Eksploitasi Balita Dengan Obat Tidur

oleh
oleh -

https://majalahteras.com/-kasus kekerasan anak semakin meningkat jumlahnya. Susanto selaku Wakil Ketua  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan pada saat ini ada sekitar 18 ribu anak jalanan di seluruh Indonesia yang mengalami kekerasan. Kekerasan yang rentan meliputi kekerasan seksual dan kekerasan lainnya.

Susanto menilai, penyelesaian masalah eksploitasi anak, khususnya terhadap para pelaku pengeksploitasinya, perlu pendekatan terpadu. Tidak hanya pendekatan hukum, namun jika diperlukan juga lewat pendekatan pendidikan dan pemberdayaan.

Baca Juga  SMSI Bali Ajak KPUD Seluruh Bali, Sertakan Literasi Digital Dalam Sosialisasi Pemilu

“Jika pelaku ditangkap dan dipenjara, kemudian tidak dilakukan perubahan mental, maka dimungkinkan pelaku mengulangi perbuatannya kembali. Karena pelaku eksploitasi anak itu bukan semata-mata alasan ekonomi, namun yang lebih fundamental adalah mentalitas,” ujarnya.

Belakangan ini, kasus yang melibatkan banyak anak balita yang dicecoki obat tidur sedang marak. Beberapa waktu lalu belasan anak usia belia bahkan bayi terjaring dalam operasi yang dilakukan oleh polisi di Jakarta Selatan. Polisi menduga anak-anak ini korban ekploitasi oleh suatu sindikat.

Baca Juga  Puluhan Mahasiswa Ikuti Workshop Keterampilan Dasar Jurnalistik 

Berdasarkan hasil berita yang diperoleh, bahwa para korban balita ini disewakan dengan harga Rp 200 ribu per hari. Pelaku tega mencekoki korban yang masih bayi dengan memberikan obat penenang dosis tinggi agar tidak rewel saat diajak mengemis di jalanan.

Terkait kasus ini, Menteri Sosial, Khofifah meminta pihak kepolisian menjerat kedua orang tua bocah tersebut sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. ’’Ini kategori perdagangan anak. Sehingga harus ada pemberian sanksi hukuman yang menjerakan. Supaya itu menjadi warning bagi orang tua lainnya. Semiskin apapapun lindungilah anak itu karena kewajiban melindungi anak adalah orang tua,’’ terang Khofifah.

Baca Juga  Menkeu: Kinerja Pendapatan Negara Februari 2022 Melonjak Hingga 37,7 Persen