Selain membuka katup aspirasi politik, Pemilu juga membuka pintu kreativitas. Bisa jadi inilah salah satu kekuatan demokrasi. Ketika rakyat diberi ruang untuk bebas memilih, maka kreatifitas untuk mengekpresikan rasa cintanya pun bermunculan. Kebebasan memilih seakan menjadi sine qua non bagi tumbuh-suburnya kreatifitas.
Wajar jika kreatifitas bisa menjadi indikator tumbuh-kembangnya demokrasi. Semakin subur demokrasi bertumbuh, semakin subur kretafitas lahir. Kreatifitas ini pula yang melahirkan sosok “Gemoy”, yang kini menjadi viral.
“harus diingat ya, gemoy’ yang sekarang menjadi perhatian para anak muda itu tumbuh secaraorganik loh. Bukan kami yang bikin ide ‘gemoy’,” kata Rosan Roesani sebagaimana dikutip dari Antara, Senin (27/11/2023).
Tanggapan Ketua TKN Prabowo-Gibran tersebut disampaikan dalam merespon kritikan Wakil Ketua Majelis Suro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Imam yang menyebut gimik Gemoy dan santuy narasi yang tak sehat dalam Pemilu.
Menurut Ketua Umum Perisai Prabowo, Ahmad Kailani, memang istilah Gemoy tidak lahir tibatiba. Ia lahir dari “semangat zaman”. Ia cepat popular karena ada paduan dari aspirasi politik Gen Milenial- Zenial., plus perkembangan teknologi. Wajar jika “ledakan” Gemoy sangat cepat.
“Inilah yang menjadi simbol dari politik Prabowo-Gibran”, jelas Kailani.
Sejak awal, Prabowo selalu menampilkan sisi pemimpin dengan semangat merangkul. Ia melarang para relawan untuk menjelek-jelekann lawan. Bahkan tegas Prabowo menyebut, “Ganjar adalah sahabat saya. Anies adalah sahabat saya”.
Wajar jika sulit menemukan relawan Prabowo-Gibran menyebar hoaks dan fitnah. Di mana pun Prabowo mengingatkan “seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak”. Ia ingin Indonesia kuat dalam persatuan dan kesatuan”.
Dari semangat inilah, Prabowo tampil dengan ceria. Tak ada momen yang dilewatkan Prabowo tanpa berjoget. Ia joget dengan gaya yang lucu dan sederhana. Joget inilah yang kemudian menular ke masyarakat.
“Gaya berpolitik Prabowo inilah, ditangkap anak-anak Gen Zet. Inilah yang menginspirasi mereka untuk membuat sosok yang dekat jiwa dan karakter politik Prabawo secara Virtual.
Sosok yang mereka sukai”, papar Kailani.“Jadi, sependapat dengan Pak Rosan Roeslani, Ketua TKN Prabowo-Gibran, sosok Gemoy lahir dari anak-anak G- Zet secara organik”, tambah Kailani, yang juga merupakan Wakil Ketua Relawan TKN Prabowo-Gibran.
Bagi Kailani, pemilik suara dari Gen Millenial dan Gen Zet, memang tidak bisa diabaikan. Selain jumlahnya “mayoritas” juga memiliki prilaku politik yang unik. Mereka rata-rata antipati pada politik “gontok-gontokan”.
Disinilah, sosok Prabowo menjadi idola. Ditambah hadirnya sosok Girban yang menjadi Wakil Prabowo menambah “idealisme” politik Gen Zet menguat”.
Pemilu memang tidak harus tegang. Bahkan sebaliknya, haruslah menggembirakan. Tidak hanya itu, pemilu juga sejatinya menyehatkan. Jadi tidak ada lagi ujaran dan tebaran hoaks dan kebencian. Joget Gemoy, yang kini tengh viral adalah contohnya.
Joget Gemoy yang kini digemari masyarakat adalah bukti bahwa masyarakat menghendaki Pemilu sehat. Contohnya sukses Joget Gemoy ditunjukan oleh Mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. Di Subang, Dedi Mulyadi sukses menggelar lomba Joget Gemoy dan berhasil melibatkan 500 orang.
“Dari pada sebar hoaks dan kebencian, yuk ah mending Joget Gemoy aja, selain menggembirakan juga menyehatkan”, ajak Kailani.