Aktivis Perempuan Soroti Tingginya Kasus Kekerasan, DP3A Diminta Lebih Berani Bertindak

oleh
oleh

SAMARINDA – Data kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kalimantan Timur kembali menuai sorotan. Hingga 31 Oktober 2025, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kaltim mencatat 1.110 kasus kekerasan, dengan mayoritas korban adalah perempuan dewasa dan anak-anak.

Ketua Ikatan Penata Persona Indonesia (IPPRISIA) Kalimantan Timur sekaligus aktivis perempuan, Marliana Wahyuningrum, menilai data tersebut seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah, khususnya DP3A, untuk bertindak lebih nyata dan terukur.

“Angka 1.110 kasus ini bukan sekadar statistik. Ini adalah potret luka, trauma, dan kegagalan sistem perlindungan. Jangan sampai data hanya berhenti sebagai bahan laporan seremoni,” tegas Marliana, Selasa (26/12/2025).

Banyak kasus kekerasan justru terjadi di dalam ruang keluarga. Menurut Marliana, fakta ini sangat ironis, terutama saat Hari Ibu yang identik dengan pengagungan nilai keibuan dan rumah sebagai ruang aman.

“Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman, justru menjadi ruang ketakutan bagi perempuan dan anak. Ini tamparan keras bagi kita semua,” ujarnya.

Marliana menilai komitmen DP3A yang mencakup integrasi gender, perlindungan, ekonomi perempuan, dan kepemimpinan sudah terdengar ideal di atas kertas. Namun, publik berhak mempertanyakan implementasinya di lapangan.

“Pertanyaannya sederhana: di mana aksi nyatanya? Ketika angka kekerasan tetap tinggi, masyarakat sulit melihat bahwa komitmen itu benar-benar bekerja di tingkat akar rumput,” katanya.

Ia menegaskan, penguatan ekonomi perempuan seharusnya terlihat dari akses nyata terhadap pekerjaan layak dan perlindungan sosial. Sementara perlindungan perempuan tidak boleh berhenti pada penanganan kasus semata, tetapi harus mencakup pencegahan, pendampingan jangka panjang, serta keberpihakan penuh kepada korban.

“DP3A jangan hanya menjadi lembaga pencatat kasus. Harus berani tampil sebagai motor perubahan yang aksinya terlihat dan dampaknya bisa diukur,” tegasnya.

Menurut Marliana, penghormatan terhadap perempuan tidak cukup diwujudkan melalui perayaan dan pidato pada momen Hari Ibu. Penghormatan sejati adalah memastikan perempuan dan anak-anak benar-benar aman, terutama di ruang paling dekat dengan mereka.

“Bagi korban kekerasan, yang dibutuhkan bukan janji, tetapi perlindungan yang benar-benar bekerja,” pungkasnya. (esf)

No More Posts Available.

No more pages to load.