Kampung Paniis, Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, yang terletak di daerah pesisir pantai menyimpan pesona terpendam. Pesta Rengkong, biasanya diadakan sebagai penanda musim tanam padi.
Pesta Rengkong diadakan setiap tahun sekali atau pada saat tanaman padi mereka terserang penyakit. Tapi sudah hampir setelah 15 tahun, tradisi kesenian dan budaya ini baru digelar lagi, karena hampir dilupakan orang.
Dalam tradisi ini, ada dua tumpeng yang biasanya ditanam, satu tumpeng ditanam di dekat sumber mata air, dan satu lagi ditanam di area lapangan terbuka yang dianggap sebagai simbol sedekah atas apa yang telah didapatkan dari alam. Rengkong, adalah sebuah alat yang terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 1,5 meter. Kedua ujung bambu, kemudian diberi beban berupa karung yang berisi pasir pantai dan diikat dengan tali injuk pada kedua ujungnya. Di setiap ujung bambunya, kemudian dihias dengan kertas “wajit” berwarna warni. Saat bambu ini mulai dipikul, dan digoyang-goyang oleh pembawanya, maka terciptalah bunyi bunyian yang cukup unik.
Sebelum rengkong-rengkong ini dibawa keliling kampung, puluhan ibu-ibu dengan “alu” (penumbuk padi), berbaris mengelili lesung (alas penumbuk padi). Mereka memukulkan alu-alu tersebut sehingga menciptakan irama yang khas, seperti rentetan nada dan menciptakan lagu.
Diiringi oleh gendang dan gong, ditambah suara pukulan alu, maka para pembawa rengkong itu, kemudian menari mengitari ibu-ibu yang menumbuk padi.
Tarian, irama gendang dan gong serta nyanyian khas ini, semakin menambah semangat pembawa rengkong, disela-sela gerakannya, terkadang para pembawa rengkong ini berteriak-teriak untuk menyemangati pembawa rengkong lainnya. Ini dilakukan selama kurang lebih 30 menit.(Iman)