Kuat atau Lemahnya KPK Tergantung Eksekutif dan Legislatif

oleh
oleh -

Majalahteras.com – Anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Yenti Garnasih, mengatakan, lemah atau tidaknya KPK akan sangat bergantung pada keinginan Presiden dan DPR untuk membuat kebijakan yang bersifat mendukung pemberantasan korupsi.

Yenti menolak rencana revisi Undang-Undang KPK yang dinilainya memperlemah kewenangan KPK.

“KPK akan lemah ketika political will, yaitu eksekutif dan legislatif juga lemah. Seperti apa pun, kalau undang-undangnya lemah, ya akan lemah juga,” ujar Yenti, saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (26/5/2015).

Baca Juga  Lapas Cikarang Gandeng PMI Laksanakan Donor Darah Hari Bakti Pemasyarakatan ke-60

Ahli tindak pidana pencucian uang itu, mengatakan, ia punya alasan tersendiri menolak desakan DPR untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Menurut dia, beberapa poin yang diatur dalam revisi UU tersebut terlihat membatasi kewenangan KPK. Hal ini dianggapnya sebagai upaya pelemahan.

Yenti mencontohkan, ketentuan tidak diberikannya kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK bertujuan agar lembaga tersebut lebih berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka. Menurut dia, jika KPK diberi kewenangan mengeluarkan SP3, dikhawatirkan kewenangan lebih yang dimiliki KPK akan digunakan dengan seenaknya.

Baca Juga  Ketua PKK Kota Serang Laksanakan Program BIAN di Wilayah Perbatasan

“Dengan diperbolehkan mengeluarkan SP3, KPK dapat sembarang menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kalau nanti salah, lalu dengan mudah dihentikan. KPK bisa arogan, bisa brutal,” kata Yenti.

Hal lainnya, lanjut dia, terkait mekanisme penyadapan yang diusulkan untuk dibatasi. Yenti menganggap hal itu sebagai sesuatu yang aneh. Pasalnya, lembaga lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan juga berwenang melakukan penyadapan, bahkan dengan pengawasan yang lemah.

Baca Juga  Ikuti Rakor Dilkumjakpol, Lapas Cilegon Fokus Pada Penanganan Kelebihan Hunian

Menurut Yenti, tidak wajar jika dalam kasus terorisme dan narkotika, penyadapan diberikan ruang yang luas, tetapi untuk masalah korupsi, kewenangan penyadapan justru dipersempit. Ia menduga, usulan revisi UU KPK memang bertujuan melemahkan KPK.

Untuk itu, Yenti meminta agar Presiden Joko Widodo menunjukkan sikap tegas untuk menolak revisi UU KPK. Ia juga meminta agar DPR membatalkan pembahasan RUU KPK yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015.