Melestarikan Seni Budaya Islam Lewat Marawis

oleh
oleh -

Sejarah masuknya marawis ke Indonesia, pertama kali dibawa oleh ulama Hadramaut (yaman) yang berdakwah ke Indonesia dan di pentaskan pertama kali di Madura sekitar tahun 1892. Marawis adalah salah satu jenis music perkusi dengan unsur religious yang kental. Dibawakan untuk mengiringi shalawat atau pujian kepada Allah dan Rasul, disertai tari-tarian sufistik.

Marawis adalah salah satu jenis “band tepuk” dengan perkusi sebagai alat music utamanya. Music ini  merupakan kolabrasi antara timur tengah dan betawi, dan memiliki unsur keagamaan yang kental. Itu tercermin dari berbagai lirik lagu yang dibawakan yang merupakan pujian dan kecintaan kepada Sang Pencipta.

Marawis merupakan kesenian bernuansa Islami yang berkembang di Tangerang, Banten. Aslinya, kesenian ini berasal dari tradisi Muslim yang dibawa oleh bangsa Yaman. Kesenian ini merupakan kombinasi antara seni perkusi dan ritmis dinamis yang dilakukan oleh 16 sampai dengan 18 pemain pria sebagai pemain musik, penyanyi dan penari. Seni ini tidak hanya seringkali hadir dalam prosesi tradisional, namun kini menjadi seni yang cukup digemari karena menarik.

Beberapa tahun terakhir ini, di Provinsi Banten mulai menjamur kelompok-kelompok Marawis. Pada awalnya, Marawis di Banten dilestarikan oleh Pondok Pesantren tertentu, namun sekarang Marawis sudah ada di banyak sekolah-sekolah umum di hampir seluruh wilayah Banten. Seperti Grup Marawis Ashwatul Qulub asal MAN 1 Kota Serang, Marawis El Mukhtariah dari Tangerang, Grup Marawis Al Hadi dari SMPN 14 Serang dan lain sebagainya.

Kesenian marawis ini telah berusia kurang lebih 400 tahun yang semula berasal dari kawasan Kuwait, mula2 alat ini hanya terdiri dari 2 jenis alat permainan saja yaitu hajir dan marawis dengan ukuran yang tidak seperti saat ini kita lihat, melainkan semacam sebuah rebana dengan berukuran cukup besar yang kedua sisinya dilapisi oleh kulit binatang.

Namun kesenian ini tidak populer di negara kuwait sehingga sedikit sekali orang yang memahami bahwa kesenian ini bermula/berasal dari negara kuwait. Ketika kesenian ini mulai dikenal di negara yaman maka kesenian ini pun diadopsi oleh negara Yaman, sehingga kesenian ini menjadi populer, hal ini disebabkan alat musik yang ada di modifikasi sedemikian rupa agar menjadi lebih menarik. maka diubahlah sedikit demi sedikit alat musik yang bermula berukuran besar menjadi ukuran yang sedang yang seperti saai ini kita lihat yaitu ukuran yang cukup besar (seperti gendang) dan marawis yang ukurannya lebih kecil dari hajir.


Di daerah Yaman kesenian ini sering kali dimainkan pada saat perayaan tertentu, yaitu Perayaan perkawinan, Maulid nabi saw, Khitanan, dsb…. dan lebih kesenian ini menjadi lebih sangat populer karena pernah dimainkan untuk menyambut tamu yang berasal dari luar Yaman sebagai kesenian penghormatan.


Seni Islami ini dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan ulama yang berasal dari Yaman beberapa abad yang lalu. Mengapa dinamakan marawis? Menurut Hasan Shahab, pegiat seni marawis Betawi, musik dan tarian ini disebut marawis karena menggunakan alat musik khas yang disebut marawis. ”Karena kesenian ini memakai alat musik yang namanya marawis, dari dulu orang menyebutnya sebagai marawis,” ujar pemilik kelompok musik gambus Arrominia ini menjelaskan.


Menurut Hasan, hampir di setiap daerah yang terletak di Semenanjung Melayu, memiliki kesenian marawis. ”Malah, ada yang menyebut seni ini marwas. Kesenian ini telah ada sejak lama di Indonesia,” paparnya.Dulu, saat Wali Songo menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, alat musik marawis digunakan sebagai alat bantu syiar agama. ”Marawis tak bisa lepas dari nilai-nilai religius. Awalnya musik ini dimainkan saat merayakan hari-hari besar keislaman, terutama Maulid Nabi,” katanya.


