Begini Cara Jaring Pelajar SMU Jadi Wirausaha Sejak Dini

oleh
oleh -

Majalahteras.com – Berbagai persoalan bangsa terutama di bidang sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kecem­buruan sosial bisa dipecahkan melalui penciptaan lapangan kerja. Untuk itu dunia bisnis harus digerakkan, dan pihak yang berperan penting dalam hal ini yakni para entrepreneur atau wirausaha.

Namun pengembangan wirausaha tidaklah mudah, karena tidak bisa dibangun dalam waktu singkat dan harus sudah dimulai sejak usia dini.

“Mengembangkan entrepreneur tidak semudah mengajarkan ilmu penge­tahuan, karena menyangkut perilaku dan keterampilan yang harus dididik dan dikem­bangkan sejak usia dini. Untuk itulah kami akan menggelar Kompetisi Business Plan Antar SMU/SMK se-Indonesia,” ujar Wakil Rektor 1 Bidang Akademik President University, Dwi Larso.

Dwi ingin President University lebih awal memperkenalkan kepada para siswa SMU mengenai kewirausahaan, di mana me­reka bisa mengembangkan ide-ide kreatifnya sehingga memberikan nilai tambah kepada bangsa dan negara. Dalam lomba ini, siswa diminta untuk menuliskan rencana bisnisnya, dalam tiga kategori yaitu komersil (entrepreneurship), sosial (sociopreneurship) dan teknologi (technopreneurship).

Baca Juga  Pendidikan Karakter Penguat Bangsa

Mereka bisa secara tim mewakili sekolahnya untuk mengirimkan business plan melalui email ke President University yang pendaftarannya sudah dibuka pada September 2017. Pendiri program S1 Kewirausahaan ITB ini menyampaikan, setelah business plan diterima, pada Oktober dan November pihaknya akan undang tim yang lolos seleksi pertama untuk forum diskusi tentang entrepreneurship.

Dalam tahap ini pihaknya akan mendampingi dan membentuk ekosistem wirausaha. Selanjutnya akan ada presentasi untuk dicari pemenangnya. Tahap terakhir yakni proses mentoring dari para pengusaha sukses yang merupakan bagian terpenting, di mana para siswa akan mendapatkan mentor dalam mengembangkan ide bisnisnya tersebut.

“Kami dengan senang hati siap me­ne­rima calon mahasiswa yang memiliki jiwa wirausaha, dan tentunya akan mem­be­rikan beasiswa kepada mereka. Ini buk­ti kontribusi kami dalam melahirkan para entrepreneur. President University salah satu ciri khasnya adalah kewirau­sa­haan, dan pendirinya yaitu SD Darmono juga seorang pengusaha yang kapasi­tasnya tidak perlu diragukan,” kata lulusan doktor di Oregon State University, USA pa­da 2004 dan master di universitas yang sama pada 1998, serta menyelesaikan gelar sarjana di Teknik Industri, ITB 1989.

Baca Juga  96 Mahasiswa UNSERA Antusias Ikuti Uji Kompetensi Komunikasi

Inkubator Wirausaha

Kegiatan kompetisi ini sebenarnya ba­gian dari rencara President University se­bagai inkubator bisnis, yaitu dengan mem­bentuk Center for Innovation Entrepreneurship Studies. Tujuannya untuk mem­ba­ngun ekosistem wirausaha.

President University sudah memiliki kurikulum entrepreneurship yang didukung dosen-dosen mumpuni di bidangnya. Namun membangun entrepreneurship tidak cukup hanya melalui kurikulum, tetapi harus membangun ekosistem. Juga perlu dukungan lembaga keuangan dan para mentor yang bisa menjadi teladan atau contoh sukses.

“President University sendiri sudah memiliki beberapa conference ilmiah yang mendukung penciptaan wirausaha, yaitu international conference for family business and entrepreneurship, dan conference on innovation, entrepreneurship, and small business kerja sama dengan ITB,” tutur founder Program MBA-CCE ITB yang menempati rangking 46 World Bank ini.

Baca Juga  Pascasarjana Untirta Selenggarakan Workshop Sistem Pembelajaran Daring

Dwi menyebutkan di Indonesia menurut data statistik ada 50 juta lebih wirausaha. Ada 2 tipe wirausaha, pertama, necessity entrepreneur yaitu menjadi wirausaha karena terpaksa atau desakan kebutuhan hidup. Kedua, opportunity based entrepreneurship, yakni menjadi wirausaha karena ada peluang.

Di Indonesia sebagian besar masuk pada golongan necessity entrepreneur. Jadi tidak heran bila usaha kecil atau informal itu jumlahnya sangat besar dan bisa menyediakan 75% lapangan kerja.

Namun, Dwi melihat golongan necessity entrepreneur nilai tambahnya belum cukup besar, karena untuk menghidupi keluarganya sendiri kadang tidak cukup. Untuk itulah pihaknya perlu mengem­bang­kan wirausaha yang basisnya opportunity, dan paling mudah melalui lembaga pendidikan.

“Kami sudah mulai ekspos tentang kewirausahaan ke sekolah-sekolah sehingga ketika menjadi mahasiswa tinggal melanjutkan apa yang sudah mereka rintis. Selain itu melalui kompetisi business plan yang akan dimulai pada September mendatang,” tutur Dwi.@IMAN