Cikuasa Pantai dan Rasa Kemanusiaan

oleh
oleh -

majalahteras.com-Senin 08 Agustus 2016 yang lalu warga yang bermukim di Cikuasa Pantai, Desa Gerem, Kecamatan Grogol digusur oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon karena dinilai menduduki tanah KAI dan tak memiliki IMB, serta disinyalir sebagai warung remang-remang. Setelah penggusuran terjadi , untuk sementara waktu warga tinggal diatas puing-puing sisa gusuran.

17 agustus 2016 yang seharusnya menjadi hari bahagia seluruh rakyat indonesia tanpa terkecuali, namun menjadi duka bagi masyarakat Cikuasa Pantai.

Bagi ibu Etik dan Ibu Neng, peristiwa bersejarah yang seharusnya dirayakan dengan perasaan suka duka, berbanding terbalik menjadi hari yang kelam dan hitam. Penggusuran yang terjadi seminggu sebelum perayaan HUT RI tersebut menyisakan luka yang mendalam, kepedihan tak bisa disembunyikan dari raut muka mereka.

Baca Juga  Evaluasi Kinerja, Rutan Bangil Gelar Rapat Santai

Sambil terisak menangis Etik bercerita, diakui kami hanya menumpang di tanah KAI, namun bukan berarti Pemkot Cilegon bisa semena-mena membongkar dan memporak-porandakan rumah yang kami tinggali sejak puluhan tahun yang lalu.

”Saya tinggal di desa ini kurang lebih sudah 17 tahun, disinilah kampung saya, disinilah tempat tinggal saya,” ujar Etik sambil mengusap air matanya yang terus keluar dari mata merahnya.

Baca Juga  Pj. Wali Kota Bekasi Secara Simbolis Berikan Bantuan Perbaikan Rutilahu dari KORPRI Kota Bekasi

Dijelaskan Etik, kampung Cikuasa Pantai, Desa Gerem, Kecamatan Grogol, dulu sebelum ada penggusuran ditempati oleh 417 kepala keluarga (KK), kini warga yang tinggal di kampung tersebut tinggal menyisakan sekitar 230 kepala keluarga (KK).

Hal senada dirasakan oleh Ibu Neng, dirinya mengaku sudah tinggal di kampung Cikuasa Pantai selama 35 Tahun, meskipun hidup menumpang, namun kami tetap warga Indonesia yang seharusnya memiliki hak yang sama untuk hidup.

Baca Juga  Giring Ganesha di Lokasi Sirkuit Formula E, DPRD DKI Jakarta M Taufik: Cuma Konten

“kami bukan warga Ilegal seperti yang disebutkan Pemkot Cilegon saat di persidangan PTUN Serang, kami Warga Indonesia dilengkapi dengan KTP dan Kartu Keluarga (KK), namun mengapa mereka mengatakan kami ini Warga Ilegal” Kata Neng.

Ditambahkan Neng, harapan kami kepada Pemkot Cilegon agar memperhatikan nasib kami sebagai wargai yang tertindas. “Kami tidak menuntut lahan tetapi yang kami tuntut adalah hak yang menjadi hak kami sebagai warga Negara Indonesia,” ujarnya sambil terisak sedu menahan perasaan sedih.(ok).