Namun, kata Hasan, kini marawis tidak hanya dimainkan saat Maulid Nabi saja. Kini, acara hajatan pernikahan, peresmian gedung, hingga di pusat perbelanjaan, marawis sering dimainkan. Marawis yang ada di setiap daerah memiliki kekhasan tersendiri. Perbedaan marawis itu terletak pada cara memukul dan tari-tarian. Hasan mencontohkan, seni marawis di Aceh, tari-tariannya melibatkan laki-laki dan wanita. ”Kalau marawis khas Betawi yang menari dan memainkan marawis hanya pria. Tariannya pun khas memakai gerakan-gerakan silat,” katanya.


Berdasarkan penelitian yang dilakukannya, seni marawis juga ditemukan di Palembang, Banten, Jawa Timur, Kalimantan, bahkan hingga Gorontalo. ”Semuanya berbeda dan memiliki kekhasan tersendiri sesuai adat dan budaya daerah setempat,” paparnya. Diakuinya, kelompok marawis yang paling terkenal berasal dari Bondowoso, Jawa Timur. Seni marawis di Jawa Timur lebih dulu berkembang dibanding di Betawi. Biasanya, setahun sekali grup marawis dari Bondowoso main di Kwitang, Jakarta Pusat, untuk memeriahkan Maulid Nabi SAW. ”Semua orang berbondong-bondong melihat mereka tampil,” katanya.


Beberapa tahun silam, seni marawis belum populer seperti saat ini. Di tanah Betawi, seni marawis awalnya hanya dimainkan oleh orang-orang keturunan Arab. Bahkan, ada semacam anggapan bahwa marawis hanya dimainkan mereka yang masih keturunan Nabi SAW. Marawis dimainkan orang-orang keturunan Arab untuk memeriahkan acara Maulid Nabi SAW. Selain itu, juga berkembang untuk meramaikan arak-arakan pengantin.


Pusat kesenian marawis itu berada di Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Di kecamatan ini, terdapat sebuah daerah bernama Kampung Arab. Dari sinilah awal mula marawis berkembang pesat di wilayah DKI Jakarta. ”Di Kampung Arab itu, dari mulai kakek, cucu, anak semua main marawis,” katanya. Diakui Hasan, sejak stasiun RCTI dan TVRI gencar menayangkan acara gambus beberapa tahun lalu, telah mendorong kesenian marawis ini berkembang lebih pesat.


Mengapa hampir semua pemain marawis Betawi berasal dari kaum Adam? Menurut Hasan, sangat kasihan kalau wanita harus main marawis. ”Risikonya tangan akan kapalan, kulit ari tangan bakal mengeras,” katanya. Diakuinya, sangat tidak umum kaum hawa bermain marawis di Betawi. Bulan Ramadhan menjadi saat panen bagi kelompok marawis. Hampir setiap mal saat ini menampilkan grup marawis untuk menyemarakkan bulan suci Ramadhan.


Sebuah grup marawis bisa dikatakan bermain cukup bagus apabila memenuhi beberapa indikator. Dalam sebuah festival atau perlombaan marawis, yang harus dilakukan sebuah grup marawis adalah menghindari sekecil mungkin kesalahan. Kesalahan itu terjadi apabila ada pukulan marawis yang terlambat atau tidak harmonis. Pada festival yang dihitung adalah jumlah kesalahan yang dilakukan. Penilaian terdiri dari 3 unsur, di antaranya adalah Vocal, Perkusi, Penampilan (Adab). Dari segi vocal harus ada sikronisasi antara mawal atau syair pengantar lagu dengan lagunya serta harus ada dinamisasi lagu. Dari segi perkusi dan aransement tidak boleh dilakukan secara monoton, pukulan harus dilakukan sekreatif mungkin dan dinamis. Dari segi penampilan (adab) biasanya dilihat dari penguasaan panggung dan bloking gerakan. Kelompok marawis bisa menggunakan baju koko, gamis ataupun baju daerah.(Iman)

Baca Juga  Ketinting Kiluan, Perahu Khas Lampung Sebagai Sarana Ekowisata Lumba-Lumba