kita harus bersikap lebih realistik, bahwa kita melaksanakan aktifitas di era new normal. Perlu peningkatan dalam proses asesmen atau akreditasi akademik,” katanya

Era new normal, paparnya, menghadirkan situasi yang kompleks dimana resiko kesehatan dan keselamatan manusia harus jadi prioritas di satu sisi, sedang layanan pendidikan tinggi juga tetap harus berlangsung. Kendati begitu, kualitas pendidikan tinggi juga tetap harus terjaga.

“Beberapa isu penting terkait penyesuaian proses akreditasi di masa pandemi adalah perlunya melihat kembali berbagai aspek penjaminan mutu. Mulai dari regulasi, proses dan prosedur, instrumen, dan integritas akademik penjaminan mutu,” pungkas Amany.(WIRI)

Dibuat oleh:
Muhamad Tamamul Iman, M.Phil
Dosen Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta