CILEGON – Di tengah kesibukan persiapan akad nikah di kota kecil di Banten hari itu sekonyong-konyong muncul satu sosok yang populer di panggung politik nasional.
Anehnya tidak ada kejutan yang lazimnya terjadi menyertai kehadiran pesohor di tengah publik. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, sosok itu, malah hampir dikira tamu biasa oleh warga awam dan sebagian panitia penyambutan undangan di depan gedung.
Ahmad Muzani tampak biasa. Penampilannya sederhana, berbatik warna dasar gelap dan berpeci, ia turun dari mobil dengan membuka sendiri pintu seraya mengangguk dan tersenyum ke setiap orang yang dilaluinya saat berjalan ke ruang majelis akad nikah.
Ahmad Muzani yang juga menjabat Wakil Ketua MPR RI dan anggota DPR, pagi itu sengaja menembus jalan darat dari Jakarta ke Kota Cilegon yang berjarak 100 kilometer lebih untuk memenuhi permintaan sahibul hajat menjadi saksi pernikahan dari pihak mempelai pria.
Duduk menghadap meja kadi di samping mempelai pria, ia pun melaksanakan ‘tugas’-nya dengan seksama menandatangani risalah nikah hingga berfoto bersama pengantin dan orangtuanya. Terkesan ia begitu mengistimewakan rangkaian acara itu dari awal hingga usai.
“Beliau langsung berkenan sewaktu saya sampaikan permohonan untuk menjadi saksi nikah anak kami,” tutur Firdaus, sahibul hajat dari pihak mempelai pria yang rupanya sudah tahu permohonanya tidak akan ditolak karena sudah cukup mengenal sosok Ahmad Muzani.
Politisi kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 15 Juli 1968 itu memang dikenal humble dan bisa masuk ke semua lapisan dan strata sosial masyarakat. Anggota DPR RI Komisi II (2019-2024) ini bisa dengan ringan melangkah masuk ke gang dan lorong untuk menyerap aspirasi rakyat sekaligus memberikan bantuan.
Dasarnya, Ahmad Muzani dari kecil senang menolong dan tidak bisa diam manakala mendapati orang susah. Sifatnya itu makin terasah dengan kesukaannya berorganisasi di kota kelahirannya, Tegal. Aktivitasnya di berbagai organisasi itu sedikit banyak membuatnya dikenal banyak orang dan memiliki koneksi luas.
Perjalanan panjang di politik menempa jiwa sosialnya. Ia tercatat pernah memimpin Pelajar Islam Indonesia (PII), sebelum melanjutkan pendidikan jurusan Ilmu Komunikasi di Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Ahmad Muzani menjadi wartawan majalah Amanah dan penyiar radio Ramako. Di radio ini pula kemampuannya berkomunikasi meningkat yang pada satu sisi mematangkan skill-nya dalam pengelolaan sumber daya hingga ia terpilih menjadi direktur untuk kawasan Serang, Banten.
Suami dari Himmatul Aliyah yang dikaruniai empat orang anak ini sempat terjun ke dunia politik praktis saat membidani Partai Bintang Reformasi (PBR) yang dibentuk Zainuddin MZ, dan sempat menjabat sebagai Wakil Sekjen.
Menjelang Pemilu 2009, ia tertarik pada Partai Gerindra yang diketuai oleh Prabowo Subianto. Saat itu, ia bekerja menjadi manajer perkebunan kelapa sawit milik Prabowo Subianto.
Ahmad Muzani lalu memulai karier politiknya pada tahun 2009 sebagai calon legislatif (caleg) dari Partai Gerindra. Setelah bergabung, ia mulai aktif menjadi bagian dari Partai Gerindra hingga dipercaya menjadi Sekjen.
Ahmad Muzani lantas mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari daerah pemilihan Lampung I yang meliputi Bandar Lampung, Lampung Barat, Lampung Selatan, Tanggamus, Pesawaran, dan Metro.
Berkat usaha kerasnya, ia melenggang ke Senayan untuk periode 2009-2014, dengan perolehan suara sah 24.723. Ahmad Muzani tergabung dalam Komisi I yang membidangi masalah Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi.
Selain itu, ia juga menjabat sebagai Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR-RI. Ahmad Muzani juga dipercaya menjalani jabatan sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin).
Pada periode 2014–2019 ia terpilih kembali menjadi anggota DPR RI dan ditunjuk menjadi Ketua Fraksi dari Partai Gerindra di DPR RI.
Ahmad Muzani menyadari etika politik mutlak diperlukan bagi perkembangan kehidupan berpolitik, karena etika politik merupakan prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai pondasi pembentukan politik santun, cerdas, dan menempatkan bangsa dan negara di atas kepentingan partai dan golongan.
Dalam berpolitik pun ia mengedepankan etika dan moral, salah satunya ditandai dengan kedewasaan saat berdialog dan juga dapat menomorduakan kepentingan pribadi atau kelompok. (ihd/nis)