JAKARTA – Produk perikanan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dan cakalang (skipjack tuna) Indonesia berhasil memenuhi sertifikasi standar global perikanan berkelanjutan oleh Marine Stewardship Council (MSC). Sertifikat MSC mempunyai masa berlaku lima tahun. Namun setiap tahunnya penyelenggara melakukan audit untuk memastikan pengelolaan perikanan masih memenuhi standar global dan berkelanjutan.
MSC sendiri merupakan organisasi nirlaba independen yang menetapkan standar untuk penangkapan ikan yang berkelanjutan. MSC didirikan pada 1996 dan berbasis di Snow Hill, London.
Perolehan sertifikat MSC itu berkat penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan. Selama ini, nelayan Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) menggunakan huhate dan pancing ulur dalam menangkap tuna maupun cakalang. Huhate dan pancing ulur adalah alat tangkap yang selektif (one-by-one tuna) dan ramah lingkungan.
Pada 2018, AP2HI dan Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menandatangani perjanjian kerja sama untuk melakukan perbaikan perikanan, khususnya perikanan tuna dan cakalang, dengan alat tangkap pole and line dan handline.
Proses sertifikasi melibatkan sekitar 380 kapal penangkap ikan yang tersebar di berbagai daerah kepulauan Indonesia. Mulai dari Sulawesi Utara, Maluku Utara, hingga ke Laut Banda, serta Flores Timur dan Barat. Sertifikat MSC ini merupakan ketiga kalinya diraih pelaku usaha perikanan Indonesia.
Sebelumnya pada Mei 2020 oleh North Buru and Maluku Fair Trade Fishing Associations dan pada November 2018 oleh PT Citra Raja Ampat Canning (CRAC). “Sertifikat MSC ini harus dipertahankan terus,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, saat bertemu pengurus Asosiasi Perikanan Pole & Line dan Handline Indonesia (AP2HI) di Kantor KKP, Jakarta Pusat (25/2/2021).
Sertifikasi tersebut menentukan penangkapan ikan untuk tetap berada pada tingkat praktik terbaik global dengan pengelolaan stok yang baik. Perolehan ini menjadi komitmen yang harus tetap dijaga selama waktu lima tahun untuk mempertahankan sertifikatnya, terkait dengan stok dan manajemen.
Penilaian untuk mendapatkan sertifikasi tersebut dilakukan oleh penilai independen, SAI Global. Selain itu diikuti dengan penilaian terperinci dan konsultasi para pihak oleh Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC)—badan yang bertanggung jawab atas 60% tangkapan tuna dunia, juga pemerintah pusat dan provinsi.
Lantaran itulah, Menteri Trenggono meminta nelayan dan pelaku usaha perikanan di Indonesia mendukung penuh program pengelolaan perikanan berkelanjutan, khususnya untuk komoditas tuna dan cakalang. Salah satunya dengan mempertahankan Sertifikat MSC yang menjadi standar global untuk memastikan kualitas dan penelusuran produk perikanan.
Menteri KKP itu juga mengapresiasi langkah AP2HI karena berhasil memperoleh sertifikat MSC. Dia mengetahui perlu proses panjang untuk mendapatkan sertifikat global tersebut.
Perolehan sertifikat MSC ini, katanya, sekaligus menjadi penanda bahwa Indonesia mendukung penuh pengelolaan perikanan berkelanjutan, sehingga populasi tuna dan cakalang bisa terjaga. Menjaga keberlanjutan ekosistem lautan ini juga menjadi salah satu fokusnya dalam memimpin sektor kelautan dan perikanan.
Sementara itu, Ketua AP2HI Janti Djuari menjelaskan, harga tuna dan cakalang dengan sertifikat MSC diharapkan bisa meningkat hingga 20 persen. Peningkatan harga ini tentunya akan berbanding lurus dengan kesejahteraan nelayan.
Kolaborasi pemerintah Indonesia dengan MSC ini menjadikan 11.000 ton tuna sirip kuning dan cakalang memiliki sertifikasi untuk pasar Amerika dan Eropa. Sekitar 60 persen dari 11.000 ton tuna tersebut adalah jenis sirip kuning yang didistribusikan sebagai loin, poke, dan saku. Sedangkan, cakalang yang bersertifikat akan dijual sebagai produk beku dan kaleng ke pasar ekspor.
Direktur Asia Pasifik Marine Stewardship Council Patrick Caleo mengucapkan selamat atas capaian yang diraih Indonesia terutama AP2HI yang telah berupaya keras mengelola perikanan berkelanjutan. Ia yakin sertifikasi ini mampu dipertahankan bahkan ditingkatkan ke depannya.
“Program ekolabel dan sertifikasi MSC ini mengakui dan menghargai praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan dan membantu menciptakan pasar makanan laut yang diakui secara global,” ujarnya.(*/cr7)
Sumber: jakarta.siberindo.co